“Pulang bareng gue, mau?”
Dita diam menatap Bagus yang baru saja menawarinya pulang bersama. Mata hitam milik cowok itu menunjukkan pengharapan yang membuat hati Dita mencelos. Bagus itu baik, lembut pada perempuan walau kadang ia sedikit emosional pada sesama jenisnya. Tapi jauh dari itu, Bagus adalah cowok paling baik dan pengertian yang pernah ia temui. Namun, satu hal harus membuat Dita merelakan cowok itu pergi darinya.
“Kok bengong, Ta? Mau gak? Gue bawa mobil, kok, karna mau jemput bunda di rumah sakit entar.”
Akhirnya Dita mengangguk pelan. Jemputannya juga belum tentu datang dikarenakan mengantar mamanya entah kemana sedangkan pacarnya masih ada rapat osis.
Bagus tersenyum lalu berjalan ke arah mobil HRV hitam diikuti Dita. Cowok itu dengan gantle membukakan pintu penumpang untuk Dita hingga sang empu tersenyum canggung. Bagus masih sama seperti dulu walau ia telah melukai perasaannya.
“Makasih, Kak.”
“Santai aja kali,” ujar Bagus tidak ingin membuat Dita canggung, kemudian menutup pintu lalu setengah memutari mobil membuka pintu kemudi.
“Gimana kabarnya tante Dinda?” tanya Bagus berbasa-basi. Mobil HRV hitam miliknya keluar dari parkiran sekolah diikuti tatapan heran anak The Lion yang masih tinggal di area parkiran.
“Baik,” jawab Dita singkat.
Seperti tidak ingin membahas yang menyangkut mamanya itu.
Ber-oh ria, Bagus menoleh pada cewek itu, hanya sekilas. Kemudian keduanya sama-sama diam dengan kecanggungan yang cukup terasa. Beda seperti dulu, di mana Bagus yang mengeluarkan guyonan dan Dita yang menanggapinya dengan tawa. Mengingat itu, Bagus tersenyum miris. Sampai sekarang ia belum tahu apa penyebab Dita berpacaran dengan Rio.
“Belok kiri, ya, Kak, di depan.” Suara Dita menyadarkan Bagus, cowok itu menoleh dengan wajah bingung. “Kan, ke rumah lo lurus, kenapa belok kiri?” tanyanya.
Dita meringis pelan. “Ehm, itu, Kak. Aku …, aku udah pindah. Iya.” Jawabnya gugup.
Bagus tidak lagi bertanya, cowok itu hanya mengangguk kemudian berbelok ke arah kiri sesuai arahan Dita. Ia juga tidak banyak bertanya tentang kenapa cewek itu pindah atau semacamnya. Bagus sudah cukup tahu dan sadar diri. Ia sama sekali tidak berhak untuk tahu.
“Di rumah warna putih itu, Kak.”
“Oke.”
Bagus menepikan mobilnya di belakang mobil berwarna biru langit dengan tulisan ‘Taksi’ yang terparkir di depan gerbang. Saat Dita keluar, ia juga keluar dari mobil. Dita mengernyit melihat taksi itu kemudian menatap masuk ke dalam rumah bertingkat di dalam sana. Ia dengan cepat masuk disusul Bagus yang ikut masuk saat melihat Dita terburu-buru.
Baru saja Dita akan masuk, seseorang lebih dulu muncul di pintu dengan mendorong kursi roda yang diduduki wanita paruh baya berpandangan kosong ke depan.
“Kakak mau bawa mama ke-kemana?” tanya Dita panik pada cewek yang notabene adalah kakak tirinya ini. Anak dari selingkuhan mamanya.
“Bukan urusan lo!” ketus cewek itu dengan nada dingin. Hati Dita mencelos, ia memang baru beberapa minggu tinggal di rumah ini dan mengenal Krystal Raquelnesya. Tapi entah kenapa, ia sudah menyayangi cewek itu layaknya kakak kandung sendiri.
