"Ri, sambil nunggu jam matkul (mata kuliah) sore nanti ke cafe yuk." Ajak Nina.
"Boleh. Lu yang traktir ya." Mentari.
"Astaga! Kapan sih lu yang bayarin gw?" Omel Nina walau itu hanya sebuah candaan.
"Nanti klo gw udah kaya." Mentari.
"Ceh, makanya kaya Kakak lu tuh. Sultan dia mah." Nina.
"Lah, dia ada Daddy." Canda Metari.
Hahaha... Keduanya pun tertawa dengan lelucon mereka sendiri.
Nina memang bukan anak sembarangan. Ayah nya salah satu petinggi di penerintahan. Kehidupannya pun tak jauh beda dengan Mentari hanya saja Mentari tak seberuntung Nina yang begitu mendapat limpahan kasih sayang dari kedua orang tua bahkan semua keluarganya.
"Ri, besok lusa bisa ya anter gw ke butik tante gw." Pinta Nina.
"Ga janji gw Nin. Lu tau sendiri kalo Tuan udah ada di rumah." Keluh mentari.
"Yaelah... Suruh Tuan lu dinas luar lagi aja ke Om Bono." Nina.
"Wuiih... Andai itu bisa terjadi." Mentari.
"Lu minta anter Raka aja deh." Ucap Mentari lagi.
"Ya gw ga bakal minta anter lu kalo Raka bisa anter gw." Nina.
"Lagian lu pada yang mau tunangan kenapa gw yang repot sih." Mentari.
"Ish... Perhitungan banget sih Lu." Nina.
"Iya dah. Besok gw bilang Ibu." Mentari.
Keduanya pun turun dari mobil Nina yang telah terparkir indah di halaman parkir sebuah cafe yang bernuansa keluarga. Ya cafe yang selalu membuat Mentari merasa nyaman karena dirinya merasa menemukan keluarga baru di sana. Satu-satunya cafe yang mengusung tema keluarga membuat Mentari sering mendatanginya begitu juga dengan Nina.
"Pesen apa lu?" Nina.
"Biasa aja deh. Nih pake punya gw." Ucap Mentari menyodorkan kartunya.
"Caelah,, ketularan sultan lu?" Goda Nina.
"Baru dapet traktiran Kakak gw tadi." Ucap Mentari yang memang baru saja mendapat transferan uang jajan dari Gadis.
Begitulah Gadis saat dirinya mendapatkan uang dari Sang Ayah maka Gadis akan membaginya dengan Mentari. Dan itu di luar sepengetahuan Sang Ayah. Itulah mengapa Gadis menolak kartu yang di berikan Ayahnya. Gadis selalu meminta Ayahnya untuk mentrasfer uang ke rekening pribadinya agar bisa di bagi dengan Mentari tentunya.
"Dapet angin apa Gadis traktri lu?" Nina.
"Lah, itu mobil dia tadi pagi." Mentari.
"Mantep." Nina.
Saat mereka mengobrol manik hazel Mentari menangkap gelagat tak baik dari seorang ibu yang tengah duduk seorang diri di sudut cafe. Mentari melihat wajahnya yang begitu pucat. Nina pun mengikuti arah pandang Mentari yang mulai tak fokus ketika dia mengajaknya berbicara.
"Wah, kenapa tuh Ibu." Nina.
"Tolongin Na cepet." Ucap Mentari sambil dirinya segera beranjak.
"Astaga! Anak itu kebiasaan deh." Gerutu Nina yang kemudian mengikutinya.
"Bu, ibu baik-baik saja?" Tanya Mentari berbasa-basi.
"Tolong bawa saya ke rumah sakit." Ucap Ibu tersebut di ujung kesadarannya.
"Astaga! Bu... Ibu... Aduh Nin cepet bawa ni Ibu kerumah sakit. Dia minta di anter ke rumah sakit katanya." Ucap Mentari sambil berusaha menyangga tubuh Ibu tersebut.
"Lah, si ibu kerja di rumah sakit toh." Seloroh Nina.
"Beg* lu. Bukan itu maksud gw. Udah ntar aja gw jelasin dah ah..." Mentari.
Beberapa pelayan cafe pun membantunya memasukkan tubuh si ibu ke dalam mobil Nina.
"Kak, sepertinya ibu tadi membawa kendaraan pribadi." Ucap salah satu pelayan Cafe.
"Maksudnya?" Nina.
