"NGERTI! JANGAN PERNAH BAWA-BAWA NAMA ORION, NGERTI LO SEMUA?!"
Suara teriakan di pagi hari menyambut indera pendengaran Candy saat gadis itu menitipkan kue-kue nya ke Ibu kantin. Ia tak habis pikir siapa yang membuat kericuhan di pagi buta seperti ini?
Candy mencoba menjinjitkan kakinya untuk melihat siapa pembuat onar diantara kerumunan. Sampai akhirnya ia menyerah. Tidak bisa, orang-orang ini lebih tinggi daripada dirinya.
"MAAF-MAAF. CUMA MAAF DOANG MAH ORANG LAIN JUGA BISA, BEG*!"
Bentakan itu terdengar lagi, kali ini diiringi dengan gebrakan meja yang keras. Candy memejamkan matanya untuk menetralkan detak jantung yang berdebar. Bisik-bisik mulai terdengar di sekitarnya.
"Kak Regaz sekarang jadi beda ya,"
"Iya, jadi galak banget. Semenjak kematian saudara kembarnya dia jadi gitu."
"Eh, eh, tapi dia ganteng banget nggak sih?"
Candy mempertajam pendengarannya. Regaz? Ia mengerutkan kening, jadi Regaz yang membuat kekacauan ini? Tapi, selama tiga tahun bersekolah disini, ia selalu menilai Regaz dengan pandangan puja. Ya, cowok itu ramah dan juga baik hati. Tapi, mungkin memang benar Regaz sedang terpukul karena kematian saudara kembarnya. Toh, waktu di ruang musik juga, Regaz membuatnya takut.
Candy berbalik. Ia tidak seharusnya menyia-nyiakan waktu untuk berkerumun seperti ini. Dua langkah baru saja di tempuhnya, sebelum senggolan kuat di bahu kirinya membuat ia terhuyung ke depan beberapa langkah. Untung saja repleks nya bagus hingga ia bisa menyesuaikan keseimbangan tubuhnya.
Sementara orang yang menabraknya itu menghentikan langkahnya, tepat di hadapannya. Regaz memejamkan mata untuk meredam emosinya. Ia berbalik menatap tajam pada cewek yang sudah membuatnya.
"Lo!"
Candy mengerjap bingung. Lho? Harusnya kan ia yang marah disini. "Ya?"
"Pulang sekolah nanti gue tunggu di perpus! Telat 1 menit gue tinggal lo!" Ujarnya sebelum berlalu dari kantin dengan langkah tegasnya.
Hah? Candy terdiam dengan wajah cengo-nya. Kenapa ia harus mendapat tutor yang seperti itu. Tepukan pelan di pundaknya membuat ia menoleh ke samping. Terdapat cowok yang sedang memegang dua cup minuman tersenyum padanya.
"Maaf ya. Akhir-akhir ini Regaz sering sensi," ringisnya. "Yaudah, gue duluan ya," lanjutnya lagi.
Cowok itu berderap pergi meninggalkan dirinya yang masih cengo di tempat—layaknya orang yang sedang tersesat. Satu kata berhasil ia ketahui hari ini.
Hari ini ia harus mulai bimbingan untuk olimpiade. Dan apa kata Regaz tadi, telat satu menit saja ia tak boleh? Candy ingin pulang saja kalau begini.
oOo
Buku-buku yang berserakan diatas meja dimasukan asal-asalan oleh Candy ke dalam tas-nya. Suara bel yang berbunyi berdering sangat kencang sampai ke kelasnya. Ia membereskan buku dengan terburu, sampai-sampai lembar buku-buku itu terlipat.
Ini bukan kebiasaan mengingat Candy pencinta kerapian. Namun untuk kali ini, itu pengecualian. Ia harus cepat, jika tidak ingin di tinggal. Mengingat cowok yang nenjadi tutor-nya agak ganas.
Perpustakaan ada di lantai atas. Ia menaiki tangga dengan langkah tergesa, sampai beberapa kali tersandung oleh kakinya sendiri. Kenapa sekolah harus menempatkan perpustakaan di lantai 3 sih?
