Ayah masuk kedalam kamar Arkan yang pengap, sudah beberapa hari tirainya tidak pernah dibuka, tidak ada udara masuk. Bahkan ada banyak bekas kemasan junkfood berserakan. Beberapa hari ini Arkan memang tidak mau makan bersama Ayah di meja makan, dia selalu memesan makanannya sendiri lewat jasa pesan antar.
Ayah menyibak tirai kamar Arkan lalu membukakan jendelanya, udara pagi yang segar segera menyeruak masuk. Sinar mentari juga menyapa Arkan yang seketika terbangun mendengar suara decitan jendela yang terbuka.
Dia langsung memajang muka sebal, dia tidak suka pada siapapun yang mengganggu kesendiriannya.
"Sudah cukup Arkan!! Bangunlah!" kata Ayah cukup tegas, Arkan tidak peduli dan dia malah kembali menarik selimutnya.
Ayah ingin marah tapi apa daya, dia tidak mungkin memarahi Arkan dalam kondisi mentalnya yang tengah terluka.
"Oke, Ayah akan memberimu waktu untuk mengambil libur lebih lama lagi! Tapi, ayah akan suruh seseorang untuk mengajarmu secara privat disini!" kata Ayah yang masih berdiri di sisi ranjang Arkan yang pura-pura tudak mendengar semuanya.
"Siang ini, mereka akan datang! Hari ini ayah suruh guru les dua bidang pelajaran! Bangunlah ...." kata ayah lagi, dia masih berharap Arkan menyahut kata-katanya.
Tapi harapannya pupus, Arkan belum juga merespon.
"Arkana!" panggil Ayah lagi dan lagi.
Arkan masih cuek, dia tidak peduli dengan Ayah dan semua kata-katanya pagi ini. Ayah ingin menarik selimut Arkan agar dia terbangun tapi dia tahan karena dia tahu itu akan memicu pertengkaran.
"Huh ...." Ayah mendengus, dia kesal dan diapun putuskan untuk pergi dari kamar anaknya itu.
Arkan belum bergerak, apakah dia tidur? Atau hanya diam menikmati rasa sesaknya??
Sebelum berangkat ke Kantornya, Ayah juga menyempatkan waktu untuk datang ke sekolah. Dia ingin meluruskan masalah Arkan yang sudah beberapa hari enggan pergi ke sekolah.
Kepala sekolah menyambut kedatangan Ayah dengan hangat, Arkan memang dikenal sebagai siswa nakal namun populer di sekolah. Selain karena dia tampan, Arkan juga dikenal sebagai anak orang kaya dan semua orang menghargai hal itu. Sosoknya tak luput dari perhatian seluruh orang di sekolah.
"Arkan, masih sakit... dia butuh beberapa hari lagi untuk bedrest," kata Ayah memberi alasan palsu, dia tidak ingin anaknya diberi surat peringatan karena absen tanpa alasan.
"Arkan sakit kenapa pak Aria?" tanya bu Tanti, kepala sekolah Arkan.
"Dia, punya sedikit masalah dengan pencernaannya akhir-akhir ini, mohon di maklumi ya."
"oh, kami bahkan belum tahu hal itu, maaf ya ... semoga Arkan lekas sembuh."
"iya terimakasih bu."
Seorang guru muda datang masuk kedalam ruangan kepala sekolah, itu Bu Arini, kebetulan dia adalah wali kelas Arkan.
"Bu Arini, ini ayahnya Arkan... Pak Aria." kata Bu Tanti.
"Oh, selamat pagi pak ... ada apa dengan Arkan? Sudah terhitung 4 hari dia gak masuk sekolah," tanya bu Arini pada Ayah, Bu Arini memang wali kelas yang sangat perhatian.
"Dia sakit, dan maaf saya baru mengabari sekaran ... dia juga butuh beberapa hari lagi untuk pemulihan," jawab Ayah.
"Oh, sakit kenapa?"
"Masalah pencernaan, tapi, sekarang dia baik-baik saja, hanya butuh beberapa hari lagi untuk istirahat."
"oh, semoga lekas sembuh ya pak, masalah pelajaran yang tertinggal nanti saya berikan rangkuman agar dia bisa belajar di rumah."
"Oh iya, terimakasih banyak bu, Arkan memang butuh hal itu."
Ayah merasa senang dan tenang karena dia sudah selesai mengurus sekolah Arkan, dia lega karena wali kelas Arkan begitu pengertian.
Akhirnya dia bisa sedikit bernafas lega, dia bisa menjalani rutinitasnya lagi di kantor dengan damai.
***
Guru privat yang Ayah pesan sudah datang, seorang wanita muda yang terlihat pintar. Mungkin dia guru matematika.
Bi Ija mengantarnya sampai ke ruangan Arkan, saat masuk Arkan hanya menatap keduanya dengan tajam, Arkan masih rebahan di tempat tidurnya dengan tangan yang sibuk memainkan game dalam ponselnya.
"Den, ini Bu Alma... guru les yang sudah Tuan siapkan buat den Arkan," kata Bi Ija.
