"Hah anda mengajak saya?"
"Kita kan sama sama bekerja disini." ujar Deva.
Aileen tersenyum lebar menatap pria dihadapannya itu. Entah kenapa pria di depannya ini terlihat lembut, dan bukan tanpa alasan, ia baru pertama kali bekerja sudah ada yang akrab. Sehingga benak Aileen saat itu, ya tidak sepi dan asing.
"Baiklah mas Deva. Bolehkan saya panggil begitu?"
"Tentu."
Aileen menatap Deva yang tak datar, sedikit humoris dan selalu senyum membuat Aileen nyaman, bekerja di tempat bos kriminal.
'Tapi aku kenapa, mas Deva kan baru aku kenal. Kenapa aku jadi ingat Kay!' batin Aileen.
Terlihat jam makan siang, Aileen dan Deva memesan di tempat makan tak jauh dari kantor, mirip cafe khusus karyawan. Kalau di kantor standar mungkin bisa dibilang kantin, tapi ini benar benar keren.
"Ayo, aku tunjukan makanan terenak di kantor ini. Lagi pula, cukup terjangkau."
"Benarkah? terimakasih."
Tapi dari arah lain, Livi dan Daffin yang berusaha akan makan diluar dan bertemu seseorang klien, ia di kejutkan dengan Deva dan Aileen, si karyawan barunya itu berada di meja lain, yang terbuka dan terlihat.
"Livi, apa mereka sedekat itu ? sejak kapan Deva punya teman dan karyawan harimau itu sudah saling mengenal pada Deva? Apa mereka berteman baik atau ..?" tanya Daffin.
"Saya tidak tahu bos, biarlah urusan mereka tidak perlu kita ikut campur! tapi jika bos ingin aku cari tahu, saya pasti akan .."
Daffin berlalu tanpa mendengar penjelasan Livi, mau tidak mau Livi pun mengekor, meski berbeda meja diujung, tapi Daffin melirik wanita itu, tersenyum sedikit.
Livi memperhatikan bosnya itu, ia mendapati Daffin yang tersenyum sendiri menepuk pundaknya setelah kembali memesan coffe."
"Hai apa sekretaris itu membuat suasana hatimu berubah, wajah flat itu baru saja aku melihat kau tersenyum kecil. Bos menatap dia ya rupanya." sambar Livi, yang kepo.
Daffin memalingkan wajah dan mengalihkan pembicaraan, tapi Livi yang tahu bosnya itu seperti apa, ia hanya menggelengkan tingkah atasan sekaligus sahabatnya itu, meski didalam kantor formal. Tapi jika diluar mereka akrab dan solid.
"Aileen itu sedikit garang tapi cantik juga ya, pak bos menurut bos, Pak Deva dan Aileen apakah ...?"
"Mari kita lanjut topik lebih penting Livi!"
Daffin menyudahi pertanyaaan Livi, dan mau tidak mau ia membicarakan pembahasan lain. Yakni pertemuan klien, deadline yang tertunda. Meski sesekali tatapan Daffin, tidak bisa di pungkiri melihat Aileen, yang saat itu terlihat tak bisa di pungkiri oleh Livi.
'Bos angkuh, dia pasti terpesona pada Aileen, banyak sekali menyangkal seorang bos.' gumam batin Livi.
"Mas Deva, kerja dilantai Lima. Bagian divisi apa atau hrd?" tanya Aileen, menyuap ice cream.
"Mmmh... apa ya sama lah seperti kamu Aileen, kenapa memangnya?" balas Deva, yang kala itu tak mengatakan ia sebenarnya siapa.
"Aku mau tanya soal perusahaan yang di dipimpin oleh lantai tujuh itu menurut mas Deva, dia seperti apa, soalnya aku ngeri. Pengen sekali aku resign, di bagian mas Deva butuh loker gak. Apa aja, biar aku pindah kalau bisa." gerutunya.
"Maksudmu itu, pak Daffin? kamu bicara bos Daffin, di lantai tujuh kan?"
Aileen mengangguk. "Betul, aku baru kerja dua hari ini. Udah ga tahan, malas."
Deva pun tersedak ketika Aileen bertanya tentang kakaknya, ia menyembunyikan jika ia adalah adiknya dan diluar dugaan. Di ujung meja bersebrangan. Daffin tersedak juga hingga meminum dua gelas air, dibantu oleh Livi.