Langkah gadis itu harus terhenti karena hilir mudik siswa yang berhamburan keluar kelas. Menaiki tangga memang selelah ini, ya? Kenapa sekarang ia berkeringat sangat banyak. Atau ia hanya takut terlambat, dan menyaksikan emosi Regaz meledak lagi.
"Permisi, Bu."
Ia menganggukan kepala pada seorang wanita yang berjaga perpustakaan setelah masuk ke dalamnya. Napasnya terengah. Keningnya di penuhi peluh. Pandangan matanya memindai ke seluruh ruangan, mencari objek yang membuatnya berlari kesetanan untuk bisa mencapai kesini.
"Regaz mana, ya?" Gumamnya.
Perpustakaan sudah sepi karena jam pulang sekolah. Candy berjalan menyusuri rak-rak yang berada di sana. Siapa tahu cowok itu berada di salah satu sekat rak buku itu.
"Disini," ujar sebuah suara dari bangku yang terletak di sudut ruangan. Ia menghela napas lega, ia kira tadi cowok itu sudah pergi pulang meninggalkannya.
"Kamu datang jam berapa? Bel pulang baru bunyi dua menit yang lalu 'kan?"
Candy menyandarkan punggungnya pada meja panjang yang sering digunakan area baca para pengunjung. Regaz duduk di sudut meja sembari membuka lembar demi lembar buku sastra puisi. Tunggu, sastra puisi? Hah? Candy tak salah lihat? Anak Ipa tertarik dengan sastra.
Cukup lama tak ada jawaban. Regaz akhirnya bersuara.
"Gue bolos."
Candy mengangguk. Oh, bolos. Eh, apa? Bolos?! Candy meringis kenapa kepribadian orang itu melonjak ya. "Apa orangtua kamu nggak akan marah kalau tahu? Sekolah kan mahal. Sayang kalau udah bayar mahal-mahal malah nggak bener," ujar Candy seraya tersenyum tipis.
Ekspresi Regaz tetap sama—seperti kulkas berjalan. Candy menghela napas lagi. Hari ini ia terlalu banyak menghela napas, tapi tak apa. Kan ia makhluk hidup. Tapi ia mulai bingung, sebenarnya yang mana sikap Regaz yang sebenarnya. Yang ini? Atau orang yang dua tahun lalu mengulurkan lengan padanya?
"Gak usah SKSD."
Singkat, padat, jelas, dan nyelekit. Candy merutuk dalam hati. Cowok itu bahkan tidak menghargai ucapannya, sedangkan ia mati-matian untuk mengusir rasa takutnya itu.
"Iya," jawab Candy pasrah.
Memasrahkan diri adalah solusi terbaik untuk tidak membangunkan singa yang sedang tertidur. Keluarga memang selalu menjadi topik senstif untuk beberapa orang. Itu mungkin berlaku bagi Regaz.
Jarum jam yang berdetik mengisi kesunyian mereka. Jika ini film kartun, mungkin si tengah-tengah mereka akan ada seekor gagak yang berkoak. Tapi, Candy sudah tidak tahan dengan kesunyian ini. Niatnya ia kan ingin belajar, tapi kok malah diem-dieman.
"Regaz," panggilnya. Candy bergerak gelisah. Jika tak ada yang penting lagi, setidaknya izinkan Candy pulang. Ibunya pasti sudah di rumah jam segini.
"Sekarang gimana?" Tanya Candy bingung.
Cowok berumur sembilan belas tahun itu menutup bukunya kasar. Matanya ganti menatap Candy—yang bergerak gelisah—tajam.
"Sebentar!"
Regaz bangkit dari kursinya. Ia berjalan ke salah satu rak buku yang tadi Candy lewati. Bunyi grasak-grusuk terdengar setelahnya hingga membuat Candy penasaran. Ia sudah akan mengintip di balik rak hingga kemunculan Regaz yang tiba-tiba membuatnya kembali duduk.
BRUK!
"Pelajari ini sampai habis!"
