Aku Dan Tunanganku
Lagi-lagi lelaki tua itu tersenyum padaku, dan mengelus rambutku dengan halusnya, dia adalah papaku, orang yang sangat aku cintai, sosok yang selalu membuatku tegar di tengah hancurnya kehidupan ini.
"Nak... bagaimana sekolahmu?"
"Sekolah seperti biasanya Pa."
"Apa kamu banyak mendapatkan teman?"
"Banyak kok Pa," jawabku dengan sedikit keraguan, karna aku tidak mau berbohong pada papaku namun aku terlalu takut jika dia mengetahui aku di-bully di sekolahku.
"Baguslah kalo begitu, maaf kalo selama ini Papa tidak pernah bisa membahagiakan kamu, Nak," ucap papa dengan lirihnya dan rasa aneh di dadaku setelah mendengar ucapan papa itu.
Perbincangan singkatku dengan papa tak pernah kuduga bahwa saat itu adalah saat terakhir aku bisa mendengar suara papa.
Esok hari
"PA! PAPA!" teriakku di tengah keramaian jalan yang tidak menyadarkanku akan kehadiran banyak orang lagi.
"Mbak... tenang Mbak," terdengar suara seseorang yang sedang menghiburku.
"Hiks... hiks... Papaaaaaa"
"Sebaiknya segera dibawa ke rumah sakit terdekat Mbak."
Suara mobil ambulance terdengar dengan kerasnya dan melaju dengan cepatnya, membawa sosok orang tua yang sudah tersimpah begitu banyak darah dan robekan di belakang kepalanya. Ya... dia adalah papaku yang menghembuskan nafas terakhirnya di tengah jalan yang dilalui oleh berbagai macam kendaraan.
Tak pernah kusangka akan secepat ini ajal menjemput seseorang yang aku punya, seseorang yang sangat aku cintai dan kubanggakan.
Papaku adalah sosok yang luar biasa, aku tak pernah malu mempunyai orang tua sepertinya yang menarik becak ditengah jalan perkotaan yang begitu ramai, yang memiliki tubuh yang hanya dibalut tulang-tulangnya yang kelihatan mau keluar dari tubuhnya itu.
Dari kecil aku hanya memiliki papa, aku tidak tau siapa ibuku, dan aku pun tak menanyakan hal itu ke papa, aku tak pernah tau siapa keluarga besarku, yang aku tau aku hanyalah memiliki seorang papa yang sangat aku cintai.
Sesampainya di rumah sakit aku tak tau harus bagaimana lagi, aku tidak punya uang untuk membayar administrasi papa, dan untungnya ada seorang laki laki yang tampan dan mapan menolongku membayar biaya administrasi dan pemakaman papa, aku tak tau siapa dia, yang aku tau dia adalah sosok malaikat yang datang di hidupku, yang membantuku dengan senyuman manisnya.
Malam pun berlalu aku masih menitiskan air mataku di pemakaman papa, menceritakan berbagai kenanganku dengan papa, menceritakan bahwa aku selalu dibully disekolah, mereka selalu menyindir papa yang miskin dan mengolok olokku karna punya papa yang tidak bisa diandalkan, mereka hanya tidak tau betapa hebatnya papa dalam hidupku, menceritakan beban yang selalu aku tanggung dalam hidup ini didepan makam papa, aku tau papa sedih mendengarnya tapi aku tak bisa merahasiakan hal ini lagi pada papaku.
"Dengan nak diana?"
Suara yang berat itu mengejutkan ku dengan seketika.
"Iya, maaf sebelummnya Bapak siapa ya?"
"Perkenalkan saya Azra Firda,kepala sekolah dari sekolah Adisura Wisuna"
"Ada yang bisa saya bantu Pak?"
"Saya ingin mengundang nak Diana Gahari menjadi murid di sekolah saya dengan semua biaya ditanggung oleh sekolah."
"Maaf Pak... mungkin Bapak salah orang."
"Tidak Nak... sekolah kami memang ingin merekrut anak-anak berbakat seperti Nak Diana."
"Sekali lagi maaf Pak, saya tidak memiliki bakat apapun, dan sekolah itu terlalu tinggi buat anak seperti saya."
"Saya tau Nak bahwa kamu Diana Gahari adalah juara olimpiade fisika dan matematika tingkat internasional, jadi saya ingin kamu mendapatkan pendidikan yang lebih baik lagi Nak."
"Saya rasa saya tidak pantas menerima kebaikan hati Bapak."
"Kalo kamu merasa begitu, bagaimana setelah pulang sekolah saya memberi kamu pekerjaan untuk membayar sekolah dan kebutuhanmu?"
