5. NAMA PANGGILAN CAKA

...--🌸🌸--...

Hari demi hari berlalu, tak terasa persahabatan di antara Jaka dengan Cika bertahan hingga beberapa minggu semenjak Jaka sekolah di sekolah ini. Dimana ada Cika maka di situ ada Jaka. Mereka berdua sulit untuk dipisahkan. Tak heran anak-anak sekolah dasar selalu membicarakan tentang kedekatan dua anak yang masih kelas empat SD itu.

Hari ini Jaka dan Cika nampak bergandengan tangan menuju ke area belakang sekolah. Seperti biasa mereka akan makan bersama. Semenjak itu kini Jaka memutuskan untuk membawa bekal dan makan bersama Cika di belakang sekolah sambil mendengarkan musik dari kaset audio yang Jaka punya.

"Jaka!"

"Jaka!" suara teriakan anak laki-laki terdengar Jaka dan Cika menoleh menatap gerombolan anak laki-laki yang tengah sibuk bermain bola.

Semua anak laki-laki itu menoleh menatap ke arah Jaka dan Cika.

"Kamu tidak ingin bermain bola bersama kami?"

"Tidak usah diganggu, dia kan udah pacaran."

"Ah yang benar mereka pacaran?" sahut anak laki-laki yang satu dengan semangat.

"Yang bener lah. Lihat aja mereka sama-sama terus sering gandengan tangan. Kalau bukan pacaran apalagi coba?"

"Cie!"

"Cie!" goda anak-anak itu membuat Jaka dan Cika saling berpandangan.

Kedua pipi Jaka terlihat memerah. Dia cukup mengerti arti dari kata pacaran sementara Cika nampak terdiam heran dengan wajahnya yang kebingungan.

"Kenapa Jaka? Dia ngomong apa?" tanya Cika yang sedikit mendongak.

"Nggak ada, kok. Yuk kita ke belakang aja!" ajak Jaka lalu menarik pergelangan tangan Cika dan bawahnya pergi.

"Lihat! Lihat mereka! Mereka mau pergi lagi ke belakang karena mereka mau pacaran."

"Cie!" goda mereka lagi.

Ujaran itu tak dihiraukan oleh Jaka. Keduanya tetap melangkah ke belakang menghiraukan ucapan mereka semua.

Kini Cika terdiam menatap Jaka yang terlihat membuka penutup bekal menyiapkan makanan untuk makan sambil memainkan musik dari kaset audio.

"Jaka, Cika mau nanya sesuatu. Boleh?"

"Tanya apa, Cik?"

"Pacaran itu apa, sih? Kok mereka semua bilang kalau kita itu pacaran."

"Kita masih kecil Cika. Kita nggak boleh tahu apa artinya."

"Tapi Jaka tahu?"

"Tahu."

"Kalau begitu Jaka kasih tahu Cika!"

"Enggak sekarang, Cika. Nanti kamu juga tahu artinya apa."

Semenit kemudian kini mereka asik dengan makanannya dan bahkan sesekali mereka saling bertukar makanan atau bahkan sesekali Cika menyuapi Jaka.

Tak berselang lama Cika kini terdiam mematung seakan memikirkan sesuatu membuat Jaka yang sejak tadi mengunyah makanannya kini perlahan menghentikan gerakan rahangnya dan beralih serius menatap ke arah Cika.

"Cika kenapa? Kok diem?"

"Cika nggak suka."

"Maksudnya?"

"Iya, Cika enggak suka kalau ada yang sebut nama Jaka."

"Kenapa enggak suka kalau ada yang sebut nama Jaka?"

"Enggak tahu. Cika nggak suka aja kalau ada yang sebut nama Jaka. Cika enggak mau dengar mereka semua sebut nama Jaka."

Kini Jaka terdiam.

"Kalau begitu Cika mau ganti nama Jaka."

"Ganti?"

"Iya, Cika enggak suka kalau ada yang subut-sebut sama Jaka jadi mulai hari ini Cika bakalan ganti nama Jaka."

"Ganti? Yang bener?"

"Iya, Jaka keberatan?"

Jaka terdiam sejenak lalu kembali bicara, "Nggak juga."

"Oke kalau begitu Cika bakalan manggil Jaka dengan namaaa..." ujaran terakhir Cika cukup dipanjangkan sembari kedua matanya yang bergerak-gerak memikirkan sebuah nama.

"Oh iya Cika akan manggil Jaka dengan sebutan Caka."

