Kesabaran Raka mulai habis

" Mas, dari mana aja kamu pagi-pagi sudah gak ada di rumah? Mana gelas kopi berserakan di lantai, untung anak-anak masih belum bisa jalan, coba kalau sudah bisa hanis semua kakinya kena pecahan beling!"

Pagi-pagi Kinan sudah marah-marah karena pecahan gelas tadi malam yang di lempar oleh Raka. Sementara Raka yang baru saja pulang entah darimana hanya terdiam memandang Kinan lekat, tapi terlihat raut wajah penyesalan di lubuk matanya yang dalam namun Raka tak bisa mengungkapkan penyesalan itu hingga dia pergi begitu saja ke kamarnya.

Kinan menatap kepergian Raka, wanita itu menghela nafasnya karena kata-katanya gak di jawab oleh suaminya itu. Tapi Kinan acuh saja dia kembali menyuapi anaknya makan.

Sementara didalam kamar, Raka merebahkan dirinya di kasur tanpa mengganti bajunya.

" Apa yang sudah aku berbuat?"

Dia kembali duduk lalu mengusap wajahnya kasar, Raka seperti orang yang kebingungan. Bahkan hari ini dia meminta cuti sehari dengan alasan tidak enak badan.

" Tidak ada jalan lain, aku sudah berjanji padanya. Maafkan aku Kinan."

Beberapa menit setelah merenungkan diri, Raka memutuskan untuk mandi. Badanya terasa sangat lengket.

Setelah selesai mandi, Raka keluar dari kamar dengan pakaian santai nya, dia berjalan kearah meja makan dan melihat diatasnya tidak ada apapun dia menoleh arah sang istri yang sedang berada di taman belakang dia menghampiri.

" Kamu gak masak?" Tanya Raka.

" Nggak sempat, tadi aku sibuk ngurusin anak-anak. Kalau kamu lapar minta tolong dibuatkan saja sama Mbak Ira." Tanpa menoleh Kinan menjawab.

Raka kembali menghela, entah kesekian kalinya dia menghela karena Kinan yang mulai acuh padanya. Mau tak mau Raka menghampiri pembantu rumahnya yang cuma datang pagi sampai siang itu.

Raka sudah sangat kelaparan, tentu saja karena tadi malam dia tidak memakan apapun. Ti tambah lagi dia mengeluarkan tenaga ekstra tadi malam sehingga pagi ini sangat terkuras. Cacing di perut sudah berbunyi, kebetulan di meja makan ada biskuit dia mengambil dan memakan waktu mengganjal perut sebelum mencari pembantunya itu.

" Mbak bisa tolong buatkan saya makanan?" Tanya Raka sopan.

" Bisa, Pak. Mau di buatkan makanan apa?" Tanya mbak Ira wanita itu menghentikan aktivitasnya menyetrika karena permintaan tuanya yang tak biasa.

" Apa saja yang penting bisa di makan dan cepat dimasaknya," jawab Raka. Mbak Ira mengerti lalu langsung menuju ke dapur sementara Raka menunggu dia kembali menghampiri Kinan.

" Hallo anak-anak Papah, duh kangen nya."

Raka mencium kedua pipi gembul anak-anaknya. Raka akui Kinan sangat pandai mengurus kedua anaknya sampai-sampai nampak sehat dan montok seperti ini. Raka akan memberikan piala penghargaan sebagai ibu yang baik untuk kedua anaknya tapi tidak untuk dirinya yang kini sudah terabaikan menurutnya.

" Nana-nana …"

Raka tersenyum mendengar salah satu anaknya bisa bicara untuk pertama kalinya. Dia menggendong anak laki-laki yang pintar itu karena gemas.

" Wah Riski sudah bisa bicara ya, pintar banget sih …"

Raka terus menciumi pipi gembul anaknya itu gemes, setidaknya rasa bete di rumah ini hilang dengan adanya mereka.

" Kamu gak mandi?" Tanya Raka menatap istrinya itu. Lagi-lagi seperti ini, raut wajah kusut, kusam, pucat tanpa makeup. Baju daster rambut kembali digelung acak adul tanpa di sisir, bau badan entahlah mungkin lalat saja sudah tidak mau lewat depannya. Sampai-sampai Raka sakit mata melihat nya.

" Nanti aja nunggu anak-anak tidur."

Selalu seperti ini, ada saja alasan yang tak masuk di akal. Raka bisa maklum jikaa tidak ada orang dirumah ini. Tapi setidaknya ada mbak Ira yang bisa dimintai tolong menjaga sebentar kedua anaknya. Jika mbak Ira merasa keberatan karena bukan termasuk pekerjaannya, Raka sanggup bahkan sangat sanggup untuk menaikan lebih gajinya itu.

" Aku ada disini menjaga mereka, kamu mandi aja sana," kata Raka.

" Nanti aja, mereka gak bakalan mau pisah sama aku yang ada nanti malah nangis. Setidaknya kalau mereka sudah tidur aku punya waktu 10 menit buat mandi, kalau sekarang mana tenang."

Raka kembali menghela nafasnya, pada suaminya sendiri tidak percaya seakan dirinya adalah si penjahat anak-anak. Raka tak lagi berbicara karena sudah pasti kalah.

Makanan yang di masak mbak Ira masih belum siap, Raka masih saja bermain dengan kedua anaknya bahkan dia bergantian jika menggendong mereka. Tapi pada saat hendak menggendong Riska, anak perempuannya malah nangis karena tidak terlalu dekat dengannya sehingga anak perempuannya itu agak merasa asing.

" Cup … cup ini papa sayang, jangan nangis ya." Raka berusaha menenangkan.

" Kan … kan aku udah bilang kalau anak-anak itu gak bisa jauh-jauh dari aku. Kamu sih ngeyel banget kalau dibilangin."

Kinan membentak Raka dan dengan cepat dia mengambil alih Riska dari tangan suaminya itu dengan raut wajah kesal pada suaminya. Kinan sangat sensitif jika anak-anak nya menangis ditangan orang lain walaupun itu ditangan ayah kandung dari anak-anak nya sendiri.

" Kita masuk kamar aja yuk, kamu pasti takut banget ya."

Raka ingin sekali mengamuk saat ini, perut lapar emosinya semakin meningkat tetapi dia tidak ingin mengeluarkan karena ada kedua anaknya disana tak mau membuat mereka semakin kaget karena suaranya. Raka lebih dulu pergi meninggalkan Kinan dan ke-dua anaknya.

" Mbak nanti tolong bawakan ke kamar saya saja ya," pintanya, sebenarnya Raka sudah sangat tidak berselera untuk makan tapi perutnya tidak bisa diajak kompromi karena perut memang harus di isi jika dia masih mau berumur panjang.

Terpopuler

Comments

ghada saputra

ghada saputra

hayo Raka habis ngapai kok tenaga nya terkuras, apa habis ngeronda😁

2022-12-22

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!