Usai pembicaraan dengan Ayah dan kakaknya, Mirza masuk ke kamar. dia berdiam diri di sana, merenungi ucapan sang Ayah. Memang benar semua yang dikatakan oleh pria paruh baya yang sudah menyayangi dan merawatnya sejak kecil itu. tapi untuk meninggalkan sebuah usaha yang sudah lama ia geluti sangat tidak mudah bagi Mirza.
Mirza bahkan sempat mempunyai pikiran kalau posisi yang paling aman dan menguntungkan saat ini adalah kakaknya. Karena kakaknya memang sejak dulu sudah bekerja membantu Ayahnya di perusahaan. Apalagi nantinya sang Kakak lah yang menggantikan posisi Ayahnya. Karena memang dirinya bukan anak tertua. Menurut Mirza, kakaknya sama sekali tidak pernah tahu rasanya jungkir balik membangun sebuah usaha.
Lelah memikirkan masalah keluarganya, Mirza pun menghubungi Karin, kekasihnya. Karena hanya perempuan itu lah selalu menjadi obat dari semua kegelisahannya.
Tepat sekali Karin langsung membalas pesannya. Waktu juga masih menunjukkan pukul sembilan malam. jadi Mirza memutuskan untuk pergi ke rumah kontrakan Karin.
Sementara itu Kavi yang sedang duduk di balkon kamarnya melihat mobil Mirza baru saja keluar dari halaman rumah. entah anak itu pergi kemana, Kavi tidak tahu.
Kavi menghembuskan nafasnya pelan. Setelah pembicaraannya dengan sang Ayah tadi, dia merasa bersalah pada Mirza. Seolah dirinya lah yang mengadu pada sang Ayah atas kinerja adiknya selama ini.
Sebenarnya Kavi tidak masalah jika harus mengurus perusahaan pusat seorang diri. Dia juga bisa merekrut asisten yang benar-benar mumpuni di bidangnya dan bisa membantunya. Tapi dia ingat kalau mempunyai adik yang pastinya juga sangat berkompeten.
Kavi benar-benar merasa serba salah. Dia tidak ingin dianggap Mirza ingin menguasai perusahaan milik sang Ayah. Tapi untuk membuat Mirza fokus dengan perusahaan hingga memaksanya merelakan bisnis yang sudah lama digeluti adiknya itu juga Kavi tidak tega.
Andai saja Mirza tahu tentang perjuangannya selama ini. perjuangannya membantu sang Ayah di perusahaan sebelum adiknya masuk. Sampai-sampai Kavi melewatkan masa mudanya yang harusnya bisa berkumpul dengan teman-temannya untuk menghabiskan weekend, ataupun jalan dengan kekasihnya, Kavi sama sekali tidak pernah melakukan hal itu. di usianya yang sudah menginjak dua puluh tujuh tahun, tidak ada yang lebih penting lagi di hidupnya selain keluarga dan pekerjaan.
Cklek
Tiba-tiba pintu kamar Kavi terbuka. Pria itu belum menyadari kedatangan Mamanya. Karena sejak tadi ia terus menatap langit malam yang tampak bertaburan bintang tapi berbeda jauh dengan kondisi hatinya saat ini.
“Anak bujang Mama lagi ngelamunin apa sih?” ucap Lidia membuyarkan lamunan Kavi.
“Eh, Mama dari tadi? maaf, Kavi nggak tahu.” Jawabnya kikuk lalu mempersilakan Mamanya duduk di kursi sebelahnya.
Lidia hanya mengulas senyum. Sebenarnya wanita paruh baya itu mengerti kalau anak laki-lakinya seperti sedang banyak pikiran. Apalagi baru saja suaminya mengatakan kalau beberapa hari lagi akan mengajaknya tinggal beberapa waktu di luar negeri, dan mempercayakan perusahaan pada dua anaknya. tentu saja itu akan menjadi beban berat bagi Kavi, secara anak bungsunya yang memiliki sifat cenderung susah diatur.
“Apa anak Mama yang tampan ini sedang memikirkan sang pujaan hatinya?” gurau Lidia.
“Mama ini ada-ada saja. memangnya Mama pernah lihat Kavi membawa perempuan datang ke sini dan mengenalkannya pada Mama dan Ayah?” tanya Kavi dan dapat jawaban gelengan kepala dari Lidia.
Karena memang benar adanya. Justru Mirza lah yang pernah mengenalkan kekasihnya padanya dan juga suaminya. kalau Kavi sejak dulu memang tidak pernah dengar dekat perempuan. Seketika itu Lidia merasa bersalah pada Kavi. Sebagai orang tua dia seperti merenggut masa muda anaknya dan membebaninya dengan urusan perusahaan.
“Tapi Mama ingin kamu memperkenalkan calon mantu Mama. ingat, usia kamu sudah tidak muda lagi, Kav!” Ucap Lidia membuat Kavi tersenyum getir.
“Mama tenang saja. jika nanti sudah saatnya tiba, pasti Tuhan akan mempertemukan jodoh Kavi. Kavi juga sama sekali tidak keberatan jika Mirza yang lebih dulu menikah.” Jawab Kavi dengan tenang sambil tersenyum hangat menatap Mamanya.
***
Saat ini Mirza sudah berada di rumah kontrakan Karin. Mirza tampak sedang berbaring di atas sofa ruang tamu Karin. Sedangkan Karin membuatkan kopi kesukaan Mirza di dapur.
“Ini, minumlah dulu!” ucap Karin membawa secangkir kopi untuk kekasihnya.
Kavi meminum kopi buatan kekasihnya itu. ada rasa tenang dalam hatinya. Bukan karena kopinya saja, melainkan perhatian Karin lah yang membuat Mirza tenang. Dia semakin sayang pada sosok perempuan cantik nan sederhana itu.
“Sebenarnya ada masalah apa?” tanya Karin duduk di samping Mirza.
Mirza langsung meletakkan kepalanya di atas pangkuan Karin. Dia menceritakan kegalauan hatinya terlebih masalah keluarganya. Dengan menceritakan keluh kesahnya seperti itu pada Karin, jujur saja membuat Mirza merasa lebih tenang daripada sebelumnya. Dan pastinya Karin akan memberikan nasehat yang sangat bijak untuknya.
Mirza menatap wajah Karin dari bawah. Dia tersenyum tipis pada kekasih yang selalu ada untuknya. Tak lama kemudian Mirza bangkit dari pangkuan Karin. Namun Mirza menopang tubuhnya dengan tangannya sendiri hingga wajahnya berada tepat di depan wajah Karin. Tak lama kemudian dia mendaratkan bibirnya tepat pada bibir ranum Karin.
Ciuman yang hanya beberapa detik itu cukup membuat Mirza lega dan hilang penat dalam pikirannya sejak tadi. sedangkan Karin, selalu saja dadanya berdegup kencang saat Mirza mencium bibirnya seperti itu.
“Aku sangat mencintaimu, Karin. Terima kasih telah sabar berada di sisiku selama ini. aku janji setelah semua pekerjaanku tidak padat lagi, aku akan melamar kamu.” Ucap Mirza dengan sungguh-sungguh.
.
.
.
*TBC
Happy Reading!!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
Ana
kasihan juga ya kavi 🥺🥺sedangkan mirza salah paham seolah kavi tidak pernah merasakan kesusahan 😔
2023-01-02
0
Fatimah Zahid
kira" apa ya rebutan cewek juga 🤔🤔
2023-01-02
1