2. MURID BARU

...--🌸🌸--...

Di dalam ruangan kelas nampak Cika sedang duduk di bangku kelasnya dengan wajah yang begitu sangat serius mendengarkan penjelasan dari ibu guru pagi ini.

Ibu Dewi merupakan guru bahasa Indonesia yang menjadi guru favorit bagi Cika. Pasalnya Ibu Dewi adalah guru wanita yang begitu sabar dalam mengajar. Ia bahkan sama sekali tak pernah marah saat mengajari murid-muridnya dan itulah yang membuat Cika merasa sangat senang jika diajar oleh ibu Dewi.

Bagaikan seorang malaikat. Kalian pasti punya spesies guru seperti ini. Guru yang baik saat sekolah dasar tapi sepertinya itu sudah hampir punah.

Suara ketukan pintu terdengar membuat ibu Dewi menghentikan penjelasannya diiringi tatapan semua murid-murid yang tertuju ke arah pintu mendapati sosok pria bertubuh gemuk serta berkumis tebal yang sedang melangkah masuk ke dalam.

"Ah, bapak penyihir itu lagi," umpat Cika saat melihat bapak kepala sekolah, pak Bowo.

Cika menatapnya sejenak lalu kembali menunduk menatap buku yang sejak tadi ia tulisi dengan pensil. Tak ada ketertarikan Cika untuk mengetahui apa yang menyebabkan bapak kepala sekolah yang jarang masuk ke dalam kelasnya itu kini menginjakkan kakinya di lantai kelas empat.

Ah, mungkin saja dia ada urusan dengan ibu Dewi. Ya seperti biasa bapak kepala sekolah itu memang genit kepada guru-guru muda seperti ibu Dewi jadi wajar saja.

Pak Bowo berbisik ke telinga ibu Dewi membuat ibu Dewi tak berselang lama mengangguk.

"Baik, pak biarkan dia masuk!"

Pak Bowo mengangguk kemudian ia menoleh menatap ke arah pintu dan berujar dengan sedikit meninggikan nada suaranya memanggil seseorang.

"Silahkan masuk, nak!"

Suara ketukan sepatu pada permukaan lantai terdengar begitu pelan dan hal itu berhasil mencuri semua perhatian anak-anak kelas 4 yang berada di dalam ruangan itu. Sementara Cika masih terfokus perhatiannya pada lembaran buku yang sejak tadi ia tulisi.

Beberapa anak-anak laki-laki dan perempuan terlihat berbisik-bisik membahas tentang anak murid baru yang masih melangkah mendekati bapak kepala sekolah. Sepertinya hari ini mereka kedatangan murid baru.

"Wah, jadi ini murid barunya," ujar Ibu Dewi saat ia berhasil menyentuh pundak anak lelaki itu.

"Benar, Bu. Dia pindahan dari sekolah dasar jaya abadi," jawab bapak Bowo membenarkan.

"Oh, jadi itu murid baru."

"Kita kedatangan murid baru, ya?"

"Wah, dia terlihat sangat tampan," suara bisikan-bisikan kecil itu terdengar dan berhasil mengganggu indra pendengaran Cika.

Murid baru? Satu kata yang cukup lama ia tidak dengar. Cika pernah mendengar kedatangan murid baru tapi murid baru itu tidak masuk ke dalam kelasnya melainkan ia masuk ke dalam kelas 5 dan secara kebetulan ia berada di dalam kelas milik Puput, sepupu perempuannya itu.

Karena dibuat penasaran membuat Cika akhirnya menggerakkan kepalanya menatap ke arah depan dimana sosok pria berseragam merah putih yang masih terlihat baru itu sedang berdiri sambil memegang kedua bahu tas ransel yang berada di belakang tubuhnya.

Kulit anak laki-laki itu terlihat agak gelap namun, tidak berhasil mengurangi paras wajah yang tampannya. Kedua alisnya terlihat agak sedikit tebal mengikuti lekukan kelopak matanya dengan bulu matanya yang terlihat melentik. Bibir anak laki-laki itu terlihat tipis berwarna pink segar hidung yang mancung dengan bola mata yang indah.