"Hai Arkan, saya Alma... guru matematika kamu untuk sementara ini." Alma mencoba menyapa Arkan dengan ramah, tapi dia tidak mendapat tanggapan apapun. Arkan masih bersikap cuek dan meneruskan gamenya.
Alma melirik kearah bi Ija, dan bi Ija hanya tersenyum getir, dia tahu saat ini Arkan tidak akan mungkin menerima siapapun dengan baik yang masuk ke kamarnya.
"Kita mulai ya Arkan."
"Pergi!!!" ujar Arkan tegas, matanya yang memerah menatap tajam kearah bu Alma yang jadi semakin canggung dan takut.
"Den, Bu Alma hanya akan mengajar kamu satu jam saja... biar pelajaran kamu gak terlalu ketinggalan di sekolah!" kata bi Ija membantu.
"Pergi!" ujar Arkan lagi semakin tegas.
"Tapi den ...."
"Pergi! Pintunya di sebelah sana!" kata Arkan sungguh sarkas, dia menunjukan pintu untuk Bi Ija dan Bu Alma agar segera angkat kaki dari habitatnya itu.
Bu Alma menyerah, dia merasa tidak mungkin meneruskan misinya untuk mengajar Arkan secara privat, dia pun menyerah dan pergi.
Bi Ija merasa tidak enak, dia mengantar Bu Alma sampai ke depan rumah.
"Maafkan Den Arkan ya bu...." kata bi Ija.
"gak apa-apa Bi, saya mengerti kondisi mentalnya saat ini, sebaiknya jangan terlalu memaksanya, biarkan hatinya melunak dengan sendirinya," kata Alma bijak.
"Iya, terima kasih banyak bu atas pengertiannya.."
"Iya, tolong sampaikan juga permintaan maaf saya pada pak Aria ya."
Bu Alma berlalu dengan sepeda motornya, Bi Ija merasa sangat sedih. dia sedih melihat Arkan yang semakin freak.
Beberapa jam kemudian guru lainnya datang, mungkin itu guru bahasa inggris yang sudah ayah sewa, dia mendapatkan perlakuan yang sama dan dia pun menyerah dengan mudah.
Dia tidak tahan melihat Arkan yang bersikap seperti monster saat ini, hanya bi Ija yang meminta maaf atas semua kejadian itu.
Bi Ija sedih, karena tidak ada satupun guru privat yang mampu mengajar Arkan hari ini. Arkan benar-benar tidak ingin ada siapapun yang masuk ke kamarnya dan mengganggunya saat ini.
Sore tiba, Ayah pulang dari kantor dan bi Ija menyambutnya dengan raut muka yang lesu.
"Bagaimana? Guru-guru itu cukup kompeten kan untuk mengajar Arkan di rumah?" tanya Ayah cukup semangat, Bi Ija menggelengkan kepalanya, Ayah heran, dan dia hanya menautkan kedua alisnya tanda dia tidak mengerti dengan jawaban bi Ija.
"Gak ada yang mengajari Den Arkan hari ini pak, belum sempat duduk ... kedua guru yang sudah pak Aria suruh itu malah di usir mentah-mentah sama Den Arkan," jelaskan bi Ija, semangat Ayah hilang seketika.
Dia tak tahu lagi harus bagaimana agar anaknya mau tetap belajar walau di rumah. Ayah sungguh tidak ingin Arkan ketinggalan pelajaran sekolahnya.
"Menurut saya, sebaiknya Pak Aria hubungi wali kelasnya, mungkin ... wali kelasnya bisa melakukan pendekatan pada den Arkan," usul Bi Ija, dan ayah tampak langsung setuju.
"Mungkin, wali kelasnya bisa memberi semacam konseling ringan pada Den Arkan ...." lanjut bi Ija.
"Iya, itu benar!"
"Semoga Den Arkan lekas pulih, dan mau berangkat ke sekolah lagi. Kasihan dia, hanya mengurung diri seharian, saat ini dia pasti sangat membutuhkan teman yang bisa bicara dari hati ke hati."
"Bukannya kemarin ada teman-temannya kesini?" tanya Ayah.
"Iya, ada Vero sama Aldi, tapi belum sempat masuk den Arkan sudah menyuruh mereka pulang."
Ayah mulai berpikir keras lagi, dia benar-benar memikirkan masa depan sekolah anaknya. Dia tidak mungkin membiarkan Arkan putus sekolah karena masalah rumah tangganya ini, di lubuk hatinya yang terdalam, Ayah sungguh merasa bersalah.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments
arini atminatul
hohoho aku di sini berperan sebagai guru matematika 🤓
padahal di dunia nyata pelajaran matematika adalah pelajaran yg paling susah masuk ke otak ku 😭
definisi masuk telinga kanan keluar telinga kiri pelajaran/materi yg di jelaskan cuman numpang lewat di otak doang 😃👍🏻
2021-11-20
0
Atikah Shafarina
mulai suka novelnya...
sulit ditebak jalan ceritanya kayak apa..
2021-01-03
1
Shitatantra❣
Ayo Arkan sayang bangkit😉
2020-12-20
1