Dari siang sampai menjelang magrib, Raditya tak kunjung keluar kamar. Di luar sang ibu nampak panik, tidak tahu apa yang harus di perbuatnya, berulang kali di ajak bicara tetapi Raditya masih diam, tidak ada sepatah kata pun darinya meski sekedar bilang iya atau tidak. Bagaimana seorang ibu tidak mencemaskan anak anaknya kala diamnya sang anak tak dapat di pahami.
"Kenapa semua terjadi padaku" Ucap Raditya kesal. Dia juga sadar usia tak lagi muda, tapi menikah bukan pasal yang mudah. Pernikahan itu tidak hanya mengucap ijab saja melainkan juga memahami makna dari ucapan tersebut. Lalu bagaimana Raditya akan memahani arti pernikahan kalau pernikahan itu sendiri tidak ia kehendaki.
"Untuk apa mereka ikut campur tentang hidupku. Apa aku tidak bisa menemtukan kapan dan dengan siapa aku menikah nanti? Haruskah mereka ikut campur urusan hati" Kalau pun bisa sekarang Raditya akan berteriak kencang sampai tidak ada lagi beban dalam pikirannya.
"Bagaimana ini...." Sang ibu terus melihat pintu kamar Raditya yang masih tertutup rapat "Kenapa tdi akh harus bicara seperti itu padanya"
Memang tidak mudah memutuskan hal secara tiba tiba. Baginya tidak mudah menerima pernikahan tanpa adanya cinta, rapi apalah arti cinta ketika kedua orang tidak saling kenal di pertemukan oleh perjodohan oleh keluarga.
"Mungkin dia tidak mau di jodohkan. Bagaimana cara meluluhkan hati anakku ini? Usia sudah terlalu matang untuk menikah, tapi sampai saat ini ia tak kunjung mengenalkan calon pasangan" ibu Rohaya segera meraih hp di atas meja makan hendak menghubungi anak ke duanya. Raditya anak ke enam dari sembilan bersaudara. Salah satu kakaknyq meninggal dunia semasa remaja akibat kelainan jantung. Sekarang semua saudaranya telah menikah, begitu pula dengan kerua adiknya.
Setelah beberapa saat kemudian "Aku setuju dengan perjodohan ini, buk" tiba tiba saja Raditya keluar dari kamar membawa kabar bahagia.
Seketika saja Ibu Rohaya bangkit "Kamu serius, nak? Ibu tidak mau kalau pernikahan kamu nanti ada unsur paksaan" Mendekti sang putra, mencoba mencari jawab dari tatapan itu.
"Insya Allah aku yakin, buk" Padahal Raditya terpaksa menyetujui perjodohan tersebut demi membuat sang ibu senang.
Menyentuh lengan sang putra sambil tersenyum"Alhamdulillah, menikah termasuk ibadah, nak. Ibu sangat bahagia akhirnya kamu akan menikah juga, dan kelak ibu akan segera menimang cucu" Hampir semua orang tua akan memikirkan hal serupa saat anak anal mereka hendak melepas masa lajang. Cepat atau lambat Raditya akan menjadi seorang suami dan juga ayah. Di saan itu tiba beliau akan berusaha menjadi seorang mertua dan nenek yang baik.
"Iya, buk"
"Kalau begitu biar ibu bicara sama kakak kamu, supaya perjodohan ini segera terlakasana" sangking antusiasnya beliau langsung menghubungi Zaky selaku anak pertama, yang saat ini bekerja di luar kota.
Setelah berpikir beberapa saat, Raditya memutuskan menerima perjodohan tersebut, sebab baginya menikah hanya sebuah formalitas semata, setelah itu ia akan meninggalkan wanita tersebut.
"Terserah ibu saja...." Ucap Raditya kembali masuk ke dalam kamar.
Setelah Raditya masuk kamar, segera beliau menghubungi Zaky "Assalamualaikum, Nak. Ibu bawa kabar gembira"
"Waalaikumsalam, Ibu. Ada kabar bahagia apa sepertinya ibu sangat bahagia...."Tanya Zaky penasaran.
"Adik kamu mau menerima perjodohan itu" jelas Beliau sembari tersenyum bahagia.
