Tentu saja Lisa tak berani membalikkan badan. Tapi sepertinya dia tak perlu repot-repot karena Juna sendiri yang membalikkan badannya dan menyudutkan Lisa ke dinding lorong.
Bahkan Juna juga menahan tubuhnya dengan hanya satu lengan. Tubuh Lisa dibuatnya tidak bisa bergerak sama sekali. Tenaga macam apa ini? Apa benar ini laki-laki yang baru saja terluka tadi malam?
"Kenapa kamu mengikutiku?"
"Anu.. i-itu.." Karena merasa terpojok, Lisa merasa otaknya seperti tak berfungsi dengan benar.
"Jawab yang benar."
"Sebenarnya.. aku ingin berterima kasih."
Juna menaikan alisnya tak mengerti. "Berterimakasih untuk apa?" Mendengar jawaban Lisa membuat Juna melonggarkan kungkungan di tubuhnya.
"Untuk yang tadi siang. Bola basket."
Mendengar itu Juna langsung melepaskan Lisa. Membuat Lisa bernafas lega, tapi tak menghilangkan rasa tegangnya.
"Hm. Sebaiknya kamu berhenti mengikutiku."
Melihat Juna melangkah pergi, Lisa langsung menarik lengan bajunya sedikit. Merasa ditahan, Juna kembali berbalik. Lisa tak tahu bagaimana mengatakannya, tapi dia tak mau semuanya berakhir disini.
"Apa maumu? Cepat katakan." Ucap Juna dingin.
"Tidak jadi." Mendengar balasan Juna yang ketus, Lisa tak ingin melanjutkan kalimatnya. Sebenarnya dia ingin mengingatkan Juna perihal kemarin malam. Lisa berpikir bisa menggunakan hal itu agar Juna mau membantunya, tapi sepertinya orang ini bukan tipe yang mudah berterima kasih.
#
Jeslyn melihat Lisa kembali ke kamar dengan wajah masam. Tentu saja dia bisa menebak bahwa semuanya tidak berjalan dengan baik.
"Aku tak ingin mendekatinya. Persetan dengan kutukan energi atau apapun itu." Ucap Lisa bahkan sebelum Jeslyn menanyakan apapun.
"Kenapa? Kamu bahkan belum memulai apapun."
Lisa mengusap bahu dengan tangannya. "Dia sangat dingin. Aku bahkan masih merasa menggigil sekarang."
"Apa kamu siap untuk melajang selamanya?" Tanya Jeslyn yang langsung membuat wajah Lisa berubah sedih.
"Aghhh... Persetan! Masa bodoh! Lagian aku masih SMA juga. Siapa tahu kan aku nanti ketemu sama orang lain yang punya energi sama seperti Juna atau bahkan sama sepertiku."
Mendengar itu Jeslyn langsung memegang bahu Lisa perlahan. "Andai kamu tahu bahwa hal itu sangat-sangat langka. Tapi semoga kamu berhasil."
Lisa mengibaskan tangan di depan wajahnya. Membuang pikiran-pikiran buruk yang mungkin akan terjadi. Masa bodoh dengan masa depan, sebaiknya dia tidur saja. Lisa memilih manarik selimutnya dan memutuskan tidur lebih awal.
Sedangkan Jeslyn masih belum ingin tidur. Dia masih berkirim pesan dengan ibunya untuk membuatkan jimat baru yang tak terlalu mencolok saat dipakai di sekolah. Tak lupa dia juga menceritakan beberapa penggal cerita tentang Lisa.
Lebih tepatnya ibu Jeslyn yang sangat penasaran dengan Lisa. Bahkan beliau sangat ingin bertemu dengan Lisa secara langsung, tapi Jeslyn belum sempat mengatakan hal ini pada Lisa.
Dirasa cukup larut dan Jeslyn juga sudah beberapa kali menguap, dia akhirnya memutuskan untuk mengakhiri pesan dengan ibunya dan pergi tidur. Jeslyn berdiri mematikan lampu kamar dan menarik selimutnya sampai leher.
Belum sempat dia sampai ke alam mimpi, tiba-tiba saja Lisa mengigau dalam tidurnya. "Pergi.. hiks.. pergi! Tolong pergi, jangan ganggu aku.."
Mata Jeslyn melebar. Oh astaga, dia lupa mematikan lampu kamarnya. Jeslyn melempar selimut dan kembali menyalakan lampu. Dia mendatangi Lisa untuk membangunkannya. "Lis, Lisa, bangun.." Tak sampai dua kali Jeslyn mencoba akhirnya Lisa bangun.
"Jeslyn?" Tanya Lisa memastikan.
Jeslyn mengangguk. "Iya, ini aku." Jeslyn mengambil gelas yang berisi air di dekat tempat tidur Lisa. "Ini minum dulu."
Lisa mengambil gelas yang diberikan Jeslyn dan meminumnya sampai habis. Kini dia merasa cukup lega bahwa ternyata semuanya hanya mimpi.
"Maaf ya, tadi aku mematikan lampu kamarnya." Sesal Jeslyn saat menerima gelas kosong dari Lisa dan meletakkannya ke tempat semula.
Lisa menggeleng pelan. "Bukan salahmu. Sebenarnya akhir-akhir ini aku sering bermimpi buruk. Bahkan dari hari ke hari mimpinya semakin bertambah buruk."
"Tenang, mimpi kan hanya bunga tidur."
"Masalahnya mimpiku selalu sama."
"Memangnya kamu mimpi apa?"
