Bab 3. Apalagi
"Argh ...! Apalagi ini," ujar Soya sembari berdiri dan melangkah menuju ruang tamu.
Soya sedikit terkejut saat melihat wanita ini sudah mendorong sang Ibu.
"Tante!" teriak Soya tak terima.
Wanita yang Soya sebut sebagai Tante, langsung tersenyum sinis menatap Soya. "Hah! Anak ingusan, jangan ikut campur, ini urusan orang tua dan kamu harus tahu, saya kemari menagih hutang," ujar wanita ini keras.
Soya semakin meradang saat wanita ini kembali berteriak, "Tante! Jika Tante mau menagih hutang, langsung saja pada yang bersangkutan, silahkan! Orang yang meminjam uang Tante ada di kamar dan jangan sekali-kali Tante menghina Ibu saya," ujar Soya emosi.
"Kenapa Tante diam, masuk saja," ujar Soya lagi.
Wanita ini hanya tersenyum sinis sembari menatap ke seluruh ruangan ruang tamu, "mungkin Televisi ini cukup untuk membayar hutang suami kamu Warti," ujar Wanita ini lagi.
Bu Warti, seketika melotot marah saat wanita itu mendekat ke arah Televisi.
"Saya mohon jangan itu, televisi itu milik Soya! Soya mendapatkan itu dengan susah payah," ujar Bu Warti berusaha menghalangi wanita ini.
Soya melihat sang ibu mengiba, membuat Soya semakin geram, " Ibu, jangan bersikap seperti itu dan untuk Tante, andaikan Televisi itu bisa melunasi hutang Bapak, bawa saja. Namun, perlu Tante ketauhi jika Tante masih terus menagih hutang, sungguh Tante akan berurusan dengan Soya," ujar Soya marah.
Tante ini hanya tersenyum sinis, "ya, cukuplah hutang Bapak kamu cuma tiga ratus ribu," ujar Tante ini sembari melepas kabel dari colokan dan mengangkat televisi.
"Baik, Tante bawa saja dan berarti hutang Bapak lunas," ujar Soya geram.
Selepas, Tante ini pergi Soya hanya mendengus kesal, kini Soya tak lagi menangis Soya hanya menatap nanar dan menutup pintu dengan kasar.
"Ibu, jangan pernah meminta belas kasihan dan sebaiknya sekarang Ibu istirahat di kamar Soya. Bu, setelah ini meskipun ada yang berteriak dan mengetuk pintu, tolong Ibu tidur saja karena besok kita harus bekerja Bu!" ujar Soya lirih.
Tengah malam saat Soya terbangun dan tak mendapati sang ibu di sisinya, Soya bergegas bangun dan mencari sang ibu. Langkah Soya terhenti saat melewati dapur, mendapati sang ibu yang tengah menangis. "Bu," panggil Soya lirih sembari memeluk sang ibu.
"Bu, ibu jangan khawatir! Soya akan membantu Ibu, kita mulai dari hutang Bapak yang terkecil dulu dan kita akan mencatat siapa saja yang menagih ke rumah. Paling tidak kita akan berusaha membayarnya Bu! Ingat Soya akan membantu Ibu, Soya tak ingin Ibu sakit, Soya-Soya ... " Soya menghentikan ucapannya begitu saja dan tergugu dalam rangkulan sang Ibu.
Tangisan Soya terhenti saat mendengar suara sang Bapak yang terus terbatuk, perlahan Bu Warti melepas pelukan Soya. "Istirahat Soya, besok Soya sekolah," ujar Bu Warti lirih sembari mengusap wajah anak gadisnya.
Bu Warti melangkah menuju kamar di mana sang suami terus terbatuk. Bu Warti menatap sejenak wajah suaminya yang telah memberinya sakit hati beberapa tahun belakang ini, perlahan Bu warti memeriksa luka sang suami, luka yang terlihat biasa tetapi akan mengeluarkan darah jika untuk bergerak. "Apa lukanya separah ini? Apa ada yang tak beres dengan luka sang suami," guman Bu Warti lirih dan kembali ke dapur dan tak lama kembali masuk dengan membawa satu air ember air hangat.
