Terluka

Setelah adanya Jeslyn, kini kehidupan Lisa tak terasa pahit seperti sebelum-sebelumnya. Dia jadi memiliki teman sebangku, bahkan beberapa teman sekelasnya sudah berani mulai mengajaknya mengobrol.

Tentu saja semua itu berkat social butterfly Jeslyn yang membuat semua orang akan tertuju padanya. Jennie tak pernah gagal menjadi yang paling dominan saat teman-temannya mulai mengobrol.

Kelas hari ini berakhir cukup larut karena wali kelasnya memberikan beberapa lembar pertanyaan tentang masa depan mereka. Belum lagi hari ini Jeslyn ada piket kelas, jadi Lisa harus menunggu Jeslyn selesai sampai akhirnya langit mulai gelap ditambah hujan deras.

Tidak hanya Lisa yang bersyukur dengan kehadiran Jeslyn, tapi begitu pun sebaliknya. Jeslyn merasa bersyukur saat Lisa selalu berada di dekatnya, karena tidak akan ada hantu yang berani mendekatinya lagi.

Apalagi sekolah ini begitu ketat yang mengharuskan Jeslyn untuk melepas semua gelang jimat dari ibunya. Membuat Jeslyn jadi lebih mudah untuk diikuti ataupun dirasuki tubuhnya.

Mereka berdua bejalan saling berhimpitan, padahal keduanya memiliki payung masing-masing. Sebenarnya bukan keduanya, melainkan Lisa yang selalu menghimpit ke arah Jeslyn. Jeslyn benar-benar tak mengerti sebenarnya siapa disini yang bisa melihat hantu.

Karena selalu saja Lisa yang ketakutan saat berada di kegelapan seperti sekarang. Membuat Jeslyn harus mengalah untuk tidur dengan lampu menyala agar saat Lisa terbangun ditengah malam dia tidak akan merinding ketakutan.

"Astaga!!! Tuhan!!!!!" Lisa yang sudah ketakutan setengah mati karena gelap, tiba-tiba saja merasakan tangan yang meraih kakinya. Membuatnya berteriak histeris bahkan sampai mengalahkan bunyi petir yang bersamaan terdengar saat dia berteriak.

"Jeslyn... Hiks... Tolong ada hantu..." Lisa mengkerut sambil memejamkan mata. Seluruh badannya lemas tak bertenaga. Seakan tangan itu menghisap semua energinya.

Payung Lisa sudah entah terbuang kemana. Sekarang kini hujan membasahi seluruh tubuhnya dengan posisi terjerembab di rumput.

Tentu saja Jeslyn cukup terkejut mendengar teriakkan Lisa. Dia sempat mematung beberapa detik sebelum akhirnya sadar jika tangan yang memegang kaki Lisa bukanlah tangan hantu.

"Lisa lihat! Ini manusia, bukan hantu." Jeslyn menepuk bahu Lisa agar teman sekamarnya itu sadar dan melihat sendiri kalau itu tangan manusia. Perlahan Lisa menyipitkan matanya untuk mengintip kebenaran dari perkataan Jeslyn.

Ternyata benar itu adalah tangan seorang laki-laki yang ingin meminta tolong pada mereka. Melihat laki-laki itu bersimbah darah membuat Jeslyn bergidik ngeri dan hampir kabur saking ketakutannya, tapi dia tak jadi kabur saat melihat Lisa dengan luar biasanya malah memilih mengambil payungnya kembali dan menghampiri laki-laki itu.

#

Setelah susah payah kedua wanita berbadan ramping itu membopong tubuh besar si laki-laki, akhirnya mereka sampai di tempat yang laki-laki itu tunjukkan. Jelas mereka menuruti perkataannya karena tak mungkin membawanya ke asrama.

Awalnya mereka ingin menelepon ambulan, tapi dia bersikeras menolak dan menyuruh mereka pergi jika tidak ingin membantu. Dasar laki-laki kurang ajar. Jika Lisa tidak memiliki rasa belas kasih yang luas, mungkin dia akan membiarkan laki-laki itu terguyur hujan di luaran sana.

Perlahan mereka mulai membawa masuk si laki-laki ke dalam ruangan di gedung belakang sekolah. Susah payah keduanya mencari tombol lampu karena ruangan itu begitu gelap. Namun setelah lampu menyala, betapa terkejutnya mereka dengan ruangan ini. Ruangan seukuran kamar itu bisa dibilang markas yang mengagumkan. Bagaimana bisa tak ada seorangpun yang tahu tentang tempat ini.

Jeslyn mulai mencari kotak obat dan Lisa bertugas mengganti pakaian si laki-laki karena pakaian itu sudah basah kuyup dan bukan hal baik untuk lukanya. Tentu saja pembagian tugas ini disepakati setelah perdebatan kecil mereka. Memang semuanya untuk kebaikan, tapi siapa wanita yang mau melucuti pakaian laki-laki di tengah malam seperti sekarang ini.