"Aku mimpi didatangi seekor burung besar. Awalnya dia memang hanya melihat dari kejauhan. Tapi malam ini tiba-tiba saja dia bisa berbicara." Lisa mengusap kedua lengannya yang mulai merinding.
"Bahkan sekarang aku masih merinding jika membayangkannya. Mimpi itu seperti nyata."
Mendengar penjelasan dari Lisa membuat Jeslyn mematung beberapa detik. Meskipun begitu Lisa menyadari keanehan dari teman sekamarnya itu.
"Apa? Coba katakan. Kamu pasti tahu sesuatu tentang mimpi ini."
"Emm.. bukannya aku ingin menakut-nakutimu, sebenarnya aku tadi baru saja selesai chattingan dengan ibuku. Kita juga sempat membahas hal ini sedikit."
Lisa mencoba mendengar dengan seksama.
"Em.. anu, itu.. ibuku sebenarnya sudah menduga bahwa hal ini akan terjadi. Walaupun begitu aku sebenarnya tak ingin hal ini benar-benar terjadi kepadamu."
"Kenapa ngomongnya berputar-putar sih, langsung aja keintinya. Kan kamu tahu aku bodoh soal beginian."
"Sepertinya dewa yang kamu bantu punya musuh alami. Kemungkinan yang buat dia terluka waktu itu juga musuh ini. Karena dewa ular itu memberikan sebagian energinya kepadamu, dia jadi ingin memangsa energi yang sekarang kamu miliki."
"Apa maksudmu? Jadi sekarang aku bukan hanya terancam melajang seumur hidup, tapi nyawaku juga?" Tanya Lisa tak percaya.
Jeslyn mengangguk enggan. Mau bagaimana lagi, dia harus berkata jujur walaupun kenyataannya pahit.
"Apa ada yang lebih buruk dari ini?" Tanya Lisa lagi. Dia tak ingin ketakutan ini menggerogotinya sedikit demi sedikit. Kalau perlu dia harus tahu semuanya sekarang juga.
"Karena kamu sedang diincar oleh sejenis makhluk tak kasat mata, kemungkinan energimu akan segera beradaptasi dan membuatmu bisa melihat dewa yang mengejarmu dan makhluk tak kasat mata di sekitarnya."
Tangan Lisa langsung terkulai lemas. Dari semua buruk, kenapa dia harus berurusan dengan hantu sih? Dia paling takut soal yang satu ini.
"Tapi tenang saja, sebenarnya ada hal baiknya juga. Pertama, walaupun kamu bisa melihat hantu, tapi mereka sama sekali tak akan berani mendekatimu."
Lisa langsung melirik Jeslyn tajam. Hal baik darimananya? Jangankan mendekat, melihat hantu dari jauh saja sudah bisa membuat tubuh Lisa lemas di tempat.
"Yang kedua, melihat bagaimana dewa yang memburumu masih terus menganggumu lewat mimpi. Sepertinya dia tidak terlalu kuat untuk mendatangimu secara langsung. Makanya dia memilih menghancurkan mentalmu dulu."
"Apa itu berpengaruh?"
Jeslyn mengangguk. "Saat pikiranmu jadi kacau, maka energimu juga ikut melemah. Jadi kamu masih punya waktu sampai entah kapan, sebelum dia mendatangimu secara langsung. Tergantung kuat tidaknya mentalmu."
"Jadi, untuk sekarang aku harus bersyukur karena masih terus mendapatkan mimpi buruk itu?"
"Walaupun aku tak ingin mengatakannya, tapi aku harus berkata iya."
Lisa menghempaskan diri ke tempat tidur. "Bahkan itu lebih buruk. Dia benar-benar menyiksaku. Tahu begini aku menuruti kata teman-temanku untuk tak menolong ular itu. Sialan!"
Kemudian dia bangkit lagi dan menatap Jeslyn tajam. "Apa menurutmu dalam keadaan ini Juna juga bisa membantuku?"
Jeslyn mengangkat kedua bahunya. "Aku tak tahu. Coba nanti aku tanyakan pada ibuku lagi solusinya. Tapi untuk berjaga-jaga, sepertinya kamu memang harus mendekatinya. Minimal kalian harus berteman."
"Apa tidak ada cara lain? Juna itu seperti kulkas berjalan. Bagaimana bisa aku berteman dengannya?"
"Coba saja dulu. Es sebesar gunung saja bisa mencair. Mungkin Juna juga bisa."
"Jadi menurutmu sekarang bagaimana?"
"Kamu harus terus bersama dengannya, dengan begitu dia mungkin saja akan terbiasa dengan keberadaanmu. Apa sebaiknya kamu ikut OSIS juga?"
"Mana bisa. Aku bukan Juna yang bisa masuk OSIS di tahun pertama."
Kalau dipikir-pikir lagi, Juna benar-benar luar biasa. Bahkan dia bisa menjadi Ketua OSIS ditahun pertamanya yang seharusnya pemilihan ketua OSIS dilakukan saat berada di tahun kedua.
"Atau kamu mau ikut klub taekwondo?" Tanya Jeslyn walaupun dia sedikit sanksi Lisa bisa melakukannya.
"Aku akan coba yang ini."
Jeslyn cukup terkejut Lisa menerima usulannya. "Kamu bisa taekwondo?"
Lisa menggeleng. "Akan aku pikirkan nanti."
Jeslyn mengembuskan nafas panjang. Setidaknya Lisa mau berusaha. Setelah itu mereka memutuskan untuk kembali tidur. Kali ini Lisa meminta Jeslyn untuk tidur di tempat tidurnya. Akhirnya mereka tidur dengan saling berhimpitan dengan lampu kamar menyala.
#
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments