Tembak Bius

Tembak Bius

Maksud Lela bukan penjara yang sesungguhnya, melainkan penjara di rumah yang kini ditempati Bibi dan Pamannya. Dua orang itu yang selalu mengancam dan memperlakukannya dengan buruk. Lalu, dia bersembunyi di gubuk yang biasa di pakai istirahat oleh para pekerja kebun jeruk milik ibunya.

Lela diancam oleh Lein dan Landu, akan diadukan ke polisi, karena mencuri harta kekayaan mereka. Padahal ia sama sekali tidak melakukannya, dan sepasang suami istri itu adalah paman dan bibinya sendiri. Karena warisan tanah membuat dua orang itu gelap mata dan ingin menguasainya.

Lela tidak mau menyerahkan warisan bagian ibunya begitu saja, tapi, karena takut dengan ancaman mereka, membuatnya kabur dari rumahnya sendiri, tepat sepekan yang lalu. Saat itulah kemudian ia bertemu dengan Lexsi.

Dia gadis sederhana yang belum punya banyak pengetahuan tentang hukum, dengan diancam seperti itu, tentu saja dia takut. Ibunya baru meninggal karena terserang virus mematikan yang mewabah di seluruh negeri, dan dia terjebak dengan situasi saat ini.

“Apa kau senang berburu?" tanya Lela mencoba mengenal Lexsi lebih jauh lagi, "Aku tidak!”

Namun, gadis itu terkesan memberi jarak yang jelas di antara mereka sebab dia melihat Lexsi, selalu memberikan tatapan menelisik, membuatnya tidak nyaman, seolah dirinya orang aneh dan mencurigakan.

“Ya. Sekedar hobi!” kata Lexi bangga, dia menyunggingkan senyum saat bicara.

“Rupanya kau bisa tersenyum juga, aku pikir tidak!”

Lexsi tiba-tiba kesal dengan gadis yang terkesan blak-blakkan, kalau saja Lexsi tidak merasa sudah berhutang budi padanya, sudah pasti gadis itu babak belur di tangannya.

Dua orang itu melempar tatapan saling menilai satu sama lain, walaupun mereka sudah saling menyebutkan nama, tetap saja mereka orang asing. Suasana kaku dan pikiran buruk, mengalir di antara suara kayu yang terbakar api di tengah rumah itu.

Sementara di luar, hujan masih deras dan suara petir terdengar masih bersahutan.

“Kau di sini sendirian?” tanya Lexsi sambil mengedarkan pandangan ke sekelilingnya. Ia masih tak percaya kalau gadis seperti Lela, tinggal sendiri dalam gubuk itu.

“Aku selalu sendiri setiap hari, sejak Ibuku pergi.”

“Maaf, kalau aku mengingatkanmu."

"Tidak masalah!"

"Lalu, kau tinggal dengan ayahmu, di sini?”

“Tidak! Aku tidak tahu di mana laki-laki itu! Aku tidak peduli, toh tidak ada orang itu juga aku tetap bisa hidup!”

Tiba-tiba Lela teringat akan ayahnya yang pergi saat dirinya masih kecil, tapi sang ibu tidak pernah menjelaskan mengapa pria itu pergi, sampai saat ini.

“Kau tidak takut, tinggal sendiri?”

“Untuk apa takut, aku bilang, kan? Aku sudah biasa sendiri sejak Ibuku meninggal!”

Ucapan Lela, menarik kekaguman secara tidak sengaja di hati Lexsi. Ia belum pernah menyimak ucapan seorang wanita sampai seserius ini.

“Kenapa kau bisa dipenjara?” tanya Lexsi lagi menyiratkan rasa penasarannya.

Lela mengerutkan alis dan ingin rasanya dia tertawa, karena ternyata Lexsi percaya jika dirinya adalah narapidana yang sedang dalam pencarian. Meskipun, dia bagaikan orang yang lari dari penjara, tapi, dia bingung memikirkan alasannya ditahan.

“Aku ... maaf, aku tidak bisa mengatakan alasannya, itu terlalu memalukan!” kata Lela, “Aku bukan orang yang baik! Jadi, segeralah pergi dari sini setelah hujan berhenti!”

Lexsi ingin menertawakan dirinya sendiri yang dengan mudahnya percaya pada Lela. Padahal, gadis itu jauh dari kata menarik, selain tubuhnya yang kurus dan kulitnya kusam, wajahnya juga tidak cantik bahkan, seperti orang yang tidak mandi selama berhari-hari. Cuma satu yang menjadikannya cukup enak dipandang, yaitu, bibirnya sensual.

Lalu, gadis itu mengusirnya setelah tadi, dia menawari untuk tetap tinggal, sebelum hujan. Seketika Lexsi merasa bagaikan pria bodoh yang dipermainkan seorang wanita jelek.

Sial sekali aku! Katanya dalam hati.

Tiba-tiba Lexsi ingin sekali menculik gadis ini untuk balas dendam, karena merasa sudah dipermainkan. Dia pun berpikir untuk menggunakan satu saja peluru yang mengandung obat bius, dia biasa memakai peluru itu untuk ditembakkan pada binatang yang akan diburu.

Lexsi menyeringai dan mengusap-usap senapannya sambil meneguk coklat panas. Dia akan melancarkan serangan setelah keluar dari rumah itu dan berada pada jarak aman, untuk menembak wanita incaran.

“Aku tidak mendapatkan binatang buruan, tapi aku tetap punya target yang bisa kujadikan sasaran!” bisik hatinya sendiri.