Karena tangan laki-laki ini terus menekan lukanya, maka Lisa terpaksa menggunting pakaian olahraga yang dia kenakan agar lebih mudah. Susah payah Lisa berusaha untuk menatap ke arah bagian atas tubuh si laki-laki saat berganti melepas pakaian bagian bawahnya. Sedikit sulit memang, tapi mau bagaimana lagi. Entah kenapa, semakin dilihat, Lisa semakin merasa laki-laki ini sangat familiar di matanya. Apa karena mereka satu sekolah? Mungkin saja Lisa pernah berpapasan dengannya disuatu tempat.

Setelah semua pakaian laki-laki ini sudah terlepas, Lisa mulai membasuh tubuh dan lukanya dengan air bersih sebelum memberikannya pakaian. Sementara dia menyelimuti bagian bawah tubuh si laki-laki agar dia tetap hangat.

Perlahan Lisa mengangkat tangan yang sedari tadi menekan bagian pinggang si laki-laki yang terluka. Saat tangan itu terangkat darah segar mulai kembali keluar. Refleks Lisa langsung menekannya dengan telapak tangannya sendiri. Padahal dia ingin membersihkan lukanya, tapi siapa sangka luka ini cukup parah. Bahkan mungkin sebenarnya harus dijahit.

"Mana kotak obatnya?!" Tanya Lisa yang tak kunjung melihat Jeslyn kembali.

"Aku sudah menemukan kotak obatnya, tapi kamu tahu cara memakainya? Aku tidak pernah mengobati dengan antiseptik."

"Biar aku yang melakukannya."

Jeslyn buru-buru memberikan kotak obat itu pada Lisa. Dia terkejut saat kini tangan Lisa berlumuran darah milik si laki-laki.

"Apa lukanya cukup serius? Dia tidak akan mati, kan?" Tanya Jeslyn khawatir.

"Semoga aja dia nggak mati." Bersyukur saat Lisa mengangkat tangannya luka itu sedikit tertutup dan darahnya juga tak lagi mengucur. Tentu saja Lisa bingung betapa cepatnya luka itu membaik. Tapi hal itu tak berlangsung lama.

Lisa menggeleng kecil dan mulai membersihkan luka dengan alkohol dan memberikan antiseptik sebelum membalut luka itu dengan kasa. Jeslyn menatap Lisa penuh kagum saat kain itu dibalut dengan baik.

"Kamu pandai melakukannya." Puji Jeslyn.

"Aku pernah melakukannya beberapa kali."

Setelah luka itu berhasil diobati, tak lupa Lisa membasuh tangan si laki-laki yang sebelumnya penuh darah. Bahkan dibeberapa bagian darah itu sudah mulai mengering.

Tak lupa Lisa memakaikan laki-laki itu baju. Beruntung ada sebuah kemeja di lemari baju. Jadi dia tak begitu kesusahan saat memakainya. Untuk bagian bawah Lisa akan membiarkannya saja tertutup selimut, sepertinya begitu lebih baik.

"Sebaiknya kita juga ganti baju." Ucap Lisa menyarankan karena baju mereka juga lumayan basah. Tentu Jeslyn menyetujui hal itu.

Mereka juga memutuskan untuk mencari makan karena sudah cukup larut dan perut mereka belum terisi. Sepertinya kantin jam segini masih buka. Semoga mereka tepat waktu saat berada disana.

#

Mereka tertawa gembira mengingat bagaimana mereka menyetop penjaga kantin saat akan menutup pintu. Beruntungnya mereka datang tepat waktu. Walaupun mereka harus puas hanya dengan semangkuk ramyun. Setidaknya mereka tidak harus kelaparan malam ini.

"Hey, apa tidak apa-apa orang sakit kita beri makan mie goreng?" Tanya Jeslyn saat dalam perjalanan menuju ke tempat si laki-laki berada.

Bersyukur sekarang hujan sudah reda. Jadi mereka tak harus bersusah payah membawa ramyun ini dengan tangan lain yang memegang payung.

"Mana aku tahu. Mungkin lebih baik daripada perutnya kosong."

"Benar juga."

Akhirnya mereka sampai dan menyalakan lampu tempat itu. Tapi terkejutnya mereka saat tahu bahwa laki-laki itu sudah menghilang.

"Kemana perginya?" Tanya Jeslyn penasaran.

"Mana aku tahu? Aku kan dari tadi terus bersamamu."

"Hey.. apa ada orang. Kita orang yang telah menolongmu. Kita juga membawa mie goreng untukmu." Ucap Jeslyn berkeliling mencari si laki-laki, tapi tak ada tanda-tanda dia masih di sini.

"Dia bukan hantu, kan? Sebaiknya kita kembali ke asrama." Usul Lisa kemudian. Kini rasa takut kembali menyerangnya.

Jeslyn memutar bola tak percaya mendengar pertanyaan Lisa. Sudah jelas-jelas dia yang mengobati, bahkan juga mengganti pakaian laki-laki itu sendiri. Bisa-bisanya dia masih berpikir kalau laki-laki itu hantu.

"Kamu kan sudah lihat sendiri kita menyeretnya sampai kesini. Lagian mana ada hantu berdarah."

"Udah, aku nggak mau tahu. Pokoknya kita kembali ke asrama aja."

"Terus ini mie gorengnya gimana?"

"Kamu aja yang makan. Aku mau pergi." Ucap Lisa buru-buru meninggalkan tempat itu.

"Eh, tunggu!"

#

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!