"Maaf Pak, saya rasa......."
"Jangan terburu-buru Nak, apakah kamu tidak mau menyelidiki kematian papamu? Yang terlihat begitu aneh?
"Dari mana Bapak tau keanehan kecelakaan yang menimpa papa saya?!"
"Hahahaha itu bukanlah kecelakaan Nak, karna tidak mungkin becak yang berjalan dengan pelannya itu bisa terpeleset dari jalanan yang tidak licin tersebut Nak, kecuali ada orang yang telah memodifikasi becak tersebut."
Seketika aku terhentak mendengar ucapan kepala sekolah itu.
"Apakah Bapak mau membantu saya mengungkap kebenaran tentang kasus kematian ayah saya?"
"Tentu Nak, jadi apakah kamu mau bergabung di sekolah saya?"
"Baik, tapi saya mau Bapak menepati kata kata bapak tadi, saya tidak mau tinggal dan sekolah gratis saja, saya tetap mau bekerja demi mengganti fasilitas yang Bapak berikan pada saya, dan tentunya melunasi utang saya pada laki laki tadi."
"Laki-laki siapa Nak?"
"Laki-laki yang membantu saya mengurus biaya administrasi dan pemakaman papa tadi."
"Hmm, apakah kamu ingat ciri-ciri orangnya?"
"Kira-kira seumuran sama saya dan tinggi sekitar 175 cm, kulit putih, alis mata tebal, bibir tipis dan rambutnya hitam dengan garis 1 cm dari kepala Pak."
Melihat ekspresi pak kepala sekolah yang terkejut dan tersentak menandakan dia tau siapa orang yang membantuku.
"Eh sebaiknya kamu tidak perlu berurusan lagi dengan dia Nak!"
"Kenapa Pak?"
"Kalo kamu tetap ingin hidup aman, sebaiknya kamu lupakan saja tentang dia."
"Tapi dia sudah menolong ku Pak!"
"Kalo begitu biar bapak yang melunasi hutangmu padanya, dengan memotong gaji kerjamu."
"Walau begitu saya tetap harus berterima kasih dengan dia, Pak."
"Terserah kalo kamu bersikeras ingin bertemu dia, tapi saya tidak menjamin kehidupanmu kedepannya."
"Siap Pak!" Walaupun aku masih bingung dengan maksud dari perkataan Pak Azra tentang jaminan hidup ku kedepannya.
"Sepertinya kamu sudah semangat lagi."
"Ini semua berkat Bapak, terima kasih banyak Pak."
"Baiklah, bisa kita pergi ke asrama sekolahmu sekarang?"
"Saya izin pamit sama papa dulu Pak."
"Saya akan tunggu kamu di depan mobil sana."
Aku langsung mengangguk setelah mendengar ucapan Pak Azra.
"Pa... Ana pamit dulu ya pa, Ana akan selalu doain dan kunjungi papa kok, Ana akan jadi anak baik dan jaga diri, jadi papa tenang aja Ana pasti baik baik saja kok, kalo gitu Ana pamit dulu pa, Ana janji bakal nemuin orang yang menyebabkan ini semua pa, semoga papa tenang di sana ya pa."
Aku pergi menjauh dari makam papa dengan air mata yang tak pernah berhenti menahan rasa sakit dan sedihku kehilangan orang satu satunya dalam hidupku.
"Sudah siap memulai hidup yang baru Nak Diana?" tanya pak kepsek yang menyadarkanku dalam lautan tangisanku.
"Siap Pak! Mohon bimbingannya!"
Pak kepala sekolah tersenyum mendengar jawabanku dan mengelus lembut kepalaku dengan rasa kasih sayangnya membuat ku teringat kembali akan kehangatan tangan papa.
Aku tidak lagi balik ke rumah kontrakan dan ke sekolah lamaku, karna biaya tunggakan kontrakan dan administrasi perpindahan sekolah sudah diurus oleh pak Azra kepala sekolah baruku, dan aku cukup tenang karna di rumah itu memang tidak ada barang barangku maupun barang papa,yang ada hanyalah baju bekas, robek, dan kumal yang tak bisa lagi dipakai dan becak papa juga sudah terbakar akibat kecelakaan itu yang aku punya hanyalah foto berdua dengan papa dan kalung bernama Diana yang diberi papa dari kecil kepadaku yang pastinya selalu kubawa kemanapun.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments
kitty
br baca dah bnyk teka teki
2020-09-14
1
Sinta Febi Sagita
baru mulai baca , jd penasaran
2020-09-10
1
Sept September
hi kak aku mampir yaaaa
2020-09-09
2