Uang Nafkah Atau Titipan ?

Bab 3

"Isshh.."

Aku bangkit dari lantai dan duduk di sofa, menahan rasa sakit pada pergelangan tanganku dan memijitnya perlahan, aku harap tangan ku tidak sampai bengkak.

Rasanya saat ini, ingin sekali aku tumpahkan keluh kesah ku pada seseorang.

Tapi pada siapa. Aku tidak mungkin bicara pada ibuku karena ia sedang sakit, aku tidak mau menambah beban pikirannya.

Biasanya saat pikiranku sedang kalut, aku bercerita pada kakak ipar ku, yang tak lain adalah istri dari kakak nya mas Adi.

Tapi sudah seminggu ini, ia sedang ada pekerjaan diluar kota, entah kapan ia bisa kembali lagi.

Aku berjalan menuju ruang tamu hendak mengambil air, setelah berdebat dengan ibu mertuaku rasanya tenggorokan ku mengering bagai kan berada di gurun pasir.

Glek..glek..glek

"Haah, segar sekali rasanya."

Tak lama ku menikmati kesegaran di tenggorokan ku, kudengar suara ponselku berdering sangat nyaring.

Ternyata aku lupa membawanya kembali saat sedang membereskan meja makan tadi pagi.

huhh dasar ceroboh.

Lalu kuambil ponselku yang tergeletak di atas meja, tertera nama 'Kak Diana'.

Ternyata kakak ipar ku yang menelfon, baru saja aku memikirkan nya, ia sudah menghubungiku saja. Lalu ku tekan tombol hijau untuk mengangkatnya.

"Halo kak ada apa."

"Ra, kamu lagi di rumah gak?"

"Iya aku di rumah, kenapa?"

aku bertanya dengan heran.

"Kakak main ya ke sana, bosen nih. Kaka juga bawa cemilan, kita nonton drama Korea yang waktu itu kamu rekomendasi kan."

"Hah kakak sudah pulang? kapan?" Aku kaget sekaligus senang. Sekarang aku bisa melepas keluh kesah ku pada kak Diana.

"Kemarin Ra, yasudah kita ngobrolnya di rumah saja, kakak berangkat sekarang ya daah."

Kak Diana memutus teleponnya.

Entah kenapa aku merasa nyaman berada didekat kak Diana. Meskipun ia hanya kakak ipar, tapi kasih sayangnya melebihi kakak kandung. Mungkin karena aku seorang anak tunggal jadi aku selalu menginginkan seorang saudara, dan sekarang aku memiliki nya.

Meskipun tidak sedarah, tapi aku sangat bersyukur karena ia bisa aku jadikan orang tua keduaku setelah menikah.

...

Setelah setengah jam menunggu, akhirnya kak Diana datang dengan menggunakan sepeda motornya. Aku menyambutnya dengan senang hati dan membawakan kantong keresek yang di bawa olehnya.

"Tumben gak bawa mobil."

tanyaku sambil sekilas melirik kearah motornya.

"Iya, lagi gak mau ribet, lagian jalanan kerah rumah kamu ini macet parah. Kakak gak mau lama lama dijalan."

cerocos kak Diana sambil mengibaskan tangannya.

Akhirnya aku mempersilahkan kak Diana untuk masuk. Lalu ia menarik tanganku yang terkilir berniat menggandengku, tapi aku malah meringis kesakitan.

"Aduhh kak sakit." aku melepaskan tangan kak Diana.

"Loh kenapa Ra, tangan kamu sakit?" Ia terkejut karena aku melepaskan gandengan nya, lalu mengusap tanganku yang kesakitan "Maaf ya kakak gak tahu."

"Gak papa kok kak tadi tanganku terkilir didorong oleh ibu"

"Hah ibu? kok bisa?" Tanyanya dengan heran.

"Sudahlah kita bicaranya didalam saja, nanti didengar tetangga, jadi ribet harus berurusan lagi sama ibu"

Akhirnya kita memutuskan masuk dan mengobrol didalam rumah. Sambil menonton drama kesukaan kami, aku menceritakan semuanya yang terjadi hari ini. Kak Diana tampak memperhatikan dan mendengarkan cerita ku dengan seksama.

"Kenapa ibu sampai marah, hanya karena kamu pergi menjenguk ibu kamu Ra?"

tanya kak Diana sambil sesekali menyuapkan cemilan yang dibawa nya tadi.

