"Penerbangan kita delay, kita harus menunggu beberapa jam karena cuaca sedang extrem. Jadi gimana, kita pulang dulu atau tetap disini?" Alam memberitahu penundaan penerbangan mereka.
Harusnya jam sepuluh ini mereka akan terbang, tapi karena hujan badai pihak bandara memutuskan untuk menunda penerbangan sampai semua aman terkendali.
"Disini saja, kalau pulang takutnya ketinggalan pesawat," balas Luna.
"Baiklah, aku mau ke kantin kamu mau nitip apa?" tanya Alam. Jelas sekali dia masih kesal akan tindakan Luna beberapa hari lalu, yang akhirnya membuatnya mengalah.
"Apa saja yang penting enak," balas Luna.
Alam hanya mengangguk, setelahnya dia menatap ke arah Arumi seakan bertanya juga. "Emmm ... aku ikut saja, nanti Kakak salah beli," kata Arumi.
Tak mau ambil pusing, Alam mengiyakan perkataan Arumi. Mereka berdua akhirnya menuju kantin. Sesampainya di sana, Arumi segera masuk ke supermarket mini.
Arumi mengambil beberapa camilan untuknya juga yang lain. Tapi, tanpa dia sadari, ternyata Alam terus menatapnya tanpa henti dari belakang. Tatapan intens, serta penuh tanda tanya.
"Kak, kok gitu banget sih ngeliatinnya. Apa ada yang aneh?" tanya Arumi ketika menyadari tingkah laku Alam.
"Aku hanya heran saja, Rum. Kamu ini masih muda tapi mau mengambil keputusan besar, apa sedikitpun tak ada rasa penyesalan atau takut nasibmu kedepannya?" tanya Alam sangat penasaran.
Jujur saja, dia benar-benar bingung pada Arumi. Meski umurnya sangat muda, tapi pemikirannya di luar nalar bisa dibilang melebihi pemikiran orang dewasa.
"Kenapa harus menyesal jika semua ini untuk kebaikan kalian? Dari awal aku tak memiliki masa depan, tapi karena kalian berdua aku bisa merasakan kehangatan keluarga," balas Arumi terus tersenyum. Senyuman tulus dari lubuk hati, tanpa ada rasa tertekan atau manipulasi.
"Dari kecil, aku selalu disiksa dan tak pernah bisa merasakan kasih sayang orang tua. Mereka terus menyuruhku kerja, menjual diri. Namun, Tuhan mempertemukan kita. Sepertinya memang ini rencana Tuhan, agar aku menjadi perantara kalian untuk memiliki anak." Sambungnya tak pernah memudarkan senyuman di bibirnya.
Alam pun hanya bisa ikut tersenyum sambil mengacak-acak rambut Arumi. Dia tak bisa membalas lagi jika Arumi mulai berkata seperti ini, "kamu orang baik, Rum. Sangat baik, aku janji setelah melahirkan nanti akan ku biayai semua keperluanmu sampai ada lelaki baik yang tulus menerima kamu apa adanya."
***
Arumi mere*mas kuat Jemari-jemarinya saat mendengar penjelasan Dokter. Setelah mereka sampai di Singapura, kakaknya langsung ingin konsultasi dengan Dokter, sehingga mau tak mau Alam menuruti permintaan istrinya.
Seperti saat ini, Arumi tengah di USG untuk memastikan jika rahimnya sehat dan tak ada kendala apapun, selesai melakukan USG Dokter juga menjelaskan prosedur-prosedur yang harus dijalani Luna sebelum pengambilan sel telur.
Mereka bertiga saling menguatkan dan saling memberi semangat, Alam juga menjadi peran terpenting untuk kedua wani yang saat ini tengah berjuang mati-matian untuk mendapatkan seorang anak.
Setiap hari Alam membantu istrinya menyuntikkan obat-obatan ke dalam tubuhnya, sedangkan untuk Arumi, Alam terus memberikan makan sehat agar tubuhnya selalu fit ketika proses penanaman embrio.
"Bagaimana, Dok? Apakah ada sel telur yang berhasil dibuahi?" tanya Alam penuh harap, pasalnya ini sudah kelima kalinya mereka melakukan proses bayi tabung tapi selalu gagal pembuahan selama tujuh tahun.
"Maaf, pembuahannya gagal. Sekali lagi maaf."
Deg!
Jantung Alam seketika berdetak kencang, bukan dia kecewa tapi Alam memikirkan perasaan Luna, istrinya itu pasti sangat terpukul dan akan menyalahkan dirinya sendiri.