"A-aku salah ya berbicara, maaf mas Deva."
Aileen memberikan minum pada Deva, yang tak ia lihat di sebrang meja lain Daffin juga ikut tersedak tiba tiba, kembar mereka tidak identik wajar. Tak terasa tangan mereka saling bersentuh, ia saling memandang tatapan Aileen pada Deva.
Deva terdiam meminum air gelas dari tangan Aileen.
'Wanita yang lucu, entah mengapa aku merasa nyaman.' batin Deva.
Aileen pun terkejut, ia melepaskan tangan nya yang di sentuh oleh Deva.
"Maaf mas Deva, aku hanya ingin memberikan minum saja, tak bermaksud menyentuh tangan mas Deva. Soal pertanyaan aku tadi, ga perlu dibahas deh. Pasti mas Deva juga seram kan, ga berani bicarain bos kriminal itu."
Gleeuk! 'Bos Kriminal, kenapa kakaknya di bilang seperti itu?' telisik Deva ingin tertawa begitu saja.
"Kenapa kamu takut ya? bos di lantai tujuh memang seram sih. Jadi kalau perlu kamu tetap abaikan saja, bekerja di perusahaan ini tidak mudah. Jadi jangan di usingkan dengan hal hal ini."
"Sepemikirkan, hah. Jadi lega begitu dapat pencerahan." ucap Aileen, kembali makan siangnya.
Di ujung meja lain, Daffin langsung berdiri, ia langsung pergi meninggalkan Livi begitu saja. Ia tak bisa menatap Wanita itu bersama Deva. Daffin kesal, sedikit menaikan dasi dan kerahnya, ia pun berlalu pergi berusaha kembali ke ruangannya.
"Bos makan siangnya ini bagaimana?! belum selesai, pak bos mau kemana?" teriak Livi.
"Toilet." Jawabnya, sehingga Livi kembali tenang duduk, karena jujur ia juga takut jika bill tagihan memakai akun dananya lagi untuk bayar, meskipun akan di debet lagi oleh sang bos.
"Mas Deva, aku ke toilet bentar ya."
"Oke. Silahkan saja Aileen."
Aileen yang pamit ke toilet, berusaha menenangkan debaran jantung yang berdebar sejak lama, entah kenapa melihat mas Deva mirip Kay! calon suaminya yang batal menikah, karena sebuah tragedi mengenaskan yang tak ingin Aileen bayangkan
Aileen yang berbelok arah, ia tak sengaja berlalu dari arah dinding berbentuk L. Sementara Daffin yang baru saja keluar dari toilet, akan kembali ke meja malah berpapasan dan menabrak Aileen sejajar membuat mata Aileen membulat, terbentur jas rapih itu.
"Auuw..." tubuh nya saling beradu, dan tak sengaja saling menatap dengan diam.
"Maaf .. pak."
Ketika Aileen ingin melangkah ke kanan, Daffin pun melangkah ke kanan. Ketika Aileen kembali melangkah ke kiri Daffin pun spontan ke kiri. Sehingga mereka berjalan saling beradu dan tak bisa melangkah.
"Silahkan anda jalan lebih dulu!" ucap Aileen kesal.
"Hah! dasar wanita gila." telisik Daffin, berlalu begitu saja. Membuat Aileen sebal kembali emosi, bisa bisanya ia berpapasan dengan pria kriminal itu
Lalu tanpa lama lagi, Daffin pun berlalu melangkah meninggalkan Aileen dengan diam dan datar.
"Dasar pria aneh! bisa tidak, hari hariku tidak betemu dengan dia lagi." dengus Aileen menarik nafas dengan kesal, entah mengapa menatap pria atasan itu, selalu membuatnya naik darah kesal bercampur benci.
Aileen ke toilet dalam beberapa puluh menit, setelah mencuci tangan, Aileen berusaha kembali makan, ke meja yang disana mungkin sudah di tunggu mas Deva. Aileen memutar pikirannya, berharap ia tidak pernah melihat pria kriminal itu, di luar kantor, pusat perbelanjaan bahkan mall atau pasar sekalipun.
Deg. Seseorang membuat Aileen syok.
Tbc
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments