Apa Kau Masih Waras?!

"WHAT'S?!! Jadi semalam kau salah masuk kamar dan tidur dengan pria asing, lalu paginya kau menemukan kartu hitam ini diatas meja dengan sebuah surat yang isinya sebuah permintaan maaf. Yang dalam artian lain, pria itu telah membelimu?!"

Jessica mengangkat bahunya. "Entahlah, apapun artinya. Aku harus menemukan Devan dan mengembalikan kartu hitam ini padanya, aku tidak mau dianggap sebagai wanita murahan karena menerima kartu ini!!"

Sontak mata Jia memicing. "Devan, jangan bilang jika berpikir yang tidur denganmu semalam adalah dia? Karena semalaman Devan ada di kamar sebelah dan kami mengobrol sampai larut malam. Sama sepertiku, dia juga cemas karena kau tak menghilang."

"Lalu jika bukan dia orangnya, terus siapa?" Jessica tampak terkejut.

"Memangnya kamar nomor berapa yang kau masuki semalam?" Jia menatap Jessica penasaran.

"Kamar yang bersebelahan tepat dengan kamar ini. Ketika aku masuk ke dalam kamar itu dalam keadaan gelap gulita, aku pikir kau yang mematikannya. Dan ketika sampai di dalam, aku melihat siluet laki-laki tengah berbaring diatas tempat tidur. Dia bertanya siapa aku lalu memintaku untuk pergi, ya dia mengusirku."

"Lalu kenapa kau tidak pergi!!" Jia menyela cepat ucapan Jessica.

Perempuan itu menggeleng. "Aku benar-benar mabuk berat dan tak sadar apa yang telah aku lakukan. Bahkan ketika aku bangun pagi ini. Aku tidak ingat semalam yang telah kulakukan, yang aku ingat sudah berciuman panas dengan laki-laki asing. Dan selebihnya aku tidak ingat lagi, karena ketika bangun aku tanpa sehelai benang pun." Ujar Jessica menuturkan.

Jia mengusap wajahnya dengan kasar. Dia benar-benar tak mengerti dengan sahabatnya ini. Disaat perempuan lain menangis darah setelah kehilangan kehormatannya. Tetapi hal tersebut tak tampak pada sahabatnya ini. Marah, kecewa dan sedih tak tampak sedikit pun dimatanya. Dia terlihat biasa-biasa saja.

"Apa kau masih waras?"

Jessica menaikkan sebelah alisnya dan menatap dia dengan bingung. "Tentu saja aku waras, Kenapa kau bertanya begitu?"

"Karena kau aneh!!" Jia menyela ucapan Jessica. "Disaat wanita lain menangis darah setelah kehilangan mahkota paling berharganya, tapi kau malah bersikap santai dan biasa-biasa saja!! Apa menurutmu ini wajar?!"

"Memangnya Apa yang perlu ditangisi dan disesali? Karena semua juga sudah terjadi, disesali pun tidak akan ada gunanya karena hal itu tidak akan mengembalikan apa yang telah hilang. Menangis hanya akan membuang waktu dan energi saja." Jawabnya menimpali.

Bohong jika mengatakan Jessica tak sedih dan marah setelah apa yang terjadi semalam. Karena yang hilang dari dirinya adalah mahkota paling berharga yang tak ternilai sama sekali. Tetapi semua sudah terjadi, dia tak ingin menjadi wanita bodoh yang terus-terusan larut dalam kesedihan yang tak berujung. Disesali dan ditangisi pun tak ada gunanya.

"Benar-benar wanita yang kuat, Jess. Jika saja aku yang berada di posisimu, pasti aku sudah menangis darah. Lalu apa rencanamu sekarang?" Jia menatap Jessica penasaran.

"Tentu saja mencari dan menemukan laki-laki itu, aku harus mengembalikan kartu hitam ini padanya. Jujur saja aku senang mendapatkan kartu hitam ini, sebenarnya sayang sekali, tapi jika aku mengambilnya maka itu tak ada bedanya diriku dengan para jal*ng murahan di luaran sana!!" Jawab Jessica.

"Padahal Sayang sekali, Tidak semua orang bisa memiliki kartu hitam itu. Tapi mau bagaimana lagi, memang sebaiknya tak kau gunakan." Jia menghela napas panjang.