Perlahan Bu Warti membersihkan wajah sang suami, jelas terlihat banyak lebam di wajah, tangan dan kaki. Perlahan Bu Warti membersihkan tubuh sang suami dengan diam, hingga semuanya sudah selesai, "mulai besok Mas harus bisa merawat tubuh Mas dan luka Mas! Jangan mengharap aku atau pun Soya untuk membantu karena aku dan Soya akan sangat sibuk untuk membayar hutang Mas, Warti harap Mas paham itu. Jangan bertanya apa pun jika di rumah hanya ada air putih, semua ini juga karena kebaikan Mas," tutur Bu Warti pelan
Pak Kadir hanya menunduk mendengar ucapan istrinya, "Warti!" panggil Pak Kadir pada akhirnya.
"Sudah! Mas tak perlu mengatakan apapun, Warti sangat terima kasih, karena Mas sudah sangat baik dengan Warti," ujar Bu Warti sembari melempar handuk yang di pegangnya dengan kasar dalam ember dan keluar dari kamar.
Bu Warti kini memilih tidur di kursi ruang tamu, rasa lelah dengan kejadian kemarin membuat Bu Warti sudah terlelap hingga adzan subuh berkumandang. Bu Warti bergegas bangun dan meminum air hangat untuk mengganjal perutnya.
Melihat sejenak ke kamar Soya, senyum Bu Warti terkembang saat melihat Soya sudah terbangun dan duduk termenung menatap dinding.
"Soya, Ibu berangkat dan ingat Soya harus berangkat sekolah," ujar Bu Warti pelan dan kemudian tak lama terdengar pintu di tutup.
Soya yang sedari tadi duduk melamun tak menjawab suara sang Ibu, berkali-kali Soya hanya bisa menghela napas dengan berat.
Hingga beberapa saat Soya beringsut turun dari ranjang, mengguyur tubuhnya dengan air dingin agar tubuh dan kepala Soya kembali segar.
Soya terkejut saat mendengar suara ketukan pintu, "masih pagi, siapa yang datang?" tanya Soya pada dirinya sendiri.
Bergegas Soya membuka pintu, Soya semakin terkejut saat melihat siapa yang datang.
"Eneng, cantik! Mau sekolah? Bapak Eneng kemana?" tanya laki-laki yang terkenal genit di kampungnya. "Oh, Pak Sobirin, mencari Bapak? Bapak ada, apa Om mau menagih hutang juga?" tanya Soya sedikit sopan.
"Wah! Eneng tahu saja, Bapak Eneng punya hutang sama Om satu juta rupiah," ujar Pak Sobirin. Soya yang mendengar ucapan Om Sobirin langsung menatap Om Sobirin tak percaya.
"Sa-satu juta?" tanya Soya terkejut.
Sejenak Soya mengedarkan pandangannya ke seisi rumah.
"Om. Om, bisa mengambil barang apa saja di rumah ini, jika Om sabar menunggu, Soya akan catat hutang Bapak dan Soya akan usahakan untuk membayar secepatnya. Coba Om masuk dan tanyakan sama Bapak, kira-kira Bapak bisa membayar hutang atau tidak, hutang yang kami tak sedikit pun ikut merasakan uang yang di pinjam Bapak. Oh, ya. Om, setelah ini jangan memberi Bapak hutang lagi," ujar Soya sedikit keras sembari menahan emosi.
"Tenang Eneng, Om sabar menunggu," ujar Om Sobirin sembari berusaha mencolek dagu Soya. Soya yang sigap langsung mengelak dan dengan kasar Soya menutup pintu dengan keras.
Soya, hanya bisa menahan amarah yang sudah terpicu dari kemarin, tak urung tangan Soya mencatat juga jumlah hutang sang Bapak. Soya kini mengintip ke kamar sang Bapak yang jelas sedang mengikis air matanya.
"Hash! Apalagi yang Bapak lakukan, terima kasih Pak, pagi ini sangat menggembirakan," ujar Soya sembari melangkah keluar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
Syhr Syhr
Yang sabar dan semangat buat Soya.
2023-02-09
2