Saat Krystal akan kembali melangkah untuk pergi, Dita dengan cepat menahan agar saudarinya ini tidak pergi. “Jangan bawa mama pergi, Kak. Kakak di sini aja, kita hid-”
“Dia mama gue. Nyokab lo, yah, si j4lang itu!”
Sakit. Itu yang Dita rasakan. Selama tinggal dengan Krystal memang ia sering mendapatkan umpatan dari cewek itu. Krystal selalu mengumpat padanya, entah itu mengatai mamanya seperti tadi, mengatakan ia dan mamanya perusak rumah tangga orang. Dan mengatai mama Dita adalah perempuan murahan yang gila harta. Dita tidak marah sebab, ia mengerti Krystal terluka.
“Krystal!!” suara berat dari arah belakang itu membuat cewek yang baru saja diteriaki namanya benar-benar pergi dari rumah. Keluar dari gerbang lalu pergi menaiki taksi bersama mamanya setelah sempat menoleh manatap cowok yang berdiri di dekat Dita sekilas.
Sementara cowok itu, masih menatap kepergian mobil taksi tersebut. Otaknya sibuk berkelana akan hubungan seorang Krystal dan Dita. Setahunya, Dita tidak punya saudara dan mama Dita tidak memakai kursi roda seperti tadi.
“Gak usah dengar apa yang kakak kamu bilang, Dita. Dia memang seperti itu, keras kepala dan semaunya.” Suara persis dengan yang tadi meneriaki Krytal menyadarkan Bagus dari semua pemikirannya. Ia menatap pria paruh baya itu dengan bingung. Siapa dia? Pikir Bagus.
“Ini semua salah Dita dan mama, Pa. Kalo aj-”
“Ssst …, jangan dipikirin. Krystal cuma butuh waktu.” pria itu mengelus rambut Dita.
Papa? Batin Bagus. Setahunya, papa Dita itu bukan pria yang di depannya ini.
“Ehm, Ta. Gue balik, ya. Maaf gak sengaja liat yang tadi,” ucap Bagus tidak enak hingga Dita tersenyum maklum.
“Saya permisi, Om.” Bagus menyalami tangan pria itu kemudian menuju mobilnya. Sebelum benar-benar masuk ke mobil, Bagus kembali menoleh ke dalam melihat pria itu.
####
“Makasih, ya, Bun. Berkat Bunda, mama saya gak histeris lagi.”
“Ini sudah tugas Bunda Krystal.”
Wanita berpakaian khas seorang dokter itu tersenyum hangat dan mengelus rambut seorang cewek berseragam sekolah di sampingnya. Krystal. Cewek itu memang saat ini tengah berada di rumah sakit setelah tadi mamanya kembali histeris di atas taksi dengan meneriaki nama papanya.
“Kamu baru pulang sekolah?”
“Iya, Bun. Tadinya mau ajak mama jalan-jalan, tapi pas pulang papa malah ada di sana dan buat mama histeris lagi.”
Gurat sedih tampak jelas di wajah seorang Krystal hingga wanita yang duduk di sampingnya tersenyum prihatin.
“Kamu yang sabar, ya. Mama kamu butuh waktu buat berdamai dengan hatinya. Bunda yakin, mama kamu pasti bisa balik sembuh.”
Krystal menghela napas. “Krystal ragu, Bun. Sejak kecelakaan enam bulan lalu, mama udah stress karna lumpuh seumur hidup. Belum juga stress-nya hilang, papa malah datang bawa istri barunya dan bilang kalau dia mau cerai sama mama.”
Mata Krystal mulai memanas. Ia menunduk, jarinya saling meremas di atas pangkuannya. Wanita di sampingnya tidak tinggal diam, segera ia menarik Krystal kepelukannya.
Menenangkan cewek rapuh yang sudah menangis itu. Sebagai seorang psikiater ia tahu betul, bahwa gadis yang ada di pelukannya ini benar-benar terluka. Umurnya yang masih muda harus terbebani dengan kondisi mamanya dan kondisi keluarganya yang sama sekali tidak mendukung.
