Bab 3
Dua puluh menit sebelum istirahat pertama, Bu Lisa sudah keluar dari kelas dengan meninggalkan tugas seabrek untuk diselesaikan sebelum Bel berbunyi. Masa bodo dengan tugas, The Hurara segera meninggalkan ruangan. Group whatsapp itu pun berbunyi.
Pandu : “Buruan, kita udah di tembok, nih,.”
Bangun : “Duluan deh, gue masih ada urusan bentaran”.
Joye : “Alan gak mau kalau gak ada lu, bro...”
Pandu : “Alan mah cemen. Takut ketahuan dia mah. Mau dihukum tapi barengan..,”
Alan : “Dasar mulut Dajjal. Fitnah aja teroooss”
Joye : “Alan ngilang...”
Bangun : “Ya elah, kek baru ini aje lo bolos, cuy.. bentar lagi gue nyusul. Ini boker bentar lagi kelar”.
Joye : “Jorok, igh lu,,,”
Pandu, Bangun, dan Alan pun tertawa membacanya.
Selepas mendaptkan hukuman pagi tadi, Bangun mengumumkan di group whataspp dia akan bolos pelajaran setelah jam istirahat.
Sebenarnya dari tadi dia sudah mau pergi sendiri, tapi teman-temannya yang lain ingin mengikuti jejak ketuanya. Dan Alan pun yang biasanya paling lurus di antara anggotanya, entah mengapa ingin berpartisipasi juga. Padahal dia jarang mau berbuat kriminal macam memanjat tembok atau membolos sebelumnya.
Begitu urusannya selesai, Bangun langsung berlari menyelinap dari area kelas menuju gedung belakang yang jaraknya lumayan jauh. Bangunan utama SMA Tunas Jaya sendiri berbentuk persegi panjang dengan lapangan upacara di bagian tengahnya. Ruang guru dan segala macam pejabat sekolah berada di barisan depan, sisi selatan. Bagian Timur dihuni kelas sepuluh, sisi utara adalah kelas sebelas, dan barat untuk kelas dua belas.
Ada tiga lantai untuk masing-masing bangunan. Lantai pertama bagi jurusan IPA, lantai kedua sebagian IPA dan sebagian IPS, dan lantai paling atas untuk anak-anak IPS. Satu baris gedung di bagian belakang kelas sebelas terdapat kantin, ruang OSIS, dan ruang musik. Sedangkan barisan di belakang kantin, dipisahkan oleh koridor dan taman dengan banyak plang kayu bertuliskan nama-nama Latin tumbuhan, terdapat deretan gudang.
Bangun menyelinap di antara barisan konter-konter di kantin. Para guru biasanya mengunjungi tempat itu untuk mencari mangsa berupa siswa yang bandel dan suka membolos ke kantin. Kondisi cukup aman kala itu. Bangun mempercepat langkahnya melewati koridor antara taman menuju tembok pembebasan.
Ponsel Bangun bergetar, dan ia segera saja membuka dan membaca pesan dari teman-temannya.
“Astaga... Bentar juga gue sampai di sa-”
Belum selesai menuntaskan keluhannya, tiba-tiba saja seseorang dengan kecepatan tinggi menabrak Bangun!
BRAKKK
“Brengsek!” Umpatan keluar dari bibir Bangun begitu saja.
Bangun memindai orang yang sama-sama tersungkur di hadapannya dengan tatapan tajam.
Seorang perempuan berambut dicepol berantakan. Poninya membuat Bangun ingin tertawa terbahak-bahak, tapi ditahannya. Dia sedang dalam mode murka sekarang. Siku perempuan itu tergores, karena dia meringis menahan sakit. Meskipun melihat rona kesakitan itu, bukan berarti Bangun rela menurunkan intensitas kemarahannya.
“Punya mata gak, sih, lo?!” Bentak Bangun. Dia bangun memungut ponselnya yang terlempar dan melihat layar ponselnya yang tergores sedikit diujung layarnya. Bangun pun kembali mengumpat. Untung saja ponselnya tidak mengalami kerusakan.
“Sorry... gak sengaja,” ucap perempuan itu.
“Enak aja, Lu! Lu bikin gue jatuh kek gini!”
Perempuan itu masih dalam posisi tersungkur dan saat ekspresi kesakitan di wajahnya terlihat, Bangun memblokir langsung perasaan simpatinya yang mendadak muncul.
“Mata tuh dipake buat jalan!”
Tak lama perempuan itu pun bangkit. Saat mereka berdiri berhadapan, Bangun cukup kaget dengan postur tubuh si perempuan itu yang hanya selisih sedikit dengan tinggi yang dimiliki dirinya. Apalagi saat Bangun melihat emblem di seragam perempuan itu, baru ia sadar bahwa sang lawan bicara adalah kakak kelasnya dengan anak kelas XII IPS 3. Bagaimana pun itu tak lantas buat Bangun untuk gentar melampiaskan lagi kekesalannya.
“Lu pikir lu siapa bisa nabrak-nabrak gue?!” Bangun mendekat, tangannya menujuk wajah perempuan berkacamata kucing itu.
“Gue udah minta maaf,” jawabnya. Suara perempuan itu pelan, seperti tersangkut di tenggorokan.
“Lu pikir dengan kata maaf doank semuanya bisa selesai?!”
Perempuan itu mendesah, kali ini ekspresinya tak terbaca oleh Bangun. Mendadak raut kesakitan menjelma menjadi air muka lain. “Setidaknya.. gue sudah minta maaf. Perkara lu terima atau enggak .. sudah bukan urusan gue,” kata perempuan itu. Kemudian, dia pergi meninggalkan Bangun yang tercengang.
‘Dasar cewek aneh!’ Bangun mengumpat dalam hati. Masih ada sisa kemurkaan yang belum habis dilampiaskannya.
Bangun terkaget saat melihat perempuan dengan kacamata dan poni aneh berjalan terpincang-pincang. Namun, dia tersadar dan segera mengalihkan perhatian kepada para anggotanya di group itu yang sibuk memaki-maki di group.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
Adila Ardani
namanya unik2 Thor
2023-02-13
2