Part 2. Istri Yang Tak Dianggap

Menjelang pagi, Eleanor bergegas meninggalkan hotel mewah tersebut. Ia bukan langsung pulang ke apartemen, namun tujuan utamanya adalah rumah sakit.

Dengan langkah kaki gontai menghampiri ruangan sepi mencekam, hanya terdengar bunyi alat-alat medis.

Dua buah brankar yang terdapat di dalam ruangan tersebut. Masing-masing di tempati oleh anak perempuan cantik, dengan wajah memucat dan terpejam.

"Sayang, cepatlah bangun. Mom, sangat kesepian," ucap Eleanor dengan berlinang air mata sembari mengusap wajah ke-duanya dengan tangan gemetar.

Eleanor menatap ke-duanya silih berganti. Dadanya begitu sesak melihat betapa mirisnya ke-dua bocah cantik itu terbaring dengan banyak alat medis yang terpasang.

Puas mengutarakan rasa bersalah, wanita cantik itu menyudahi pertemuan mereka dengan menciumi dahi masing-masing. "Sayang, Mom yakin kalian anak yang pintar dan kuat. Mom, dengan sabar menunggu bangunnya kalian." Usai mengatakan itu, ia melangkah keluar. Menuju ruang dokter, sesuai perintah dari sang suster.

Tiba di ruang dokter, ia di sambut dengan ramah, bahkan dokter dan suster begitu menghormati dia. Maklum saja, status Eleanor sekarang adalah menantu dari keluarga terpandang, itu artinya ia menjadi bagian dari pemilik rumah sakit tersebut.

Usai di persilakan duduk, Eleanor menanyai perkembangan kondisi ke-dua putrinya. "Dok, bagaimana keadaan mereka? Apa semuanya baik-baik saja?" dengan mata berkaca-kaca Eleanor menanyakan kondisi ke-dua putrinya, sangat berharap mendapat jawaban yang melegakan.

"Besok kita akan melakukan operasi lanjutan Nona. Puji Tuhan ada perkembangan sesuai yang kita harapkan. Untuk Aira, kondisinya mulai stabil namun luka berat yang di alami di bagian tungkai belakang menyebabkan kondisinya melemah dan belum sadarkan diri. Sedangkan Aura, kita masih mengoperasikan luka berat pada tulang belakangnya." Keterangan dokter membuat Eleanor hanya bisa mengusap dada. Keterangan yang tentu saja tidak baik. "Kita berdoa saja Nona. Aira maupun Aura, anak yang kuat, buktinya mereka mampu melewati masa kritis."

"Terima kasih dok, semua berkat kerja keras dokter dan tim lainnya."

Dokter mengangguk sembari menutup data hasil pemeriksaan Aira dan Aura. Ya, nama anak perempuan kembar itu adalah Aira dan Aura.

"Nona, jangan khawatir. Kami tim dokter akan berusaha semaksimal mungkin. Kita serahkan semua kepada yang di atas."

Eleanor mengangguk sembari bergumam amin. Ya, yang hanya bisa ia lakukan saat ini dan seterusnya adalah berdoa, minta pertolongan dari Sang Pencipta.

*

Petang menjelang Eleanor baru mendatangi apartemen, tempat tinggalnya ia dan suaminya Alexei.

Karena sudah tau nomor sandi apartemen, ia masuk begitu saja. Sementara sosok yang sedang duduk di depan televisi menatapnya dengan mata nyalang, seperti ingin memakannya hidup-hidup.

"Baru pulang? Kelayapan di luar sana? Pantas saja, kau diceraikan karena begini kelakuanmu!" cecaran dan caci maki itu membuat Eleanor telonjak kaget, hingga langkahnya spontan berhenti. Ia benar-benar tidak menyadari soal keberadaan suaminya itu.

Dengan mengigit bibir bawahnya Eleanor menahan rasa, mendengar cecaran itu.

"Honey, ini minumannya."

Tiba-tiba suara manja seorang wanita membuat Eleanor mendongak, memberanikan diri memandang ke arah di mana sosok tadi itu menyambut kedatangannya. Ets, bukan menyambut namun sambutan mencecar dan merendahkan dirinya. Sementara wanita itu tanpa merasa malu duduk begitu saja di pangkuan Alexei dengan gerakan menggoda.

"Honey, jadi ini wanita itu?"

Hmm

Tanpa ingin menjawab, Alexei langsung menyambar bibir merah merekah itu. Bukan hanya ciuman biasa, namun ciuman yang menuntut.

Dengan spontan Eleanor membuang pandangan ke arah lain, dengan hati bergemuruh. Sementara dua sosok itu sama sekali tak menghiraukan keberadaannya, seolah dirinya hanya sebuah patung pajangan atau sama sekali tak terlihat.

Karena keadaan di depan matanya semakin tak bermoral membuat Eleanor memutuskan melanjutkan langkahnya meninggalkan tempat menjijikkan itu.

"Siapkan air mandiku!" perintah tegas itu kembali menghentikan langkahnya.

"Baik," sahut Eleanor tanpa ingin menoleh ke sumber suara.

"Cepat kerjakan!" bentak wanita itu, ikut-ikutan membentak dirinya. Hal itu membawa pandangan Eleanor terpaksa teralihkan, namun pandangan itu tak bertahan lama karena tatapan ia dan Alexei bertemu.

Tatapan mematikan itu membuat Eleanor tertunduk, tanpa ingin membalas tatapan itu, bukan karena takut, tapi karena tidak ingin membuang waktu cuma-cuma.

Eleanor berjalan dengan tangan terkepal erat, dadanya bergemuruh menahan rasa sakit. Tontonan yang sangat menjijikkan di depan matanya, berhasil menghujani hatinya dengan ribuan jarum yang menancap sangat dalam.

Seharusnya Eleanor tidak merasakan sakit seperti itu, tapi entah mengapa hatinya begitu sakit.

Terpopuler

Comments

Rini Musrini

Rini Musrini

suami tak punya hati sudah ada yg halal milih yg haram .

2023-03-05

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!