"Alhamdulillah....kalau begitu secepatnya kita tentukan tanggal pertemuan kedua keluarga. Sesegera mungkin pernikahan mereka akan terlaksana. Lebih cepat lebih baik. Hal baik jangan di tunda terlalu lama" Sebagai seorang kakak, ia merasa senang atas keputusan Raditya. Melihat kesendirian sang adik membuatnya turun tangan mencarikan pasangan yang tepat.
"Kalau Ibu jaga kesehatan, jangan terlalu capek, dan jangan lupa obatnya di minum biar sehat terus sampai nini nini, bisa momong anak cucu sampai cicit, Amin" Setelah mendapat kabar baik itu segera Zaky mencari sang istri ke dalam kamar, ia tengah menidurkan anak ketiga mereka yang berusia satu setengah tahun.
"Amin. Ya sudah kalau begitu ibu mau masak dulu"
Usai teelpin dengan sang ibu, Zaky Duduk di tepi ranjang samping sang istri yang tengah melipat pakaian bersih"Alhamdulillah, Umi. Raditya setuju dengan perjodohan ini"
"Alhamdulillah, kalau begitu kita harus segera mengabari pihak keluarga Liona, Bi." Tutur Kinanti.
Beberapa hari kemudian pihak keluarga Raditya mengadakan pertemuan di rumah si wanita. Kebetulan sekali rumah Liona tidak begitu jauh dari rumah Raditya, masih satu wilayah jawa. Raditya datang hanya dengan ibu serta kakak dari ibunya. Karena sang kakak tidak bisa menghadiri acara pertemuan kedua belah pihak, akhirnya mereka meminta kerabat dekat untuk mewakili almarhum ayah mereka.
"Kamu jangan grogi ya, sayang. Sebentar lagi calon kamu datang" ucap ibu Liona yang saat ini tengah menemaninya di dalam kamar, baru saja ia selesai berhias. Kerudung putih dan kebaya senada melambangan kemurnian. Hari ini terasa sangat berbeda dari hari sebelumnya, jantungnya seolah bergemuruh setiap kali terdengar suara mobil di sekitar rumah. Tatapan mata Liona tidak lepas dari jendela kamar yang kebetulan jendela itu menghadap langsung ke luar rumah sehingga bisa melihat kedatangan rombongan tersebut.
Sambil tersenyum malu Liona menundukkan kepala "Liona nggak tau buk rasanya itu kaya waktu cepet banget, Liona jadi deg degan banget nih buk....duh gimana ya buk kalau mas Raditya kecewa ngeliat aku, gimana nanti kalau tiba tiba dia berubah pikiran pas lihat muka aku. Ibu tau sendiri kan aku paling nggak suka make up tebal, gimana ya apa mas Raditya nanti kecewa sama penampilan aku" Bangkit lalu berjalan menuju ke lemari kaca. Di depan cermin ia berhias memutar badan ke kiri dan kanan "Sepertinya perutku kelihatan gendut sekali" sembari memegang perut rata yang ia anggap gendut tersebut.
Sang ibu menghampiri putri tercintanya sambil mengulas senyum "Nggak kok, siapa bilang kamu gendut. Anak ibu ini sempurna (membulatkan ibu jari dan jari telunjuk) mau pake make up tebal, tipis, tetep cantik. Lagi pula mana ada sih bb 50 kilo kamu bilang gendut, bisa bisanya kamu aja karena grogi ya" menjawil pinggang sang anak hingga mereka tertawa bersama.
Tin, tin...
Keduanya melihat ke arah jendela "Nah itu mereka udah datang, yuk kita keluar sambut kedatangan calon suami kamu besrta keluarganya" menggapai lengan sang anak, tapi terhenti karena Liona merasa snagat gugup.
"Oke, ibu tau kamu gugup, kan? Coba deh tarik nafas lalu keluarkan perlahan" Liona melakukan apa yang di minta sang ibu, sambil memejamkan mata beberapa saat.
"Gimana udah nggak grogi lagi?"
Liona sendiri tidak mengerti kenapa dia tidak bisa mengntrol dirinya, tubuh terasa panas dingin, jantung semakin berdetak kencang, urat nadi seakan melamah.
"Ibu, gimana ya kalau mas Raditya kecewa sama aku pas tau aku jelak gini"
Mengusap lengan sang putri "Jangan berkecil hati seperti itu, sayang. Apa pun yang nanti qkan terjadi kita harus menyambut mereka dengan baik, ya udah yuk kita keluar, nggak enak mereka udah nunggu lama" setelah beberapa saat mereka pun keluar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments