Selamat membaca ...
****************
Keputusan sudah ditetapkan. Arka harus menikah dengan sosok gadis yang tidak ia kenal. Lebih tepatnya lupa. Arka hanya menunduk tak bisa berbuat apapun lagi, tatkala pak Burhan sudah menyetujuinya.
“Bu Inah. Bagaimana dengan ibu? Apakah sudah setuju untuk menikahkan nak Lela dengan saudara Arka?” tanya pak RT pada Bu Inah selaku wali dari Lela, karena wanita itu anak yatim.
“Jika itu yang terbaik. Maka saya juga setuju,” jawab Bu Inah dengan nada pasrah. Lela menoleh ke arah wanita paruh baya yang ada di sampingnya sambil menggeleng tak percaya.
“Tapi saya tidak setuju pak RT. Saya masih suci kok,” ungkap Lela membela diri setelah sejak tadi hanya diam bagai patung. Wanita itu terlihat masih sangat polos.
“Keputusan sudah ditetapkan dan tidak dapat diubah. Benar kan, pak RT?” kini pak Burhan sangat antusias dengan masalah putranya yang mengintip anak gadis orang tengah mandi di sumur.
Lela hanya diam tak bisa mengatakan apapun lagi jika semua orang sudah setuju. Ia melirik ke arah pria yang ada di sampingnya. Tampan! pria itu juga tak kalah menunduk dan tak berani mengangkat kepalanya.
Tentu saja Arka tidak berani mengangkat kepalanya lagi, karena ini adalah kasus yang bisa merusak pamornya sebagai pria baik, tampan dan rupawan, kini jatuh karena telah menikahi gadis asing dengan tuduhan hal tidak senonoh.
“Benar, kalian harus tetap menikah. Jika tidak, para remaja yang lain akan mengikuti jejak jelek kalian.” Kini keputusan pak RT sudah tidak dapat diganggu gugat.
“Lalu, kapan pernikahan mereka dilaksanakan?” tanya pak Burhan bersemangat. Katanya sih sakit! Arka melihat bapaknya dengan tatapan penuh selidik.
“Besok Lusa. Lebih cepat lebih baik, daripada ketahuan sudah mengintip anak gadis orang lagi.” Pak RT melirik Arka dengan tatapan yang tak dapat diartikan.
“Baiklah kalau keputusan sudah bulat. Kami permisi dulu.” Akhirnya semua orang pergi meninggalkan rumah pak RT.
***
Setibanya di rumah. Arka langsung memeluk pak Burhan yang sudah sejak lama tidak ia temui. Ia menangis dalam pelukan pria paruh baya tersebut dengan sesegukan bagai anak kecil.
“Sudah Nak, sudah. Bapak tahu kamu pasti kangen sama bapak. Suruh siapa kamu gak pernah pulang, mentang-mentang udah jadi orang luar.” Pak Burhan tetap melimpahkan kesalahan pada putra semata wayangnya, seraya menepuk punggung Arka.
“Bukan itu pak,” ucap Arka sambil terisak.
“Lalu?” tanya pak Burhan mengernyitkan dahinya tanda tak mengerti.
“Aku sudah ternoda oleh tuduhan tidak senonoh itu. Pamor ku yang baik dan tampan juga rupawan sirna sudah. Apalagi aku sampe nikah tanda sebuah tanggung jawab.” Pak Burhan menganga tak percaya dengan apa yang diucapkan oleh putranya saat ini.
“Sudah, sudah! Itu memang kesalahan mu. Besok pagi ikut bapak ke pasar buat beli cincin mahar calon istrimu,” sela pak Burhan dengan cepat.
“Aku gak kenal sama wanita tadi pak. Bagaimana mungkin aku asal menikahi seorang wanita. Aku takut dia bukan orang yang baik.” Arka masih terus membela diri, dan berusaha melepaskan diri dari sebuah pernikahan dadakan sehangat tahu bulat itu.
“Bapak kenal. Dia salah satu karyawan bapak di empang. Kau tenang saja, Lela anak yang baik, meskipun agak anu,” ungkap pak Burhan dengan sarkas.
“Anu? Anu apa, pak?” tanya Arka penasaran.
***
Malam ini Arka benar-benar tidak bisa tidur, padahal tubuhnya terasa lelah. Kamar bernuansa putih dan abu, membuat ia merasa sangat nyaman, karena ia sangat tidak suka warna cerah. Pria tampan itu beberapa kali mendessah berat saat mengingat hari penikahannya tinggal satu hari lagi. Lebih tepatnya lusa.