"Ini ada kunci mobil di bangku dia." Ucap si pelayan cafe sambil menyodorkan kunci mobil.
"Lah, yang mana mobilnya?" Ucap Nina bingung.
"Sini gw yang bawa mobil tu ibu. Lu bawa Ibu itu ke rumah sakit yang di ujung sana gw di belakang lu." Mentari.
"Emang lu tau yang mana mobilnya?" Nina.
"Gampang." Ucap Mentari kemudian dirinya menekan lock pada kunci mobil milik ibu yang pingsan tadi dan ternyata mobilnya berada tepat di samping mobil Nina.
"Lah, dia nongkrong di sini." Tunjuk Nina pada mobil si ibu.
"Waduh, lu aja yang bawa. Gw bawa mobil lu." Ucap Mentari sambil memberikan kunci mobil si ibu ke tangan Nina.
"Lah, kok gitu?" Tanya Nina bingung.
"Mobilnya terlalu mewah gw takut ga bisa keluar." Mentari.
"Maksud lu?" Nina.
"Terlalu nyaman di dalam mobil jadi gw ga bisa turun." Ucap Mentari kemudian masuk ke dalam mobil Nina.
"Si alan lu. Awas ya lu ngerjain gw." Nina.
Keduanya pun pergi ke rumah sakit dengan slaing beriringan. Mentari memarkirkan mobil Nina di dekat IGD yang kemudian dengan cepat mendapat pertolongan dari perawat yang dengan siaga memberikan pelayanannya.
"Saya parkir mobil dulu ya Bruder. Titip ibunya." Ucap Mentari kemudian kembali ke luar.
Setelah memarkirkan mobil Nina. Mentari pun kembali ke IGD dengan menenteng tas yang di bawa si ibu tadi.
"Ri, di suruh ngisi data si ibu nih." Teriak Nina menunjukan selembar kertas pada Mentari yang baru saja kembali.
"Lah, mana gw tau. Si ibu aja masih merem." Mentari.
"Dasar beg* lu. Lu liat tuh di dalem tas kali aja ada dompetnya terus ada tanda pengenalnya jadi lu bisa isi nih data pasien." Nina.
"Dih, mana berani gw." Mentari.
"Aduuuh... Ini urgent Tari.." Ucap Nina gemas.
"Ya udah lu aja nih." Ucap Mentari menyodorkan tas ibu tersebut.
Nina pun menggeledah isi tas tersebut berharapa ada identitas si ibu. Dan syukurlah semua data yang di perlukan lengkap sudah berada di dalam dompet ibu tersebut.
"Wih, alamatnya perumahan elit nih." Ucap Nina saat mengisi alamat.
"Mana mungkin juga tuh ibu punya mobil kaya tadi klo rumah dia di pinggir kali." Mentari.
"Nyamber aja lu." Nina.
"Udah cepet isi udah gitu kita liat si ibu." Mentari.
"Namanya Rita." Nina.
"Terserah ke apa namanya. Yang penting kita cepet beresin ini terus balik ke kampus ntar telat lagi kuliah." Mentari.
"Lah, lu kan yang bikin semuanya jadi ribet. Coba lu cuek aja tadi kita ga bakalan ada di sini." Nina.
"Iya... Iya. Udah cepet jangan ngomel-ngomel aja kaya ibu tiri aja." Mentari.
"Deeuuuh... Gw goreng deh lu." Nina.
"Kerupuk kali ah di goreng." Mentari.
"Udah ayo. Masih mau di sini lu." Ajak Nina yang telah menyelesaikan administrasi ibu yang mereka tolong.
Sampai di ruang IGD mereka pun di panggil oleh dikter yang tadi menangani Ibu Rita.
"Syukur kalian segera membawa ibu kalian ke sini. Terlambat sedikit saja kalian akan kehilangan nyawa ibu kalian." Ucap Dokter jaga tersebut yang sukses membuat Mentari dan Nina terbengong mendengar ucapan dokter tersebut.
"Tapi Dok.." Mentari.
"Tak ada tapi lagi. Ibu kalian harus di rawat untuk mendapatkan perawatan yang intensif terlebih dahulu." Dokter jaga.
"Baiklah Dok. Tapi, kami bukan anaknya." Melati.
"Hah!"
🌹🌹🌹
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
susi 2020
😘😘😘
2023-06-25
0
susi 2020
😍😍🥰
2023-06-25
0
nath
si ibu holang kaya ,semoga cepat sadar si ibunya
2022-12-19
0