Di dalam ruangannya, Raja buru-buru melepas kemejanya yang basah karena tersiram kopi tadi. Dia melempar kemeja itu ke sembarang tempat, lalu naik ke atas meja kerja dan mengarahkan punggungnya ke pendingin ruangan.
“Aduh ... perih ... perih ...!” Ujar Raja heboh. Ternyata dari tadi dia menahan rasa perih di punggungnya agar terlihat keren, seolah-olah dia tidak merasakan panas dan sakit sama sekali. Padahal kenyataannya, saat tersiram kopi panas tadi, rasanya dia ingin sekali berteriak dan menangis.
Dino yang baru masuk ke ruangan itu pun terkejut saat melihat Raja berdiri di atas meja kerja dengan bertelanjang dada.
“Kau ngapain, Ja?”
“Ngapain lagi? Ya mendinginkan punggungku lah! Kau pikir tidak panas apa kopi tadi? Aku nyaris menjerit kalau tidak gengsi! Gila itu cewek! Bar-bar kali, bah!” Raja mengomel.
“Lagian kau juga buat apa sok-sokan jadi pahlawan! Sekarang rasakan akibatnya!” Ledek Dino.
“Iya, aku juga heran. Kenapa tadi aku bisa refleks melakukan hal itu?”
“Biasanya sesuatu yang spontan itu datangnya dari hati.” Ledek Dino lagi.
Raja mencibir. “Sok tahu!”
“Benar, Ja!” Balas Dino. “Eh, tapi aku kesel dengan lelaki yang bersama Ayumi itu. Dia hanya berdiri jadi penonton saja, padahal semua ini kan gara-gara dia.”
“Itu contoh laki-laki tidak bertanggung jawab.” Sahut Raja.
Dino mangut-mangut, membenarkan ucapan Raja. “Iya, kau benar, Ja.”
“Eh, Din! Tolong lihat punggung ku! Kenapa perih kali, ya? Apa jangan-jangan terkelupas.” Pinta Raja sembari melompat turun dari atas meja.
“Mana? Sini!” Dino mendekati Raja, dia memperhatikan punggung sahabatnya yang memerah.
Posisi mereka sangat intim, Dino berdiri tepat di belakang Raja yang bertelanjang dada. Bahkan jarak mereka sangat dekat.
Dan apesnya, tiba-tiba Ayumi menyelonong masuk begitu saja ke ruang kerja Duo Gesrek tanpa mengetuk pintu.
“Astaga, kalian berdua!” Teriak Ayumi kemudian berbalik membelakangi mereka.
Kedua lelaki itu juga tak kalah kagetnya mendengar teriakkan Ayumi, keduanya lantas saling pandang. Sedetik kemudian mereka menyadari posisi mereka yang tidak lazim, Raja sontak mendorong Dino agar menjauh darinya.
“Ini tidak seperti yang kau pikirkan!” Sanggah Raja sembari berjalan mendekati Ayumi yang berdiri di ambang pintu dengan posisi membelakanginya.
“Iya, masa jeruk minum jeruk!” Ucap Dino asal, meniru salah satu iklan di televisi.
Raja langsung berbalik memandang sahabatnya itu. “Jeruk makan jeruk, Din! Bukan jeruk minum jeruk!”
“Hehehe ... salah, ya?” Dino cengengesan sambil menggaruk kepala belakangnya yang tak gatal.
“Aku tidak peduli kalian mau melakukan apa! Aku cuma mau bilang terima kasih karena telah menyelamatkan aku tadi, aku tidak menyangka kau akan melakukan itu.” Ucap Ayumi tanpa menoleh ke arah Raja ataupun Dino.
“Oh ... kejadian tadi? Sudahlah, lupakan saja. Aku cuma tidak ingin ada keributan di kafe.”
“Bukan karena kau peduli padaku?” Tuduh Ayumi terang-terangan.
Raja sontak tertawa. “Kau ini bicara apa, Shizuka? Percaya diri kali kau!”
Ayumi terdiam. Dia sedikit kecewa. Tadinya dia berharap Raja akan memberikan alasan yang bisa membuat hatinya berbunga-bunga. Tapi ternyata tidak.
“Oh, baiklah. Kalau begitu aku permisi.” Ayumi bergegas pergi tanpa sedikit pun menoleh ke arah Raja dan Dino.