“Tenang, ya, Tal. Kamu ingat, kan, Bunda selalu bilang apa? Kalo kamu butuh seseorang buat denger semua masalah kamu, Bunda siap, kok. Kapan pun kamu bisa ke sini. Bunda pasti akan nyempatin waktu buat kamu.”
Krystal mengeratkan pelukannya kemudian berterima kasih hingga deheman seseorang dari arah pintu membuat tangisnya berhenti. Dahinya berkerut, namun saat mendengar suara wanita yang ia sapa ‘Bunda’ ini. Ia tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya.
“Bagus? Kamu dari mana aja, sih? Bunda udah nunggu dari tadi tau. Untung ada Krystal yang temenin,” ucap bunda Hana lalu menghampiri Bagus yang menggaruk tengkuknya. Merasa salah tingkah ditatap terus oleh Krystal.
“Dia anak pasien Bunda?” tanya Bagus yang dibalas anggukan oleh bunda Hana.
“Iya. Namanya Krystal. Dia seangkatan kamu, loh.”
“Udah tau kali,” ujar Bagus pelan kemudian duduk di sofa yang tersisa. Di depan Krystal, membalas tatapan cewek itu dengan alis terangkat.
“Bunda ke kamar rawat mama kamu dulu, ya, Tal. Mau cek keadaannya. Kamu di sini aja, anak Bunda gak gigit, kok.”
Krystal tersenyum kecut. “Iya, Bun.”
Sepergian bunda Hana, Krystal dan Bagus sama-sama diam dengan saling berpandangan. Bukan dengan pandangan lembut. Namun, pandangan yang saling terlihat seperti menyelidiki.
“Lo … denger semuanya?” tanya Krystal.
“Sorry.”
Krystal hanya tersenyum miring. Kejadian beberapa hari ini terlalu aneh menurutnya. Cowok yang menolongnya di perpustakaan, cowok yang menggendongnya, cowok yang mengantar Dita, dan cowok yang menjadi anak dari Dokter mamanya. Seorang Bagus Baskara. Ini bukan sebuah kebetulan.
“Habis dari sini lo mau kemana?” tanya Bagus membuka pembicaraan.
“Buat apa lo tau?”
Bagus mendengus. “Orang kalo ditanya, tuh, jawab. Bukan malah nanya balik Maemunah!”
“Mulut-mulut gue!”
“Lo nyebelin, ya, jadi cewek!”
Mengangkat bahu acuh, Krystal berdiri dai sofa, berniat pergi namun Bagus dengan cepat mencekal tangannya. “Lo mau kemana?”
“Menurut lo?”
Decakan terdengar dari seorang Bagus. “Gue tau lo naik taksi ke sini. Tunggu bunda dulu, entar gue anter.”
Krystal melepas tangan Bagus yang mencekal tangannya saat pintu ruangan terbuka dan masuk bunda Hana dari sana. Wanita itu mengambil tas berwarna putih tulangnya di atas meja lalu menghampiri mereka.
“Yuk. Krystal pulang bareng Bunda sama Bagus, ya. Mama kamu udah dijaga sama suster Eva.”
.
.
.
KRYSTAL MAINNYA UDAH SAMA BUNDA😂
VOTE, KOMEN DAN LIKE JANGAN LUPA, BIAR SAYA YANG UDAH MULAI MALES NULIS BISA SEMANGAT LAGI😭
FOLLOW IG @nurulzaknh_ & @_nurulzstory12
C U
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
(`⌒´メ) HONEY BEAR ✧ 🦕
Udh manggil bunda lagi ehem:)
2020-10-11
1
Sayyidah Husri
Enak nih coz dah deket ma camer 😁😁😁
2020-09-03
1
Aminarti
ngebayangin si bagus tu dylan wang😂😂
2020-07-09
0