Ya, benar sekali. Jessica harus mencari dan menemukan orang itu lalu mengembalikan kartu hitam yang dia tinggalkan untuk menebus peristiwa yang terjadi semalam. Dia bukan wanita mur*han yang akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan uang.

Lagi pula dia bukanlah perempuan menyedihkan yang kekurangan uang. Dia berasal dari keluarga kaya raya, dan keluarganya berada diurutan kelima sebagai keluarga terkaya di Asia.

"Kau mau kemana?" Tanya Jia melihat Jessica mengambil tasnya.

"Pulang, aku sangat lelah dan ingin beristirahat. Aku pergi dulu, sampai jumpa besok." Jessica melambaikan tangannya dan meninggalkan dia begitu saja.

-

-

Jantung pria itu berdetak kencang. Peluh membanjiri di sekujur tubuhnya, berkali-kali dia menelan ludah melihat tatapan tajam lelaki yang duduk di depannya. "Tu...Tuan, saya bersalah. Saya tidak akan melakukan kesalahan lagi." Ucapnya dengan suara gemetar.

Lelaki itu menyeringai tajam. "Memaafkanmu, kenapa kau berharap aku memaafkan dirimu?! Apa kau sadar dengan kesalahan yang sudah kau lakukan?"

"Sa...Saya sadar. Untuk itu saya minta maaf. Tu..Tuan, tolong ampuni saya."

Lelaki itu memainkan sebuah senjata api, sesekali ujung senjata itu dia arahkan pada pria di depannya. Membuat keringat dingin semakin deras mengucur dari pelipisnya. Apakah dia akan mati hari ini? Itulah yang dia pikirkan.

"Aku akan memberimu dua pilihan. Mati dengan cepat atau perlahan-lahan?" Dia menatap langsung ke dalam manik hitam pria tersebut.

"Tuan, saya mohon. Ampuni saya, jangan bun*h saya." Dia merangkak dan memeluk kaki lelaki itu.

Mencari masalah dengan lelaki ini sama saja dengan bunuh diri. Dia paling benci dengan namanya penghianatan. Dan harga mahal yang dibayar oleh seorang penghianat adalah dengan kematian. Tak ada yang selamat apalagi lolos dari Kematian setelah mengkhianatinya.

Lelaki itu bangkit dari kursinya dan menatap tajam pada pria yang masih memeluk kakinya. Dengan kasar dia menyentakkan kakinya hingga pria itu tersungkur ke belakang. "Kau memang akan diadili, tapi bukan aku yang akan mengadilimu, tapi mereka!!"

Pria itu menggeleng. Dia meronta dan terus berteriak ketiga tub*hnya di seret menuju ruangan gelap dengan aroma besi berkarat yang kuat. Menangis, meraung, memohon, semua itu tak akan ada gunanya. Dia telah melakukan kesalahan besar dan membuat bos Mafia yang paling berbahaya marah. Dan dia harus membayar mahal untuk perbuatannya tersebut.

"Xiao Luhan!! Kau benar-benar Iblis!!"

Lelaki itu Luhan, hanya melambaikan tangannya tanda tak peduli. Dia pergi meninggalkan bangunan super megah dengan tiga lantai tersebut. Pria itu telah melakukan sebuah kesalahan yang tak termaafkan, dan orang seperti dia memang pantas mendapatkan hukuman.

.

.

Tappp....

Luhan menghentikan langkahnya saat dia mencium aroma parfum yang sangat familiar ketika seorang perempuan melewati mobilnya. Dia segera turun dan menoleh kearah perempuan itu pergi, namun nihil. Sosok itu telah menghilang dan dia tak tau kemana dia berbeloknya.

"Tuan, ada apa?" Tegur seorang pria melihat wajah kebingungan bosnya.

Luhan menggeleng. "Bukan apa-apa." Kemudian Luhan masuk kembali ke dalam mobilnya. Aroma parfum itu mengingatkannya pada aroma perempuan yang masuk ke kamarnya malam itu. "Aku tidak mungkin salah, mungkinkah yang baru saja lewat itu benar-benar dia?"

-

-

Bersambung.

Terpopuler

Comments

Vina Pembriyani

Vina Pembriyani

ternyta si Luhan yg tdr sama Sica

2023-01-25

1

Franda Frans

Franda Frans

nah tambah yakin aku 🤣🤣

2023-01-04

1

Franda Frans

Franda Frans

nah feeling aku ko yakin kalo Luhan yg tidur ama Sicca 😁😁

2023-01-04

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!