“Kenapa kau bilang begitu, Ja? Lihat, Ayumi seperti kecewa.” Sela Dino yang menyadari sikap Ayumi.
“Memangnya aku salah?” Balas Raja. “Lagian kau tahu dari mana kalau dia kecewa?”
“Kelihatan banget, Ja. Masa kau tidak sadar, sih?”
Raja menggeleng. “Aku tidak lihat apa-apa!”
Dino menghela napas. “Dasar tidak peka! Sudahlah, aku juga mau keluar dulu.”
Dino bergegas meninggalkan Raja lalu mencari Rania.
Ternyata gadis manis itu sedang membereskan gelas-gelas kotor bekas pelanggan, Dino menghampirinya dan menawarkan bantuan.
“Ran, pasti kamu lelah? Sini aku bantu!”
“Eh, tidak kok, Kak. Biar aku saja. Permisi, Kak.” Tolak Rania sungkan dan segera melangkah ke dapur sambil membawa gelas-gelas kotor itu.
Dino hanya memandangi punggung Rania yang semakin menjauh.
Susan yang sedang membersihkan lantai bekas tumpahan kopi tadi mendengar tawaran Dino kepada Rania, gadis gendut itu pun mendekati Dino.
“Kak, aku lelah. Kakak mau tidak membantuku?” Rengek Susan dengan manja.
Seketika Dino menoleh ke arah Susan, lelaki somplak itu memperhatikan Susan dari ujung kaki sampai ujung kepala.
“Kalau dilihat dari bentuk mu yang jumbo ini, pasti makanmu banyakan?” Tanya Dino.
“Hehehe ... lumayan sih, Kak.” Jawab Susan cengengesan.
“Berarti tenagamu juga banyak. Kalau begitu, manfaatkanlah tenagamu untuk bekerja dengan baik. Jangan menyusahkan orang lain!” Sahut Dino dan segera pergi menyusul Rania.
Wajah bulat Susan seketika memerah dan cemberut, bibir kecilnya mengerucut.
“Kak Dino pilih kasih!” Gerutu Susan.
🌸🌸🌸
Malam harinya sehabis pulang dari kafe, Rania berjalan pelan menyusuri gang sempit menuju rumah kontrakannya, rasanya bagai berjalan menuju neraka jika mengingat apa yang akan menyambutnya di rumah nanti.
Dari jarak lima meter, Rania sudah bisa melihat sesosok lelaki paruh baya sedang duduk sambil memegangi botol minuman keras.
Rania melangkah cepat melewati lelaki itu, dia tak ingin terlibat pembicaraan dengannya. Tapi sial memang, lelaki itu malah memanggil Rania sehingga dia terpaksa menghentikan langkahnya.
“Ran, bagi duit!”
“Ayah, sudah berapa kali aku katakan, berhenti minum dan bermain judi! Itu hanya akan menghancurkan Ayah, menghancurkan kita!” Rania berbalik memandang lelaki yang tak lain adalah ayahnya itu, dia berbicara dengan nada kesal.
Setiap kali pulang ke rumah ini, ayahnya yang bernama Heri itu selalu saja mabuk dan meminta uang untuk bermain judi.
“Hee ... Ayah minta duit, bukan minta nasehat! Mana?” Ujar Heri dengan mata sayu sambil menadahkan tangannya.
“Aku tidak punya uang!” Ucap Rania tegas. Dia berusaha menahan air matanya agar tidak jatuh.
“Jadi untuk apa kau bekerja kalau tidak menghasilkan uang?” Teriak Heri emosi.
“Aku baru beberapa hari bekerja, aku belum gajian.” Balas Rania sembari berlalu pergi dari hadapan sang ayah. Gadis itu masuk ke kamarnya dan mengunci pintu. Air matanya seketika jatuh tak tertahankan lagi, perih ... itu yang dia rasakan setiap kali melihat Heri.
Dari balik pintu kamarnya, Rania bisa mendengar umpatan-umpatan dilontarkan sang ayah untuknya, tapi Rania sudah kebal mendengarnya.
“Ibu ... aku sangat merindukanmu. Aku ingin ikut Ibu saja.” Ucap Rania lirih. Air matanya semakin banyak menetes.
🌸🌸🌸
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments