Tadi, saat Matteo mulai menghidupkan shower di kamar mandi, Alara bergegas menghampiri kopernya untuk mengambil baju ganti, meski agak kesulitan untuk berjalan sebab denyutan pada inti tubuhnya, Alara tetap berusaha meraih kopernya.
Setelah memakai piyama satinnya, Alara kembali membaringkan tubuhnya yang terasa remuk redam ke atas ranjang lagi.
Saat tubuh sudah terbaring miring, air mata yang sempat berhenti tadi kembali mengalir, bahkan lebih deras dari sebelum hidupnya benar-benar hancur di tangan Matteo.
"Apa salahku," lirih ucapan itu terdengar.
Segala duka lara menyelimuti hatinya, mengapa hidupnya selalu lemah seperti ini, mengapa ia tidak bisa melawan sama sekali. Bukankah dia punya hak untuk membela diri, dia punya hak untuk didengarkan.
Namun nyatanya, semua terbantahkan saat Matteo memutuskan untuk menikahinya, alih-alih menuntutnya ke pengadilan. Kepada siapa lagi ia akan meminta pertolongan, bahkan semua orang saat ini tidak ada yang mau mempercayainya.
Keluar dari rumah ini pun terasa tidak mungkin, akan kemana dia? Bahkan tujuan pun ia tidak punya. Apa dia harus kembali ke panti asuhan tempatnya di besarkan? Tidak! Tidak mungkin dia pergi ke tempat itu dengan membawa beban yang sangat berat kesana.
Ia tidak ingin membebani ibu panti jika ia pergi kesana, lalu iya akan kemana? Bukankah jika ia pergi lari, Matteo akan semakin dendam kepadanya? Dia tidak melawan saja Matteo seakan ingin mengulitinya hidup-hidup.
Membayangkannya saja Alara tidak sanggup, apalagi kalau sampai dia benar-benar pergi dan Matteo akan mengerahkan kuasanya untuk mencarinya dan dia akan menyiksa dirinya lebih parah lagi.
Akhirnya niat untuk lari dia usir jauh-jauh dari pikirannya, dia memutuskan tidak akan lari, dia akan menghadapi semuanya dengan ikhlas, ia berharap suatu saat Tuhan yang maha baik akan menunjukkan kebenaran atas dirinya.
Pintu kamar mandi terbuka, membangunkan Alara dari lamunannya. Gadis itu semakin meringkuk, rasa takut kembali menderanya, takut kalau-kalau Matteo akan melanjutkan siksaannya.
Saking takutnya, Alara sampai menggenggam erat selimut yang membungkus dirinya saat langkah kaki Matteo semakin mendekat pada ranjang. Gadis itu memejamkan mata seperti menanti sesuatu yang akan dilakukan Matteo pada dirinya.
Ternyata nihil, tidak ada suara pergerakan lagi dari Matteo. Tapi Alara sungguh tidak berani untuk berbalik dan melihat laki-laki itu sedang apa. Jangankan berbalik, bergerak sedikit saja, tidak, Alara bahkan menahan nafasnya sebentar saking takutnya.
Semetara itu Matteo masih berdiri di dekat sisi ranjang sambil memperhatikan Alara yang meringkuk. Terlihat bahu Alara yang sudah terbungkus piyama, sudah tidak polos seperti tadi.
Matteo diam sambil memperhatikan Alara yang meringkuk menutupi sebagian tubuhnya dengan selimut bukan karena iba, dia tahu apa yang di lakukannya pada Alara sangat kasar dan tidak manusiawi.
Justru dia sedang mengukur sudah seberapa besar gadis itu tersiksa, karena dia akan menambahkan siksaan itu setiap harinya,tidak, setiap detiknya untuk gadis itu.
Matteo tidak peduli belas kasih sampai tujuannya menikahi Alara tercapai, yaitu membuat gadis itu tidak ingin hidup lagi dan akan mengakhiri hidupnya sendiri.
Bukankah itu sangat adil untuk Ayesha, Alara mati dengan keputusasaan yang tidak sanggup ia tanggung sendiri. Sebesar itulah Matteo membenci Alara saat ini.
Setelah puas memikirkan sesuatu hal yang mengerikan, Matteo melangkah menghampiri lemari baju miliknya dan membiarkan Alara yang larut dalam kesedihan.
Sungguh tidak ada sedikitpun rasa iba di hati Matteo pada seorang gadis yang bertubuh mungil seperti Alara, bahkan Matteo tidak pernah melihat Alara sebagai seorang gadis cantik bertubuh mungil, di pandangan matanya saat ini Alara tidak lebih hanya seorang pembunuh berdarah dingin yang memanfaatkan kepolosan wajah imutnya itu.
Cih! Aku tidak akan tertipu dengan wajah sialan itu.
Tidak ada yang bisa memungkiri wajah Alara memang cantik dan imut, sekali pun rasa dendam bergelayut di hati seseorang. Wajah bulat dengan hidup kecil dan mata yang lebar menggemaskan, bahkan seorang Matteo juga mengakui itu, walau dengan bahasa yang berbeda, pembunuh berwajah menggemaskan.
Cih! Dia benci itu.
Masih memilih baju apa yang akan dikenakan, membolak-balik dan mencari lagi. Tapi tidak satu pun baju yang ingin dia pakai dari lipatan baju itu, ia kembali menutup pintu lemari dengan dibanting, membuat seseorang di meringkuk di tempat tidur telonjak.
Matteo melihat hal itu langsung menyeringai jahat lalu berjalan kembali mendekati ranjangnya. Tanpa aba-aba dia langsung menarik paksa selimut tebal dari tubuh Alara.
Gadis itu langsung reflek terduduk dan memeluk dirinya sendiri, wajahnya tertunduk dan terlihat sangat menyedihkan.
Deg
Jantung Matteo berdebar saat melihat wajah menyedihkan Alara, tapi dengan cepat ia menggelengkan kepalanya dan membesarkan lagi egonya untuk mendendam kepada Alara.
"Kau pikir siapa dirimu, turun dari ranjangku!" Bentak Matteo keras.
Membuat Alara kembali melonjak kaget atas bentakan tersebut, dengan seluruh tubuh yang gemetar, Alara turun dari tempat tidur.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
💥💚 Sany ❤💕
Pingin qu ketok dg palu si Mateo biar otaknya gak geser ge.
2023-04-26
0
💥💚 Sany ❤💕
Buka mata n hati mu Mateo...sebelum semua terlambat. Lebih baik kamu selidiki ulang semuanya.
2023-04-26
0
Purnawati zainir
baca 2 bab... isi nya narasi semua...
2023-03-21
1