BAB 2
Tok.....tok
“Tuan Kevin bangun”
“Tuan, apa anda baik-baik saja? Pagi ini ada shooting di sungai dekat sini Tuan Kevin”
“Tuan Kevin”
Panggil supir pribadi yang setia menemani Kevin melakukan perjalanan jauh, namun hampir setengah jam mengetuk dan memanggil tak jua mendapat respon dari dalam. Supir yang khawatir ini terus berusaha membuka pintu yang terkunci tapi sayang tidak ada kunci cadangan.
Sementara dalam kamar, Kevin bolak balik kamar mandi sejak pukul 6 pagi. Perutnya mendadak mulas sejak bangun tidur. “Ah sial apa yang aku makan sebenarnya?”, Kevin mengadu sakit sembari memegangi perutnya.
Suara yang terdengar dari balik pintu ia abaikan, rasa sakit pada perutnya terlalu kuat. Kevin pun menatap resah pada jarum jam yang bergerak di atas meja. Beberapa menit lagi shooting dimulai dan ia tidak boleh mengecewakan pihak-pihak yang telah menunjuknya memerankan film ini.
“Ah sakit”
“Aku rasa kemarin hanya makan nasi padang saja, ah apa perutku tidak cocok tinggal di desa seperti ini?”, keluh Kevin memaksa diri mengganti piyamanya.
“Ah sial, kenapa wajah perempuan kampung itu memenuhi isi kepalaku. Hah, mungkin dia menyimpan racun didalam makanan”, pikiran negatif Kevin tertuju pada Dayana.
.
.
**
Di sisi lain Dayana sibuk pada kegiatannya, memeriksa sejumlah pasien yang datang. Di klinik ini memang hanya ada dua dokter umum saja dan rekan senior Dayana praktik di klinik yang jaraknya 3 km dari desa. Terkadang datang bilamana diperlukan bantuannya.
“Oh ya ampun kenapa hujannya belum reda juga”, Dayana mengingat jas putihnya yang kotor ia cuci pasti tak akan kering dalam waktu dekat. Dirinya pun mengingat wajah menyebalkan Kevin, Dayana harap pria itu benar-benar sakit perut.
“Huh, bisa-bisanya bocah ingusan itu memiliki banyak penggemar. Apa mereka tidak tahu kelakuannya?”, kesal Dayana langsung mengatup bibir rapat-rapat. Bisa gawat jika ada yang mendengar apalagi penggemar Kevin, bisa jadi ia mendapat serangan dari para remaja yang menyukai bocah ingusan itu.
“Dokter ada pasien lagi, mau diterima sekarang atau istirahat dulu dokter?”, tanya petugas bagian waktu pendaftaran.
“Oh ya boleh sekarang saja”
.
.
Satu minggu setelah kejadian nasi bungkus, Dayana tidak lagi melihat wajah Kevin. Ia mengira bahwa pria menyebalkan itu telah kembali ke ibu kota. Setiap hari pun Dayana selalu melirik pada Villa Kevin yang memang banjir cahaya ketika malam hari. Ada atau tidak penghuni sama saja, pengurus Villa akan mematikan lampu pada pagi hari.
“Kenapa aku selalu melihat ke arah Villa bocah itu?”, aneh Dayana. “Ah mungkin karena lampunya indah, suasana menjadi hangat”, Dayana pun kembali masuk dalam rumah.
Suasana malam seperti inilah yang Dayana sangat rindukan dari adanya keluarga, ia pun terpaksa menghabiskan waktu menonton film atau membaca buku untuk mengusir rasa jenuh. Walau terkadang melakukan panggilan video, tapi tidak setiap hari karena akan semakin membuatnya rindu rumah.
Tanpa terasa waktu telah lewat dari pukul 12 malam, Dayana membawa selimutnya dan pindah ke kamar, memejamkan mata. Pagi nanti kegiatannya akan sama seperti hari-hari sebelumnya, ia pun belum tahu kapan akan kembali ke ibu kota. Mungkin jika perasaannya telah lenyap untuk Dokter Dewa, dirinya benar-benar akan kembali pulang. Telah lewat beberapa tahun Dayana masih sering mengamati foto dokter yang merupakan suami adik sepupunya itu.
Keinginan untuk menjalin hubungan dengan pria pun tidak pernah terpikir, rasanya hati Dayana telah membeku terkubur dalam sakitnya patah hati cinta yang tak bisa memiliki.
Tepat pukul 5 pagi Dayana telah bangun dan bersiap, ia membersihkan rumah lebih dulu kemudian membasuh diri dan mulai sarapan. Hari ini Dayana menggunakan dress sepanjang betis, motif bunga dan flat shoes hitam membingkai kaki jenjangnya. Penampilan sederhana Dayana memang berbeda dari yang lain, mungkin karena wajah cantik dan sikap ramahnya yang mendukung.
