Gadis Tapi Bukan Perawan

Nadira dan Arash pulang mengendap-endap di pagi buta dari hotel itu. Arash tak mengucapkan apa-apa begitu sampai di depan rumah Nadira. Tak ada ucapan terima kasih, tak ada juga kata talak sehingga Nadira merasa nasibnya sedang digantung saat ini.

*

*

Nadira sudah memakai seragam. Dia masih menatap wajahnya yang sembap-sembap di cermin yang menempel di dinding kamar.

Nadira tampak menyesal. Duka lara bergelayutan di wajah cantiknya. Semalam dia baru saja kehilangan kesuciannya. Inginnya, pagi ini Nadira masih bermimpi dan kejadian semalam juga bagian dari mimpi buruknya. Sayangnya itu semua adalah nyata.

Dan pagi ini, dia memulai harinya yang baru sebagai gadis SMA yang sudah tidak perawan lagi.

Tidiiit! Tidiiit!

Nadira disadarkan dengan bunyi klakson dari luar pagar rumahnya. Nadira berjalan 2 langkah menuju ke dekat jendela dan melihat seorang pemuda yang memakai seragam yang sama dengan dirinya sudah stand by di sana.

Nadira tak ingin membuang waktu, dia pun pergi ke luar kamar, turun ke lantai bawah dan mengunci pintu. Nadira menyingkirkan kegalauannya dan harus menjelang hari untuk tetap fokus belajar di sekolah.

"Kok kamu nggak bisa dihubungi?" tanya pemuda itu.

Namanya Kaizan, biasa dipanggil Kai. Kai adalah teman yang sedang dekat dengan Nadira saat ini. Dia mengendarai sebuah motor sport berwarna merah seharga ratusan juta. Kaizan memang salah satu siswa populer di sekolah.

"Nad, kamu kenapa? Kok wajah kamu sembab begini? Habis nangis ya? Ada apa sih?" Kai langsung mencurigai kondisi Nadira.

"Kita langsung berangkat aja. Biar nggak kejebak macet." Nadira menghindar lalu segera memakai helm yang dijinjingnya dari rumah. Nadira segera naik ke jok di belakang punggung Kai.

Tapi Kai tak lekas menyalakan lagi mesin motornya, Kai malah membuka menoleh ke belakang dan tetap membiarkan visor helm-nya terbuka agar bisa menatap Nadira dengan leluasa.

"Ada apa?" Tatapan mata kai begitu menuntut.

"Nanti aja ya, sekarang kita nggak punya banyak waktu."

"Apa ini masih soal Kakak kamu?" Mata Kai agak membara saat menyoal Kakak. Sepertinya Kaizan sudah tahu betul kalau selama ini Galang selalu merecoki hidup Nadira.

"Nggak sekarang, Kai. Kita cuma punya sisa waktu 30 menit lagi sebelum Pak Muh nutup gerbang sekolah! Ayo, jalan!"

"Tapi kamu harus jelasin nanti!"

"Iyaaa ...."

Kaizan menyerah lalu mulai menyalakan mesin motornya. Setelah memastikan Nadira dalam posisi nyaman, dia pun meluncur menuju ke SMA Harapan Bangsa, tempat mereka menuntut ilmu.

*

*

Sepanjang pelajaran di jam pertama, Nadira kehilangan fokusnya. Tatapan matanya kosong, pikirannya melabur ke momen semalam. Momen saat Galang babak belur, momen saat dia dinikahi dan momen saat Arash melakukannya.

"Nad?"

Bu Intan, guru Mate-matika yang sedang menerangkan pelajaran di depan kelas menyadari kalau salah satu muridnya sedang bengong melamun. Bahkan, tegurannya tak terdengar oleh Nadira.

Semua mata di dalam kelas menatap pada Nadira yang duduk di bangku di barisan tengah.

"Nadira Putri!" Bu Intan menaikan suaranya dan Nadira masih bergeming. Imajinasinya kembali terbang ke momen saat Arash memasukkan pusakanya secara paksa sehingga meninggalkan setitik trauma yang berbekas di benak Nadira.

"Nadira!" Pltkkk! Seisi kelas senyap saat bu Intan semakin menunjukkan kemarahannya. Nadira dilempari sepotong kecil kapur dan akhirnya itu menyadarkan.

"Aww!" Nadira mengusap bagian dahinya dan meringis kesakitan. Nadira baru sadar kalau seisi kelas memperhatikan ke arahnya. Dia jadi malu dan juga takut karena Bu Intan yang terkenal killer seantero Harapan Bangsa sedang berjalan ke arahnya.

