Ruang Teduh Untuk Arkan

Ruang Teduh Untuk Arkan

ARKANA

Pagi yang dingin, sedingin hati seorang anak muda bernama Arkana. Dia masih berkutat di atas tempat tidurnya yang nyaman, tak ada alasan yang bisa membuatnya segera bangkit dari sana. Dia merasa kehilangan motivasi sejak Ayah dan Ibunya resmi bercerai.

Ya! Ini hari ketiga tepat dia menjadi seorang broken home. Dia sebenarnya belum dan mungkin tidak akan pernah siap menyandang titel itu. Dia akan selalu membutuhkan perhatian orang tua secara utuh.

Mungkin benar, Arkan memang terlalu mentah untuk mengerti apa saja yang Ayah dan Ibunya lalui selama hampir 18 tahun membina biduk rumah tangga. Ia tidak tahu apa yang mereka rasakan. Tapi yang Arkan tahu, dalam setiap perceraian korban paling nyata adalah seorang anak dan itu yang tengah dia rasakan saat ini.

Dia tidak pernah mengungkapkan rasa sayangnya pada Ayah dan Ibu tapi harapannya selalu terbungkus rapi dalam benaknya bahwa dia ingin selalu tinggal di atap yang sama bersama mereka sampai dia beranjak dewasa kelak.

Tanpa permisi Bi Ija masuk ke kamar pemuda yang hampir genap 17 tahun itu. Bi Ija adalah asisten rumah tangga di rumah Arkan, saat ini rumah menjadi hak Ayah dan hak asuh juga jatuh ketangan Ayah.

Bi Ija mendekat, dia agak kaget karena ternyata Arkan sudah membuka matanya sejak tadi.

"Eh Den, m ... anu ... Tuan sudah menunggu di meja makan, Den Arkan juga harus segera bersiap untuk pergi ke sekolah, ini udah siang lho Den ...." kata Bi Ija, dia tampak canggung. Beberapa hari terakhir ini Arkan memang agak freak, sepertinya perceraian orang tuanya masih lekat sebagai moment terburuk dalam hidupnya.

Arkan melirik ke arah Bi Ija dengan tatapan tajam, Bi Ija jadi takut.

"Bibi bantu siapin seragam sama tas ya den ...." kata Bi Ija lagi.

"Gak usah!!" ujarnya singkat dan tajam.

Arkan kembali menarik selimutnya, lalu dia mencoba memejamkan matanya kembali. Bi Ija bingung, dia tak tahu lagi bagaimana caranya untuk membujuk Arkan pergi ke sekolah. Sejak 3 hari lalu Arkan enggan pergi ke sekolah.

"Den ...."

"Tolong jangan ganggu saya!" kata Arkan pelan namun terdengar tegas.

Bi Ija menyerah, dia kembali keluar meninggalkan Arkan dan rasa sesaknya.

Selepas itu, Bi Ija menemui Ayah yang masih menunggu kehadiaran putra semata wayangnya di meja makan.

"Anu tuan ... Den Arkan, masih belum mau untuk turun dari kamarnya ...." kata Bi Ija.

Ayah tidak terlalu menanggapi, setelah tahu hal itu dia memulai menyantap sarapannya. Dia hanya ingin menunggu anaknya untuk mau makan bersama, tapi dia sepertinya tidak ingin memaksa.

Ayah bisa saja memberikan apapun yang Arkan inginkan, hanya saja permintaan untuk tetap menjalin hubungan dalam sebuah ikatan pernikahan dengan Ibu, Ayah sungguh berat untuk memenuhinya.

Tak ada yang tahu apa yang memicu pertengkaran berkesinambungan yang Ayah dan Ibu alami. Masalah rumah tangga mereka, benar-benar hanya mereka yang tahu. Bahkan banyak orang-orang yang menyayangkan perpisahan keduanya, orang-orang tidak pernah melihat cela dalam kehidupan rumah tangga mereka.

"Bi ...." panggil Ayah pada Bi Ija yang masih ada di belakangnya.

"Iya Tuan."

"Bujuk dia untuk makan!"

"Iya Tuan."

Ayah menuntaskan sarapannya, lalu dia bergegas menuju mobil dan segera pergi untuk menjalani rutinitasnya di kantor.

Bukan hanya Arkan yang terpukul, sebenarnya Bi Ija pun merasakan kehampaan yang dalam sejak Ibu pergi dari rumah. Sejak hari itu, rumah benar-benar terasa dingin dan hambar.

'Ya Tuhan, tolong kembalikan kehangatan di rumah ini,' harapnya dalam batin, dia bereskan meja makan dan hatinya terasa perih karena hanya ada satu piring dan satu gelas yang dia bereskan

Lalu sebelum benar-benar pergi ke dapur, dia pandangi potret seorang bayi manis yang terpajang di ruang makan itu.

Senyum hangat bayi menggemaskan itu malah membuat matanya berembun, dia melihat sebuah ironi dalam potret itu.

Itu adalah Arkan kecil, senyum menggemaskannya tak dapat dirasakan lagi saat ini, bahkan Arkan benar-benar mengubah imagenya menjadi sangat gelap dan tertutup.

'Den Arkan .... ini pasti berat untukmu Nak,'' batin Bi Ija lagi dan tanpa sadar dia pun sudah menitikan air mata.

Arkan, ya! Dia memang sungguh terpukul.

Dia ingin memejamkan matanya tapi tetap tak bisa, banyak sekali hal yang mengganngu pikirannya. Batinnya berkecamuk dan sejak semalam dia tetap belum juga bisa memejamkan matanya.

"Arrrrggggggggghhhhhhhh ...." teriaknya di bawah selimut, sesaknya semakin menjadi setiap ingat apa yang dia alami sejak 3 hari yang lalu.

Arkan memang anak yang cuek, tapi dia adalah orang yang paling terluka dalam hal ini.

Kadang terlintas di benaknya untuk pergi dari rumah dan mencari tempat lain untuk mencurahkan rasa kecewanya, bahkan kadang dia berpikir liar untuk lari pada hal-hal negatif yang bisa menkonversi rasa sakit hatinya, pikiran-pikiran itu berputar-putar di atas kepalanya. Dia hanya menunggu waktu yang tepat untuk merealisasikannya.

Arkan sungguh butuh kehangatan, Arkan butuh perhatian yang berbeda, Arkan butuh teman yang bisa menyelamatkannya dari pikiran liar yang membelenggunya.

Ya, Arkan butuh teman saat ini.

Akankah ada seseorang yang mampu menemani hari-hari kelamnya ini?

Terpopuler

Comments

erviani

erviani

baru mampir . .

2024-06-24

0

Lia Yulia

Lia Yulia

q mampir kak🤗

2022-08-23

0

🥰Dewimitohamasreka🥰

🥰Dewimitohamasreka🥰

bab pertama meyentuh, mari lanjutkan

2022-04-20

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!