Dayana keluar rumah dan mengamati Villa di ujung jalan sebelum benar-benar melangkah menjauh menuju klinik.
“Pagi dokter”, sapa beberapa orang yang lewat. Ya Dayana berjalan kaki untuk sampai pada tempat dimana ia mengabdikan diri sebagai dokter.
Fasilitas mewah yang ditawarkan pamannya, dia tolak mentah-mentah karena tidak layak mendapat itu semua, mengingat Dayana hanyalah keponakan. Dibiayai pendidikan sampai lulus saja beruntung baginya.
“Dokter banyak pasien mengeluhkan gejala flu”, ujar perawat yang selalu mendampingi Dayana.
“Iya, mulai saja dengan pasien urutan nomor 1”, Dayana mengalungkan stetoskop pada lehernya.
.
.
Tidak terasa waktu telah sore, bahkan hampir gelap. Dayana cukup kelelahan menangani pasien yang jumlahnya lebih banyak hari ini. Seperti biasa ia berjalan kaki untuk sampai ke rumah kontrakannya tapi sebelum itu Dayana mengganjal perut lebih dulu, rasa lapar tidak tertahankan, sedari siang belum mengisi apapun dalam perutnya.
Tiba-tiba seorang pria setengah baya mengendarai motor, tergopoh-gopoh, kelelahan mencari kesana kemari.
“Permisi bu, di desa ini apa ada dokter? Majikan saya sakit”
Dayana hanya mendengar samar-samar dari ujung meja, sembari meneguk teh manis hangat pesanannya.
“Oh, ada pak. Itu dokter di desa ini”, tunjuk pemilik rumah makan pada Dayana.
“Dokter bisa bantu, majikan saya sakit, karena jauh ke kota beliau tidak bisa berobat. Badannya menggigil, sudah 2 hari ini flu berat. Berapa pun dokter minta pasti akan di bayar, bisa ikut saya sekarang dokter?”.
“Oh tidak perlu repot pak, memang tugas saya sebagai dokter. Ayo cepat pak”, Dayana dibonceng sampai masuk villa. “Lho, ini kan Villa bocah itu”, gumam Dayana.
“Tuan Kevin flu berat, dokter. Tidak mau makan juga, badannya saja besar tapi sikapnya kekanakan”, ujar pria setengah baya itu.
“Rupanya benar, hah haruskah aku tolong bocah kurang aja itu?”, batin Dayana bergejolak ingat kejadian menyebalkan setelah bertemu Kevin.
“Silahkan masuk dokter, kamar tuan ada di lantai 2”, membimbing Dayana melewati undakan tangga yang terbuat dari kayu. “Ini kamarnya dokter”.
“Pak, kenapa perempuan kampung itu ada disini?”, teriak Kevin dalam balutan selimut.
“Ini dokter yang mas minta. Hanya ada Dokter cantik ini mas”
“Hah, kamu dokter gadungan kan? Jangan-jangan kamu mau meracuniku, ayo ngaku?”, tuduh Kevin.
‘Heh, jaga mulut anda. Dasar bocah ingusan”, sergah Dayana.
“APA? Kamu tidak tahu siapa aku?”.Kevin membuka lebar mata dan menunjuk dirinya tepat di depan hidung.
“Mas Kevin, jadi bubur ayamnya? Saya cari dulu ya mas”, supir kepercayaan Kevin pamit mencari bubur ayam pesanan sang majikan tengilnya itu.
“Ck, sudahlah tidak penting mengenalmu atau tidak. Sekarang apa keluhan yang kamu rasakan?”, Dayana mengeluarkan alat-alat kedokteran dari tasnya.
“Flu, demam”, ketus Kevin menatap tajam Dayana. “Kamu kan yang menyimpan pencahar di nasi bungkus tempo hari? Aku sakit perut dan mundur jadwal shooting”, cecar Kevin.
“Oh, akhirnya doaku terkabul, pria arogan sepertimu memang pantas sakit perut”, ketus Dayana.
“Perempuan kampung kurang ajar”, Kevin membuka selimut dan mendorong tubuh Dayana sampai membentur sofa.
...TBC...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
DO'A YANA TERKABUL, INSTAN AZAB TU SI KEVIN😁😁😁😁😁
2023-06-10
1
Defi
kebanyakan para idol yang dipuja2 sama fansnya kelakuan aslinya emang benar2 nyebalin ya minta ditimpuk 🤦♀️🤣
2023-01-27
1
Sunmei
2like hadir semangat kak
mampir iya
2023-01-15
0