Seketika dia menoleh ke arah Luna yang sedari tadi hanya diam. Alam tau sekali perasaan istrinya, sehingga dia memilih untuk menggenggam erat jemari-jemari Luna.
"Gagal lagi?" Luna tersenyum sinis.
"Mungkin belum waktunya, Sayang," balas Alam penuh kelembutan.
"Terus waktunya kapan? Perjanjian antara aku dan mama semakin hari semakin dekat, tapi kita belum juga berhasil, Mas!" seru Luna tak bisa menahan air matanya lagi. Hatinya cukup lelah dengan proses-proses, tapi hasilnya tetap pada awal, gagal lagi dan lagi.
"Lun, itu tandanya Allah belum mempercayai kita. Lebih baik sekarang fokus pada masa depan, nggak perlu memikirkan ucapan mama. Yang menikah aku, bukan mama!" Alam ikut kesal, tapi dia mencoba tahan agar suasananya tak semakin keruh.
"Permisi, tapi bisa kah tidak bertengkar di ruangan? Saya paham perasaan anda, tapi ini bukan tempat adu argumen. Kalau saran dari saya, lebih baik rencananya diubah," sela Dokter di tengah-tengah pertengkaran pasutri itu.
"Maksudnya, Dok?" Luna pun langsung menghapus air matanya dan mencoba untuk serius.
"Hari ini sampai tujuh hari kedepan masa suburnya, Arumi. Jika anda memang ingin memiliki anak secepatnya, lebih baik melalui jalur alami. Maaf sebelumnya, tapi jika kita mengulang program itu pun pasti akan gagal lagi kecuali memakai sel telur Arumi. Tapi, berhubung Arumi masih virgin jadi lebih baik dengan cara alami terlebih dulu," usul Dokter membuat Luna maupun Alam terdiam kaku.
Mereka bukan orang bodoh yang tak paham akan ucapan Dokter, mereka tau jika Dokter menyarankan agar Alam dan Arumi melakukan hubungan suami-istri demi mendapatkan anak. Tapi, masalahnya apakah Alam bisa melakukan semua itu?
"Maksudnya Arumi dan Mas Alam melakukan penyatuan, Dok?" tanya Luna dengan suara bergetar hebat. Reaksi tubuhnya tak dapat dibohongi, dia sangat shock tapi berusaha untuk tegar.
"Iya seperti itu. Karena saya melihat riwayat anda selama ini sangat mustahil untuk melakukan program, takutnya gagal lagi," kata Dokter.
Luna terdiam kaku, jantungnya terasa seperti tertusuk seribu panah. Pilihan yang diberikan Dokter sangat sulit, bahkan Luna sampai tak bisa mengucapkan kata-kata lagi.
"Lebih baik saya tidak memiliki anak daripada harus melakukan semua ini, saya rasa semua cukup sampai disini. Ayo kita kembali, Lun!" seru Alam sangat marah.
Alam lebih memilih pergi jauh dari Jakarta daripada harus mengikuti ide-ide gila, juga tuntutan dari orang tuanya. Alam merasa bahagia tanpa anak, jadi untuk apa melakukan semua, jika nantinya akan ada hati yang terluka.
"Mas ...."
"Stop! Aku tak mau membahas ini lagi, cukup melakukan hal-hal gila, Luna! Jika kamu khawatir tentang mama, maka lebih baik kita hidup di Singapura saja, jauh dari orang tua agar kamu nggak dituntut hamil terus-menerus," bentak Alam terlihat sangat serius dan tak bisa diganggu-gugat.
"Mas, tapi kamu perlu penerus." Suara Luna sampai terdengar bergetar. Siapa sih wanita yang rela suaminya bercin*ta dengan orang lain, tapi jika ini jalan satu-satunya maka Luna akan mengesampingkan rasa sakit itu.
"Kita bisa adopsi, please jangan memaksa, Luna!" Alam sangat frustasi menghadapi masalah ini.
"Harus anak kandung, Mas."
"Nggak Lun!" Alam masih menolak permintaan Luna. Sampai mati pun dia tak mau berhubungan dengan Arumi, jika memang caranya hanya bisa seperti itu, maka dia akan mundur.
"Menikahlah dengan Arumi hari ini juga, lebih baik dia yang menjadi maduku daripada orang lain, hanya Arumi!"
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
Tiahsutiah
ya alam nikahi arumi, dengan begitu status nya jelas
2023-01-20
0
️W⃠️️CeMeRLa️nG🌹
itu lebih baik, arumi jadi madu kamu dia tulus sama kalian
2023-01-15
1