“Apa kau punya ponsel? Ponselku hilang!” tanya Lexsi sambil melihat isi dalam tas pinggangnya, untuk membuat Lela percaya.

“Ini kebun, yang masuk wilayah hutan, kadang sinyal bisa muncul kadang hilang, jadi percuma saja punya benda seperti itu!” kata Lela sambil memalingkan wajahnya.

“Kau punya punya telepon biasa?”

Lela diam untuk berpikir apa maksud pria itu.

“Aku tidak punya telepon, aku kan buronan, lagipula di sini hutan, tidak mungkin ada benda seperti itu, bodoh!”

“Kau yang buronan bodoh!”

“Terserah! Kau pikir dirimu pandai? Hah! Bisa-bisanya bilang aku bodoh?"

“Seharusnya kau tidak membiarkan orang lain mengetahui tempat persembunyianmu! Kalau kau memang residivis." Lexsi berkata sambil tertawa keras, dia pikir sudah bisa membuka kedok wanita di hadapannya.

“Kau mau mengadukanku pada polisi setelah keluar dari sini? Cih! Kau ternyata orang yang tidak tahu balas jasa!”

“Kau?” Lexsi geram.

“Apa? Dasar anak manja! Kau pasti laki-laki yang hanya bisa bersenang-senang dengan kekayaan orang tua dan menghamburkan uang mereka sesuka hati, iya, kan?”

“Bukan! Akulah polisinya!”

Lela kembali menilai penampilan Lexsi yang tidak tampak seperti seorang penegak hukum. Dia menilai pria itu sebagai orang biasa pada umunya yang bekerja jadi pegawai atau guru honorer di kampung. Lelaki itu memang punya postur tubuh yang tinggi, tapi di tidak mungkin seorang polisi berambut gondrong sampai ke leher, berkumis dan berjenggot tebal, bahkan cambang yang hampir memenuhi pipinya.

“Apa kau mencoba menipuku?” Lela tertawa, “Polisi tidak ada yang gondrong dan berjenggot setebal itu! Dasar! Kalau mau bohong itu mikir!” Lela tertawa keras setelah itu sampai dia puas.

Lexsi diam dan mereka tidak lagi bicara untuk waktu yang cukup lama dan hanya menikmati coklat panas mereka.

“Lihat, sekarang hujan sudah berhenti! Pergilah!” Kata Lela saat melihat keluar jendela sedangkan minumannya sudah habis.

Lexsi ikut melihat keluar jendela lalu, pergi keluar begitu saja, setelah melirik Lela sekilas, tanpa mengucapkan terima kasih. Gadis itu hanya tersenyum tipis dan memalingkan pandangan.

Dia tetap berada di sana sampai beberapa waktu melihat ke arah langit memastikan apakah akan pergi, untuk membeli keperluannya atau tidak. Banyak kebutuhan sehari-hari yang sudah habis, sedangkan uang pun menipis.

Kalau bukan karena Lein dan Landu, saat ini dia masih menjadi seorang guru dan dia menyukai pekerjaannya itu. Namun, ancaman demi ancaman yang dilakukan paman dan bibinya, membuatnya enggan tinggal bersama lagi.

Sejak ibunya meninggal tiga tahun yang lalu paman dan bibinya berinisiatif untuk mengurus dan mengajaknya tinggal bersama. Lela pun setuju karena merasa keputusan itu lebih baik. Apalagi dia tinggal seorang diri di rumahnya.

Saat itu Lela sedang sedih karena kehilangan ibunya dan senang ketika saudara ibunya bersikap sangat manis. Dia tidak menyangka, setelah semakin lama sikap dari paman dan bibinya berubah aneh. Mereka menuntutnya untuk menjual rumah dan juga kebun jeruk yang menjadi warisannya. Padahal Lein dan Landu sudah memiliki rumah dan juga kebun lainnya, mereka petani yang hidup berkecukupan.

Lela tidak tahu apa yang menyebabkan paman dan bibinya berubah sikap bahkan, mengancamnya dengan sesuatu yang tidak masuk akal. Dia pernah diancam akan dijadikan istri simpanan seorang konglomerat, dan dia menjanjikan kebahagiaan serta kekayaan yang jauh lebih banyak dari harta warisan yang dimilikinya.

Sebenarnya dia senang tinggal di rumah bersama Lein dan Landu yang memiliki empat orang anak yang semuanya bersikap baik kepadanya.

Oleh karena itu dia bertahan dan mencoba untuk meyakinkan bibinya bahwa, berapa pun hasil dari kebunnya akan mereka bagi dua, tetapi, mungkin Lain dan Landu kurang puas sehingga menuntut lebih. Mereka menjadi terlena, setelah mendapatkan bagian dari kebun jeruk saudaranya, kehidupan keluarganya semakin lebih baik.

“Aahk!” teriak Lela, tiba-tiba dia melihat bagian pundaknya seperti tersengat sesuatu, setelah itu dia tidak bisa melihat apa-apa, semua menjadi gelap, dan kakinya lemas tak mampu menahan berat badannya sendiri, seketika dia terkulai di lantai.

❤️❤️❤️

Terima kasih sudah membaca

Terpopuler

Comments

Hafira

Hafira

dih.. orang gak tau malu. udah ditolong juga...

2023-01-23

1

Sunmei

Sunmei

2like hadir
semangat kak
mampor iya

2023-01-14

15

◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ

◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ

beneran ditembak bius oleh lexi?

2023-01-03

15

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!