Seketika Cika dibuat melongo dengan pandangan yang begitu sangat indah. Ia memilih menopang dagunya. Di indra penglihatan Cika bisa melihat rambut anak laki-laki itu terlihat bergerak-gerak seakan sedang ditiup oleh angin yang begitu sangat indah. Ini sangat persis seperti di adegan telivisi. Dimana seorang perempuan sangat mengagumi paras tampan seorang pria tapi sayangnya ini tidak terjadi pada seorang pria remaja ataupun wanita remaja akan tetapi, ini terjadi pada seorang bocah yang masih duduk di bangku kelas 4 sekolah dasar.

"Ayo, silakan perkenalkan nama kamu!"

Anak laki-laki itu terlihat menarik nafas dalam-dalam sembari kedua matanya yang menatap serius ke arah penjuru kelas.

"Hai semuanya!" sapa anak laki-laki itu sambil melambaikan jemari tangannya membuat seisi kelas ikut membalas sapaan anak laki-laki itu kecuali Cika. Cika terlihat diam sambil tersenyum dengan kedua matanya yang masih serius menatap murid baru itu.

"Perkenalkan nama saya Jaka Pradagya Pertiwa. Teman-teman boleh memanggil saya dengan sebutan Jaka."

Sunyi dan sepi, tak ada yang dikatakan anak-anak lainnya mereka semua terlihat diam hingga...

"Hai juga Jaka!" sapa Cika dengan nada yang begitu sangat ceria membuat semua orang menoleh dengan wajah kebingungan menatap ke arah Cika yang terlihat masih tersenyum memperlihatkan giginya yang tersusun rapi.

Pandangan kebingungan masih terlihat. Semua orang tidak menyangka jika gadis cerdas yang hanya sering diam itu kini angkat bicara.

Bocah lelaki itu tersenyum menatap ke arah Cika yang masih mempertahankan senyum manisnya.

"Ah, baik Jaka silakan duduk di-" ujaran Bu Dewi terhenti saat kedua matanya merambah ke segala arah berusaha mencari bangku yang kosong pada bangku barisan laki-laki.

Cika tersadar dari lamunannya. Senyum itu dengan cepat ia hilangkan saat ia menyadari Bu Dewi sepertinya sedang mencari bangku yang kosong untuk anak laki-laki yang bernama Jaka itu. Dengan cepat ia mengangkat jari telunjuknya membuat Bu Dewi kembali menoleh menatap ke arahnya.

"Duduk di sini saja, Bu. Bangku yang ada di dekat Cika kosong."

Semua orang kembali menoleh menatap ke arahnya. Pandangan mereka semua sepertinya tidak suka kepada Cika saat Cika menawarkan tempat duduk untuk murid baru itu tapi apa pedulinya bagi Cika. Bagi Cika mereka semua tidak penting.

Bu Dewi mengangguk lalu ia berbisik ke arah Jaka membuat Jaka mengangguk dan segera melangkah ke arah bangku yang ada di samping Cika. Pandangan Cika sama sekali tak pernah lepas dari sorot mata anak laki-laki itu hingga akhirnya anak laki-laki itu benar-benar duduk di sampingnya.

"Hai, nama aku Cika sulastika. Teman-teman dan Mama, Papa suka memanggil aku dengan sebutan Cika."

"Cika suka berenang tapi Cika takut tenggelam. Cika pernah dulu tenggelam tapi sekarang Cika sudah tidak tenggelam karena Cika bukan ada di kolam renang."

"Cika suka menggambar burung. Jaka punya burung?"

Jaka melongo.

"Mau Cika gambarkan burung untuk Jaka tapi nanti saja kalau Cika punya buku gambar yang baru. Kalau sudah punya kita akan menggambar sama-sama."

"Oh iya Cika juga suka menyanyi. Mau dengar suara Cika?"

Kedua mata Jaka mengerjap beberapa kali membuat tas yang ada di bahunya langsung terjatuh ke atas kursi. Jaka tak menyangka teman sebangkunya ternyata sangat lihai dalam berbicara. Lihat saja dia bahkan tidak bernafas saat bicara panjang lebar.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!