Karena kejadian beberapa hari yang lalu membuat Mentari lupa mengabari Ibunya jika dirinya akan megantarkan Nina ke butik. Saat perjalanan menuju butik Mentari pun segera mengirimkan pesan pada Ibu Sarah jika dirinya akan pulang terlambat. Namun, dirinya tak dapat menerima balasan pesan dari Bu Sarah karena ponselnya lupa di isi baterai.
"Yah,," Keluh Mentari.
"Kenapa Lu?" Nina.
"Ponsel gw mati. Semalam lupa gw charge ketiduran." Mentari.
"Astaga! Terus gimana klo emak lu nyari?" Nina.
"Gw udah ngasih kabar dia. Tenang aja." Mentari.
Tak lama mereka pun sampai di butik milik tantenya Nina. Adik dari Ayahnya. Nina dan Mentari di sambut hangat oleh pegawai butik.
"Kaya kenal ya mobilnya." Mentari.
"Lu fikir pabriknya cuma ngeluarin satu mobil. Banyak kali Ri.." Nina.
"Astaga! Kali aja tuh mobil limited ya ngga Mba?" Tanya Mentari meminta persetujuan pegawai butik dan pegawai butik pun hanya tersenyum dan mengangguk.
"Udah ah ngaco lu. Ayo masuk." Ajak Nina.
Mentari pun mengekor langkah Nina. Nina masuk begit saja ke dalam butik milik tantenya.
"Kak, Kata Ibu tunggu sebentar. Ibu masih ada tamu." Sekretaris tante Nina.
"Baiklah." Nina.
Nina dan Mentari pun duduk di sofa tunggu yang di sediakan di sana. Mentari membolak balikan sebuah album yang berisikan gaun pengantin. Mentari mengagumi satu model pakaian pengantin yang sederhana namun tampak mewah.
"Astaga!" Teriak Mentari.
"Eh, kenapa sih Lu? Bikin kaget tau." Omel Nina.
Bukan hanya Nina bahkan sekretaris tante Nina pun merasa terkejut dengan ucapan Mentari.
"Hehehee... ga apa-apa gw cuma kagum liat ini semua." Jawab Mentari cengengesan.
"Makanya cari cowok jangan ngejomblo melulu." Ucap Nina dengan sedikit menoyor kepala Mentari.
"Issh... Kebiasaan deh Lu." Protes Mentari karena mendapat toyoran dari Nina.
"Abisan lu. Baru liat baju penganten gitu aja kagetnya bukan main. Sana cari pasangannya dulu atau perlu gue cariin." Nina.
"Ogah! Cowok manis di awal aja. Lama-lama pait." Jawab Mentari yang memang begitu trauma terhadap laki-laki karena perlakuan sang Ayah pada Ibunya.
"Ga semua cowok sama dod*l." Lagi-lagi Mentari mendapat toyoran dari Nina.
Saat keduanya beradu argumen tanpa mereka sadari ada beberapa pasang mata yang memperhatikan keduanya. Saat Mentari mengusap pelipisnya manik matanya melihat ada banyak orang melihat padanya.
"Eh," Mentari.
"Apalagi sih Lu?" Tanya Nina yang memang sedang fokus pada layar benda pipihnya.
Tanpa menjawab Mentari hanya menunjuk pada orang-orang di hadapannya.
"Eh, Tante. Siang Tante." Sapa Nina pada tantenya.
"Kamu kebiasaan kasian Imel." Protes tante Oki.
"Abis dia mah aneh." Nina.
Tante Oki pun hanya menggelengkan kepalanya.
"Maafkan atas ketidak nyamanannya ya Bu." Ucap Tante Oki pada tamunya.
"Tidak masalah Bu."
"Perkenalkan ini keponakan saya namanya Nina dan ini sahabatnya Mentari." Ucap Tante Oki menunjuk satu persatu mereka berdua.
"Halo Tante."
"Rasanya saya pernah melihat kamu deh." Tunjuk Tamu tante Oki pada Mentari.
"Hehehe.... Iya Tante saya Mentari yang tempo hari ketemu di cafe X." Ucap Mentari mengulurkan tangannya.
"Owh! Iya. Kalian yang udah tolongin saya. Makasih ya. Maaf saya baru sempat mengucapkannya. Kalo ga ada kalian entah apa yang akan terjadi sama saya." Tante Rita.
"Kemarin kebetulan saja Tante." Mentari.
"O... ya. Siapa yang mau menikah? Kamu atau kamu?" Tunjuk Tante Rita pada Mentari dan Nina.