Ia ingat ucapan bapaknya yang mengatakan jika Lela terkenal lugu dan polos. Arka kembali berpikir, sepolos dan selugu apa wanita itu hingga semua orang tahu sifatnya. Pak Burhan juga mengatakan kalau usia 30 tahun itu sudah tua jika di desa. Maka dari itu, ia harus mau menikah dengan Lela. Itung-itung dapat daun muda. Itu yang dikatakan oleh pak Burhan.
“Ah! Apa aku memang setua itu?” Arka bangkit dari tidurnya dan melihat cermin. Tidak ada yang kurang. Ia masih tampan dan rupawan. Pak RT pun mengakui ketampanannya mirip seperti Ji Chang Wook. Andai saja Lela itu Dilraba Dilmurat atau Zhao Lusi, pasti ia akan senang.
“Bapak berlebihan ah! Anak tampan begini dibilang udah tua. Padahal umur 30 tahun itu baru usia matang.” Entah kenapa Arka merasa gugup karena menikah dengan gadis berusia 21 tahun. Apakah ia akan terlihat seperti paman maung dan keponakannya?
Tak ingin tidur lebih larut, akhirnya pria itu memaksa matanya agar terpejam, lalu berlalu lalang mengitari alam mimpi. Ia ingat jika besok akan ikut ke pasar bersama bapaknya untuk membeli cincin mahar dan keperluan lainnya.
***
Pagi-pagi sekali Pak Burhan sudah membangunkan Arka, untuk pergi ke pasar. Dengan rasa malas, pria itu bangkit dan segera membersihkan diri. Entah kenapa bapak tega membohongi dirinya dengan berpura-pura sakit. Padahal meskipun bapak jujur, ia akan tetap pulang. Kalau tidak lupa.
Udara pagi yang begitu dingin, seakan masuk dalam setiap pori-porinya. Bahkan, matahari pun belum menampilkan secercah sinarnya, tapi Arka dan Pak Burhan sudah ada di jalan menuju pasar. Kata bapak, biar gak macet. Arka hanya patuh.
“Pak, padahal siang juga bisa kok beli cincinnya,” ucap Arka sedikit berteriak karena suaranya dihalau angin. Arka dibonceng pak Burhan.
“Kita bukan hanya beli cincin. Beli keperluan lainnya juga. Beli seserahan buat calon istrimu. Kamu juga belum beli jas buat kawin.” Pak Burhan sangat fokus mengendarai motornya, karena pagi ini masih terlalu gelap.
“Nikah pak! Nikah! Bukan kawin!” Arka tidak terima.
“Sama aja. Nanti ujung-ujungnya kawin juga.” Pak Burhan tak ingin kalah dari putranya.
Arka diam tak ingin menanggapi bapaknya yang keras kepala seperti dirinya.
Butuh waktu tiga puluh menit menuju pasar. Kini, pak Burhan dan Arka sudah sampai, dan tujuan pertama yang akan mereka kunjungi adalah pedagang sayur. Arka mengernyitkan dahinya, saat bapaknya masuk ke area pedagang sayur.
“Pak, kok kita masuk ke area pedagang sayur?” tanya Arka yang tidak suka bau di sekitar sana.
“Lah, kamu pikir tamu undangan gak butuh makan buat hadirin di acara nikahan kamu? Udah nurut aja apa kata bapak. Nanti kamu juga yang enak,” ungkap pak Burhan sambil mencubit perut Arka, hingga pria itu meringis. Mau tidak mau, Arka mengikuti arah langkah kaki pak Burhan ke manapun melangkah.
“Emang siapa yang masak nantinya, pak? Bukannya lebih baik pesan langsung aja ya,” usul Arka dengan lirih, takut pak Burhan mencubit perutnya lagi.
“Lebih baik masak sendiri, biar para tetangga yang bantu masak. Sekalian biar mereka makan gratis di rumah kita. Itun-itung sedekah.”
****************
Jangan lupa tinggalkan jejak ya
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments
Juragan Jengqol
wkwk... ada yg ngebet punya mantu 🤭🤣
2023-10-22
1
Eka Kurniawati
🤣🤣🤣🤣🤣
2023-05-07
0
abdan syakura
Beuhhhhh
Br nyampe lgsg disuruh nikah ..
Apa ya mksd Pak Burhan???
2023-04-18
2