Gadis itu termangu saat tumpukan buku tebal di banting kasar di depannya. Apa tadi Regaz bilang?
"Pelajari?" Beonya memastikan. Regaz pasti sudah gila. Bisa-bisa kepala aku meledak kalau gini!
Masih belum bergerak di sampingnya, suara Regaz kembali ketus.
"Lo pikir apa lagi?! Saingan olimpade lo buka bocah idi*t!"
Candy terkesiap. Matanya bersitatap dengan sepasang netra hitam legam yang sedang menatapnya sinis.
"Iya," ujarnya seraya mengangguk pelan.
Regaz mendengus.
"Bimbingan mulai Rabu besok sepulang sekolah! Di tempat ini,
ngerti?!" Tegasnya. Membuat Candy repleks mengerjap beberapa kali.
Jadi bukan hari ini?
Dari jarak sedekat ini suara bass Regaz membuat jantungnya berdetak tak beraturan. Namun, bukan karena gejala jatuh cinta. Tapi, melainkan ingin segera pulang dan bergelung dalam selimutnya.
"Ngerti?!"
"Iya,"
Aura cowok itu saja sudah cukup mencekik. Ya Tuhan, kenapa pembimbingnya harus orang ini? Ia kira di bimbing oleh Regaz itu akan menyenangkan, diingat dulu ia pernah mengagumi cowok itu.
"Dilarang telat! Seperti yang gue bilang tadi, satu menit lo telat ... gue tinggal lo pulang!"
Candy mengangguk ragu. "Tapi kalau mendadak harus ada keperluan dulu giman--"
"Masa bodo! Bukan urusan gue juga!"
Mulut Candy tidak bisa ditahan untuk terbuka. Selain sensian, tingkat kepedulian Regaz ternyata minim juga.
Regaz bersedekap melihat Candy yang mati kutu seperti itu. "Toleransi enam puluh detik," dagu cowok itu terangkat angkuh.
"Ya, nggak bisa gitu dong," akhirnya Candy menyuarakan keberatannya.
"Berkurang jadi empat puluh lima!"
Candy mengerang frustasi. "Gaz."
"Dua puluh lima!"
Kenapa berkurangnya semakin semena-mena, ya Tuhan? Ia menarik napas berulang kali untuk mengurangi rasa kesalnya. Hei, ia juga punya batas emosi! Jika saja bisa, Candy ingin sekali menipuk kepala Regaz menggukan buku paket yang tebalnya sekitar—754 halaman.
"Empat puluh lima aja, udah."
Regaz menyunggingkan senyum sinis dengan sebelah alis yang terangkat. Sementara Candy, gadis itu merengut. Kesabaran yang tak banyak tersisa, ia memasukkan beberapa buku tadi ke dalam tasnya. Lalu sisanya, ia peluk di depan dada karena tasnya tak muat.
"Berat?" Tanya Regaz seraya menatapnya yang kepayahan menanggung beban.
Candy mengangguk. Hari ini, ia membawa cukup banyak buku paket. Ditambah, dengan buku-buku tebal yang tadi diberikan Regaz. Ketika Candy berpikir Regaz mungkin akan menawarkan bantuan, cowok itu malah dengan santai melewatinya seraya memasukan kedua lengannya ke dalam saku seragam.
"Gue duluan kalau gitu."
Candy melongo. Jadi begini ya, Regaz yang ia kagumi dulu?
"Aku kira bakal di bantuin," Candy bergumam kecil.
Regaz menoleh ketika mendengar cicitan tikus di belakangnya. "Emangnya lo siapa gue?! O-gah ba-nget!"
\=\=\=\=\=\=
-TO BE CONTINUED-
A/N: Emang bener-bener tuh si Regaz. Timpuk aja udah wkwk:v
Jangan lupa tinggalkan jejak. Makasih juga buat yang udah supportnya. Tapi kalian, aku itu bagaiman tempe tanpa garam. Hambar!
I Purple U
Bhubhay^^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
Shen
terusss
2020-11-01
1
Avrnt4
next
2020-07-13
2