"Ibu mengira, aku akan memberikan uang yang banyak pada ibuku dengan alasan untuk berobat, ibu juga memfitnah ibuku kalau ibuku pura-pura sakit biar bisa di beri uang lebih oleh mas Adi."

Kak Diana memahami penuturan ku, ia juga memberiku sedikit nasihat agar aku jangan terbawa hawa nafsu yang tidak baik agar aku tetap bisa menjaga kesehatan mental ku dalam menjalani rumah tangga. Ia memang sudah memahami betul bagaimana sikap ibu mertua kami.

Ibu memang selalu memanfaatkan anak anaknya untuk menjadi ATM berjalan untuknya, tidak perduli bagaimana keadaan keuangan keluarga kecil anak-anaknya, yang penting segala kebutuhannya terpenuhi.

Mungkin karena ibu terbiasa hidup mewah, setelah almarhum ayahnya mas Adi meninggal ia jadi harus meninggalkan geng sosialitanya dan kembali hidup sederhana

Padahal ia sering menerima pesangon dan uang pensiunan yang cukup dari kantor dimana almarhum ayahnya mas Adi bekerja. Tapi, seakan tak ada habisnya, ibu selalu mempermasalahkan jumlah uang yang diterimanya.

sehingga anak anak nya lah yang harus bertanggung jawab memenuhi kebutuhannya.

"Oh ya, kakak tadi bilang kalo kemarin pulang sendiri, kok gak sama mas Aldo, 0mas Aldo sehatkan ?" Aku bertanya keheranan, saking serunya ceritaku, aku jadi lupa menanyakan kabar suaminya kak Diana.

"Iya, mas Aldo sehat kok, dia masih banyak kerjaan jadi gak bisa langsung pulang. Jadi kakak pulang sendiri, lagian kakak juga kangen sama Devano anakmu. Dia masih belum pulang dari sekolahnya.?

Tadi aku juga bawa mainan kesukaan Devano, Kakak harap dia suka." Kak Diana tersenyum sambil menunjuk kantong yang tadi dibawa olehnya, sedangkan yang aku bawa isinya beberapa cemilan.

"belum kak, mungkin sebentar lagi dia pulang, makasih ya kak, selain jadi temen curhatku kakak juga dengan senang hati menyayangi anak ku seperti anak sendiri." aku tersenyum haru menatap kak Diana.

Kak Diana memang sosok yang sempurna bagiku, ia cantik, baik, pintar, wanita karir, dan ia selalu menjadi panutan ku. Tapi, meskipun begitu tak ada manusia yang luput dari kekurangan.

Semenjak ia mengalami kecelakaan lima tahun yang lalu, ia yang saat itu sedang mengandung harus kehilangan bayinya saat itu juga. Selain itu, ia juga divonis oleh dokter mengalami lemah kandungan sehingga sampai beberapa kali ia mengandung, ia selalu mengalami keguguran, hingga sampai saat ini ia tak kunjung hamil dan punya anak.

Bahkan, tetangga tetangga di dekat rumahnya selalu menyebutnya wanita mandul.

Tapi kak Diana tak pernah menghiraukan nya, ia begitu tegar menghadapi masalah dalam hidupnya.

...

"Assalamu'alaikum"

Tak lama kemudian Devano pulang dari sekolahnya dengan riang.

"Wa'alaikumsalam." Jawab kami berbarengan

"Haa Tante bundaaa"

Devano sangat terkejut dengan kehadiran tantenya saat ini, ia lari dan memeluk tantenya dengan gembira. Sebutan 'tante bunda' adalah panggilan kesayangan Devano untuk kak Diana, karena ia sudah menganggapnya sebagai ibu keduanya.

"Sayaaang." Kak Diana merentangkan tangan nya dan memeluk Devano.

"Emmmm kalau sudah bertemu tantenya, ibu jadi dilupain."

"Iiih mama, aku kan kangen sama Tante bunda." Tanpa melepaskan pelukannya.

"Iya sayang, Tante bunda juga kangen sama vano. Nih Tante bawa mainan buat kamu."

Devano dengan gembira mengambil bingkisan dari tantenya, sambil tak lupa mengucapkan terimakasih berkali kali.

Setelah beberapa lama bercengkrama dan bermain main dengan Devano, akhirnya kak Diana pun pulang karena hari sudah sore.

Aku dan Devano mengantarkan kak Diana sampai halaman rumah.

"Daaah Tante bunda."

"Daah.."

......

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!