Oliva berjalan menuju kelasnya. Setiap koridor yang ia lewati selalu dipenuhi oleh anak seusianya berjalan atau ada yang berlari. Di waktu istirahat koridor emang lebih ramai. matanya melihat sebuah kerumunan. Semua kerumunan itu diisi oleh para siswi. Hanya ada satu siswa disana. Wajah lelaki itu tampak sangat risih. Ia melihatnya dari kejauhan. Oliva hanya berpikir, kalau lelaki itu termasuk primadona. Karena lelaki itu memiliki wajah yang cukup memukau, puji Oliva dalam hati. Oliva terus berjalan mendekati kerumunan itu. Ia harus menuju kelasnya. Karena waktu istirahat hanya tersisa lima menit.
"Eh, Lo, selamatkan gue pliiissss," suara berat itu terlihat memohon, dengan seseorang. Oliva menoleh kebelakang.
"Eh iya, lo yang lihat kesini," apakah lelaki itu baru saja meminta tolong padanya?
" Tinggal lari aja, kok susah," jawab Oliva segera meninggalkan koridor. Ia memasuki kelas yang suasana nya lebih heboh dari suasana di koridor. Seorang anak cowok, memberi isyarat padanya agar segera keluar dari kelas. Oliva terlihat bingung. Tetapi anak cowok itu terus memberi kode agar segera keluar. Oliva akhirnya menurut. Ia membalikkan badan dan berjalan keluar kelas.
" Eh, Lo Oliva!" pekikan nyaring tersebut membuatnya terhenti. Tidak ingin memperpanjang masalah, ia segera menoleh.
Ternyata Rose yang meneriaki nya. Tampak raut wajah yang tidak menyenangkan dari wajah Rose. Salah apa lagi Oliva?
" Sini Lo!" ia berjalan mendekati kerumunan dimana Rose berada. Semoga tidak terjadi apa\-apa, Oliva berharap dalam hati. Baru saja ia Sampai disana, sebuah tangan milik Mira melayang dan mendarat di pipi kanan Oliva. Oliva memejamkan matanya, menahan perih. Tidak ada satupun orang dikerumunan itu yang menyelamatkannya. Tangannya memegang pipi kanan nya yang terasa panas dan perih. Ia meringis. Kemana perginya anak cowok yang memberikannya isyarat tadi? Bukannya seharusnya anak itu menyelamatkannya, bukan meninggalkan nya?
"Heh, tikus. Lo pakai sihir apa, sih?" hardik Mira dengan mata memerah. Terdengar sedikit isakan dari Mira. Apakah anak itu baru saja menangis? Kalau iya, kenapa? Semua yang berada dikerumunan itu tiba\-tiba menjauh. Menyisakan Mira dan Oliva disana.
"Kenapa Lo diam, hah?! Mggak punya alasan, kan Lo! Kemarin udah gue peringatkan, dan sekarang, ini apa?! Apa maksudnya ini?!" Mira melempar kotak ungu pastel, yang tadi pagi diambil oleh Hendri. Oliva tak bersuara. Ia masih bingung.
"Terus kenapa Lo marah ke gue. Tadi pagi kotak itu udah diambil Hendri, kan?" Mira tertawa hambar. Ia seperti sedang bermain peran saat ini. Tetapi dalam dunia film, menampar tidak diperbolehkan secara benar\-benar.
" Bahasa mata apa, yang Lo berikan sama laki\-laki itu tadi pagi?!" teriakan lengking itu membuat pipinya semakin perih. Beberapa siswa lainnya tampak berbisik\-bisik. Oliva diam. Bukan berarti ia tidak emosi. Mengapa harus menyalahkan dia? Kenapa semua orang menyalahkan dia? Apa salah Oliva?
" Emang dia pacar, Lo? Kalau dia pacar Lo gue menjauh," ucapan Oliva dengan nada sedikit terdengar antagonis tersebut berhasil membuat wajah Mira memerah dan tanpa aba\-aba tangan Mira kembali melayangkan sebuah tamparan.
"Udah puas namparnya?" Mira terdiam lalu mendongak. Tubuhnya benar\-benar kaku sekarang. Bagaimana bisa Hendri berada disini. Oh tidak, ini memalukan. Beberapa siswa mulai bersorak heboh. Apa menurut mereka ini adalah drama? Sementara Oliva sendiri, kini hanya terdiam menatap punggung milik Hendri. Sejak kapan anak ini berada didepannya.
"Maaf," lirih Mira, menunduk. Terlalu malu menatap semuanya. Termasuk manatap Hendri.
"Anggap aja sebagai tebusan, kesalahan gue yang membuang kotak itu," setelah itu Hendri berlalu menuju keluar kelas. Oliva segera menuju kursinya. Semua siswa bersorak kembali. Di kursinya, Oliva masih terus berpikir. Ia hanya menatap meja tanpa melepaskan pandangannya. Sampai sebuah suara yang memanggil namanya membuatnya menoleh.
" Berterimakasih sama gue, yang memanggil pahlawan Lo," Oliva tersenyum tipis. Melihat anak cowok yang memberikan kode tadi, kini tengah berbangga diri.
"Siapa nama Lo?" tanya Oliva.
" Johan," Oliva terlihat menahan tawa, begitu mendengar jawabannya. Bukankah lelaki yang ada didepannya itu pernah meminta nomor wa dirinya, diawal perkenalan diri?
"terimakasih, Johan," lelaki itu tersenyum angkuh. Oliva hanya geleng\-geleng kepala. Johan mulai bangkit dari kursi dan berkata sangat pelan, "sepertinya Hendri punya rasa," lalu Johan pergi begitu saja sambil tertawa.
"Itu semua karena kalian tidak tahu, kalau kami adalah teman kecil," jawab Oliva pelan
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
☠⏤͟͟͞R⚜🍾⃝ ὶʀαͩyᷞαͧyᷠυᷧͣ🏘⃝Aⁿᵘ
hhmm.. seperti nya Hendri ada rasa sama Oliva ya
2020-10-07
1
rera714
aku hadir membawa like dan vote, semangat berkarya salam dari kill it
2020-07-28
1
Jack The Ripper
Wah tulisannya dikemas dengan gaya yg berbeda, menarik
lanjut nanti
2020-07-02
1