"Caka?"

Jaka tersenyum kecil merasa geli dengan nama itu.

"Maksudnya?"

"Iya nama Cika, kan Cika dan nama Jaka, ya Caka. Nama Jaka huruf J-nya itu Caka ganti jadi huruf C, seperti Cika."

"Jadi Cika dan Caka bukan Cika dan Jaka. Gimana? Jaka suka, kan?"

Jaka kini terdiam. Tersenyum simpul sementara Cika nampak menatap Jaka dengan tatapan yang begitu antusias. Jaka tak ingin membuat senyum sahabatnya itu hilang begitu saja jika iya tak ikut setuju dan akhirnya Jaka mengangguk.

"Yeeee!!! Kalau begitu mulai hari ini Cika akan manggil Jaka dengan sebutan Caka! Caka!" ujar Cika kegirangan sambil mencubit pipi Jaka yang tertawa kecil.

Semenjak ia memiliki sahabat seperti Cika, ia jauh lebih suka tersenyum. Jaka akui semenjak Ibunya meninggal ia jadi jarang tersenyum namun, setelah ia berteman dengan Cika maka senyum itu kembali datang.

Di satu sisi lain tanpa mereka sadari seseorang mengintip, menatap dua anak kecil yang terlihat semakin hari semakin akrab. Ya orang tersebut adalah Bu Dewi. Sudah beberapa minggu ini dia mendengar desas-desus dari anak-anak sekolah dasar jika dua anak itu sedang pacaran.

Bukan hanya tidak suka hanya saja umur mereka tidaklah sesuai dan tidak seharusnya mereka melakukan hal itu. Sebelum lebih jauh maka sepertinya Bu Dewi harus melakukan sesuatu.

Suara dentingan piring malam ini terdengar. Suasana makan malam berjalan begitu sangat tenang. Tak ada percakapan makan malam yang sering terjadi. Kedua orang tua Cika nampak sibuk dengan urusannya masing-masing bahkan ia bisa melihat sesekali Mama dan Papanya sibuk dengan ponselnya.

Bahkan sesekali mereka nampak mengangkat telepon yang entah dari siapa dan kali kini suasana makan malam berjalan seperti biasanya. kedua orang tuanya itu nampak asik dengan ponselnya sementara Cika nampak terdiam dan tak berselang lama Cika senyum kecil.

"Ma, Pa, Cika mau ngomong," ujar Cika membuat kedua orang tuanya itu saling bertatapan.

Baru kali ini Cika ingin mengatakan sesuatu biasanya saat ia makan ia tak ingin ada seseorang yang mengajaknya berbicara. Mamanya meletakkan ponselnya ke atas meja lalu menatap Cika dengan serius.

"Apa Cika mau ngomong apa?"

"Jadi Cika mau ngomong kalau Cika itu punya sahabat baru."

"Sahabat baru?" Papanya ikut menyahut.

"Iya namanya Caka."

Kedua alis Mamanya itu saling bertaut. Ia menatap sedikit kebingungan kepada suaminya yang juga sama kebingungannya.

"Oh ya? Sejak kapan Cika punya teman yang namanya hampir sama dengan Cika yaitu Caka."

"Sebenarnya nama Caka itu bukan Caka tapi Jaka dan Cika nggak suka kalau teman-teman sebut nama Jaka jadi nama Jaka Cika ganti menjadi Caka. Bagus, kan Ma? Pa?" tanyanya sambil menatap Papa dan Mamanya bergantian.

"Iya bagus jadi kamu dapat sahabat baru dan sahabat Cika itu laki-laki?"

"Laki-laki," jawab Cika santai.

Keduanya mengangguk.

"Kalau misalnya Cika ajak Caka main ke rumah, boleh?"

"Boleh Mama nggak masalah malahan Mama jadi senang kalau Jaka main ke rumah besok."

"Jadi itu berarti hari minggu Jaka boleh, kan datang ke rumah?"

"Boleh, dong. Apa, sih yang nggak boleh."

"Wah, makasih ya, Ma, Pa. Cika senang banget."

Kini raut wajah Cika benar-benar menjadi sumringah. Ia begitu sangat bahagia mendengar Mama dan Papanya mengizinkan Caka untuk mengunjungi rumah. Jadi besok pagi ia akan memberitahu Jaka untuk datang ke rumahnya. Mumpung Mama dan Papanya mengizinkan jadi Cika bisa bermain bersama dengan Caka.

...--🌸🌸--...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!