Kala itu, Fabian bekerja seperti biasa. Namun, karena restoran baru buka, maka Fabian belum mengirim makanan. Dia membantu rekannya mengelap kaca dan menyapu halaman.
Ketika Fabian dan yang lainnya masih sibuk, tiba-tiba ada mobil mewah berhenti di depan restoran. Awalnya, Fabian mengira itu pengunjung, tetapi ternyata bukan. Seseorang yang keluar dari mobil itu adalah pacarnya—Adara Sandria. Gadis itu datang bersama Zayan Danial Bramantio—putra kedua Ivander Bramantio—pemilik perusahaan industri terbesar di Kota Jakarta.
"Sayang, kok kamu ke sini sama dia?" tanya Fabian ketika Adara sudah tiba di hadapannya.
Fabian melirik ke arah Zayan dengan perasaan yang tak karuan. Dia bertanya-tanya ada apa gerangan, mengapa Adara datang bersama Zayan, padahal selama ini mereka tak terlibat kerja sama apa pun. Bahkan setahu Fabian, Adara tidak terlalu kenal dengan Zayan.
"Memangnya kenapa? Kamu nggak suka?" Bukan Adara yang menyahut, melainkan Zayan.
Fabian salah tingkah. Dia merasa pesimis saat ditatap Zayan dari ujung kaki hingga ujung kepala. Dirinya hanya kurir makanan dengan tampang yang tidak terlalu tampan, dan lagi saat ini sedang membawa lap dan ember. Sementara Zayan, lelaki itu adalah anak pebisnis besar. Tempat kerjanya di dalam ruangan mewah ber-AC dengan pakaian berkerah dan berdasi. Saat ini pun, penampilan Zayan sangat elegan dan berkharisma.
"Bukan begitu, Tuan Zayan. Saya hanya___"
"Bi, kita putus aja. Aku nggak mau lagi jalan sama kamu!"
Ucapan Adara bak halilintar yang menyambar tepat di ulu hati, sangat mengejutkan dan sangat menyakitkan. Entah apa yang dipikirkan gadis itu, mengapa tega melakukannya pada Fabian. Padahal, Fabian sangat mencintainya, dan hubungan yang mereka jalin sudah berjalan selama dua tahun.
"Dara, apa maksudmu?" tanya Fabian dengan harap-harap cemas.
"Maksudku sangat jelas, kita putus. Aku nggak mau punya pacar miskin kayak kamu, memalukan," hina Adara dengan santainya. Dia tak memikirkan betapa sakitnya perasaan Fabian.
"Kita udah dua tahun bersama dan selama ini hubungan kita nyaman-nyaman aja. Kenapa sekarang tiba-tiba begini, Dara?" Fabian masih tak terima.
"Karena aku udah nggak bodoh lagi. Aku udah bisa membuka mata dan nggak terjebak lagi dalam hubungan yang penuh parasit. Aku ... udah punya penggantimu," jawab Dara. Dia mengulum senyum manis sambil menggandeng mesra tangan Zayan.
"Dara, kamu dan dia___"
"Iya, kami pacaran," sahut Zayan. "Bukankah lebih pantas begini, daripada bergandengan dengan kamu?"
Fabian tak menjawab. Dia masih kaget dan tak menyangka Adara akan sekejam itu.
"Kamu punya kaca, kan, di rumah? Sekali-kali lihat dirimu, miskin, dekil, nggak punya masa depan, pantaskah bersanding dengan Adara? Lihat, dia gadis yang cantik, dia kaya dan punya karier. Mimpimu terlalu tinggi jika mengharap dia menjadi pasanganmu," sambung Zayan.
Fabian mengepal. Ingin rasanya mendaratkan bogeman di wajah Zayan, tetapi urung dilakukan karena sadar bahwa dirinya bukan siapa-siapa. Pukulan tak seberapa bisa berakhir tindak pidana jika uang sudah bicara. Tidak, Fabian tidak akan menyulitkan diri sendiri.
Fabian hanya memandang Adara dengan tatapan sendu. Meski banyak kata yang ingin ia ungkap, tetapi lidahnya kelu dan tak bisa mengucap. Dia hanya berharap, Adara berubah pikiran dan kembali seperti kemarin. Walau tidak punya harta yang sebanding, tetapi Fabian sangat mencintai Adara.
"Dara," bisik Fabian ketika cukup lama tak ada yang bersuara.
"Aku kira semua udah jelas ya, Bi. Kita putus dan ke depannya nggak ada hubungan apa-apa lagi. Aku udah capek kamu ajak jalan tanpa makan enak, kalaupun makan pasti aku yang bayar. Aku udah bosan setiap kali belanja malah beliin kamu, udah muak nahan malu karena punya pasangan jelek dan miskin. Jadi ... kita putus!" ucap Adara tanpa belas kasih.
"Eh, parah ya. Masa makan sama belanja malah minta ceweknya."
"Nggak ngaca banget emang, miskin aja sok-sokan pacaran sama orang kaya."
"Nggak tahu diri dia, dipikir hidup kenyang dengan makan cinta."
"Udah, lepasin aja, cowok kayak gitu nggak pantes dikasihani. Tampang juga nggak keren, buang jauh-jauh lah. Pertahankan yang pasti-pasti aja!"
Fabian tak bisa berkata-kata. Selain kalimat pedas dari Adara, dia juga mendapat hujatan dari beberapa orang yang ada di sana, termasuk rekan kerja di restoran yang selama ini dianggap kawan.
"Karena urusanmu sudah selesai, sekarang ayo kita pergi, Sayang." Zayan merangkul tubuh Adara dan mengajaknya masuk mobil. Tanpa memedulikan Fabian yang masih bergeming, mereka melaju dan meninggalkan Wendy's Resto.
Kepergian Zayan dan Adara tidak menyurutkan hujatan terhadap Fabian. Entah terbuat dari apa hati mereka, mengapa dengan mudahnya menertawakan orang yang tersakiti, seakan-akan itu adalah lawakan yang lucu.
"Udah, jangan dengerin mereka. Yang penting kamu fokus kerja, yakinlah bahwa jalan itu selalu ada untuk mereka yang mau berusaha. Kalaupun Adara udah nggak mau sama kamu, tapi bukan berarti nggak ada wanita lain, kan? Percaya deh, nanti pasti ada yang mencintai kamu dengan tulus, tanpa memandang rupa maupun harta," ucap Keyla Anastasya—waitress di Wendy's Resto.
"Percaya sama aku, keberuntungan itu selalu ada. Hidup ini cukup adil kok, jadi ... kamu jangan sedih lagi ya," sambung Keynara.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
Asma Susanty
semangat bian...
2023-01-02
3