"Eh, ini Nina Tante. Kalo saya mah ngga." Mentari.
"Iya Tante. Nanti dateng ya Tan hehehe..." Nina.
"Wah, mudah-mudahan saya bisa datang ya nanti." Tante Rita.
"Harus dong Tante nanti kita marah nih." Nina.
"Dih, siapa lu. Ga usah Tante ga apa-apa nanti ngerepotin Tante." Mentari.
"Dasar emang dia mah aneh Tan. Maklum Tan jomblo abadi." Ledek Nina.
"Hus... Kalo ngomong asal bunyi aja kamu." Protes Tante Oki.
"Hahaha... Kalian lucu. Ya sudah nanti saya usahakan ya. Nanti saya hubungi kalian. Bisa minta nomer ponselnya?" Pinta Tante Rita menyodorkan ponselnya.
"Bisa Tante." Nina.
Nina pun mengetik nomer ponsel pada layar ponsel milik Tante Rita. Kemudian mengembalikannya kembali. Setelah berterima kasih Tante Rita pun berpamitan. Kemudian Nina dan Mentari pun masuk ke dalam ruangan Tante Oki.
"Itu gaun kamu. Kamu coba dulu nanti ke sini lagi. Kalo masih ada yang kurang pas kita perbaiki. Mumpung masih ada waktu." Titah Tante Oki.
"Siap Tan!" Nina.
Saat Nina selesai mencoba gaunnya dan ada sedikit perbaikan di beberapa titik akhirnya Nina dan Mentari pun keluar dari butik sore hari. Nina merasa tak enak pada Mentari namun Mentari mencoba santai walaupun ia tahu akan di hadapkan dengan apa.
"Sorry ya Ri lu jadi kesorean gini pulangnya." Ucap Nina tak enak.
"Yaelah santai aja kali gue juga udah bilang kok sama Ibu. Kakak gue juga tau kok gue mau anter lu. Jadi lu santai aja." Mentari.
"Beneran?" Nina.
"Beneran astaga! Udah Nin, lu turunin gue di sini aja." Pinta Mentari saat gerbang komplek rumahnya sudah terlihat.
"Eh, yakin lu?" Nina.
"Yakin. Gue udah biasa jalan kaki dari sini sampe ke rumah." Mentari.
"Ya udah. Thanks ya Ri." Nina.
"Sama-sama. Bye Nin. Sampe ketemu di kampus." Mentari.
Setelah mobil Nina melaju Mentari pun melangkahkan kakinya menuju rumah. Walau berat dirinya harus pulang. Jika tidak maka Ibunya akan tidak baik-baik saja. Sampai dekat gerbang rumahnya Mentari melihat salah satu penjaga tengah berdiri di depan gerbang dengan wajah yang panik.
"Sore Pak. Kenapa?" Tanya Mentari santai.
"Astaga! Neng Tari dari mana saja. Ibu sudah menunggu sejak tadi. Bapak sudah di rumah sejak siang tadi." Ucapnya menyampaikan pesan Ibu Sarah.
"Loh, bukannya tadi Tari sudah mengirim pesan pada Ibu." Mentari.
"Iya tapi pesan yang ibu kirim belum juga Neng bales." Penjaga.
"Iya Pak batre ponsel Tari habis. Tari lupa cas." Mentari.
"Ya sudah ayo Neng. Kata Ibu lewat samping saja." Penjaga.
"Makasih Pak." Mentari
Mentari pun memasuki rumah sendiri lewat pintu samping biasa pekerja di rumahnya keluar dan masuk. Bagaimana tidak Mentari menyebut Ayahnya sendiri dengan sebutan Tuan. Dirinya saja harus keluar dan masuk lewat pintu samping. Kamarnya terpisah sendiri di belakang walau di atas masih terdapat satu kamar kosong yang bisa dia gunakan.
Mentari memasuki rumah dengan santai. Langkahnya langsung menuju kamarnya yang berada di pojok. Tanpa dia ketahui jika sang Ayah tengah berada di meja makan menikmati secangkir kopi seraya matanya fokus pada layar pipihnya.
"Bagus. Keluar masuk seenaknya menikmati fasilitas mewah dengan cuma-cuma. Jika bukan karena Nenek dan Kakeknya malas sekali membawanya masuk." Ayah Wibisana.
Deg...
🌹🌹🌹
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
susi 2020
😲😔😔😔
2023-06-25
0
susi 2020
🙄🙄🙄
2023-06-25
0