"Mata kamu di mana? Kuping kamu di mana? Fokus kamu di mana?" Nadira diberondong dengan beberapa pertanyaan dari wanita 40 Tahunan itu.

"Maaf, Bu ...." Nadira hanya menunduk.

"Kamu kan sudah tahu kalau saya nggak suka kalau ada murid yang nggak memperhatikan! Saya nggak mau kalau penjelasan saya menjadi sia-sia! Kamu tahu itu, kan?" Bu Intan makin membentak.

"Maaf, Bu."

"Coba sebutkan 1 saja yang saya jelaskan di depan kelas tadi! Sebutkan!" perintahnya.

Nadira agak kebingungan. Sungguh, pikirannya blank sekarang. Tak ada satupun yang dia ingat. Nadira mulai berkeringat karena takut.

"Oke, sudah jelas kalau tidak memperhatikan saya sama sekali! Silakan keluar!" Tanpa kompromi, Bu Intan mengusir Nadira dari kelas.

Nadira tak melawan. Dia tahu kalau dia salah. Bu Intan tak akan mendengarkan alibi apa pun, oleh sebab itu Nadira langsung saja menurut untuk meninggalkan kelas.

Tak ada yang berani bersuara. Ada beberapa teman yang memandang puas pada Nadira tapi ada juga yang merasa kasihan.

Nadira pergi menepi ke depan kelas. Di sana sangat sepi dan senyap. Di saat semua siswa ada di dalam kelas, Nadira malah harus menikmati jam pelajaran di koridor sendirian.

*

*

Arash adalah seorang Mahasiswa semester 4 di sebuah universitas swasta di Jakarta. Dia adalah mahasiswa populer yang diidamkan oleh para perempuan.

Tampan, gagah, kaya raya, populer dan juga dominan. Walau dikenal badung dan kasar, tapi itu semua malah menambah karismanya. Banyak gadis mengantri untuk mendapat perhatiannya, tapi hanya segelintir saja yang bisa berinteraksi dengan pemuda 21 Tahun itu.

"Sebenarnya gue kasian sih sama adeknya si Galang! Tapi yaa gue juga nggak rela kalo si Galang lolos gitu aja dari hutang 20 juta itu!" kata Pradit. Pradit adalah satu-satunya anggota Geng Thunder yang satu kampus dengan Arash.

"Menurut gue tuh bocah juga bodoh banget sih! Dia minta gue halalin, itu artinya gue bisa minta jatah batin setiap kali gue mau! Lumayan sih, sekarang gue punya media setiap kali gue ingin," sahut Arash begitu licik.

Mereka sedang duduk-duduk di smoking area di halaman kampus yang luas itu. Bahasan mereka masih seputaran peristiwa semalam dan diam-diam Pradit kepo dengan proses pelunasan hutang di antara Arash dan Nadira.

"Coba lo spill sedikit! Gimana rasanya, Rash? Selama ini kan lo selalu nolak tawaran para ladies yang dengan sukarela menawarkan tubuh mereka ke elo?!"

"Jangan lah! Itu ranah pribadi gue!" tolak Arash dan Arash tak ingin menceritakan pengalaman erotisnya bersama dengan Nadira semalam.

"Tapi lo udah bebasin dia, kan? Urusan lo sama cewek itu udah kelar kan?"

Arash ingat, kalau dia belum mengucapkan talak untuk Nadira. Arash tersenyum licik dan dia sepertinya memang tak akan meloloskan Nadira begitu saja.

"Gue cabut!" Tiba-tiba Arash pamit dan bersiap untuk pergi.

"Laah, mau kemana? Obrolan kita belum kelar, Rash?!"

Arash tak mempedulikan Pradit dan terus berjalan ke area parkir.

"Rash! Masih ada 1 kelas lagi woy!" seru Pradit dan Arash tak peduli, dia terus berjalan. Terbesit dalam benak Arash untuk pergi ke SMA Harapan Bangsa, sudah pasti, dia ingin sidak memeriksa istri rahasianya sedang apa dan sedang dengan siapa di sekolahnya saat ini.

Terpopuler

Comments

penasaran lama lama kecanduan abis itu posesif abis tipe tipenya ini arash

2023-01-08

0

Nurdianah

Nurdianah

mulai penasaran dia....

2023-01-08

1

Amih Rizqi

Amih Rizqi

wahh klo nanti nadhira lg sm kaizan, si arash pastinya ngamuk nih

2023-01-03

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!