Endri menghela napas begitu panjang, lalu mengembuskan napasnya itu secara kasar. Kepalanya agak tertunduk, tetapi sepasang matanya terlihat tak berhenti bergerak sejak tadi. Ditambah dengan kedua jemari yang sibuk diusap-usapkan satu sama lain. Endri yang sebegitu gugupnya membuat Niana semakin penasaran dan kini disertai sebuah kecemasan. Kecemasan yang lebih besar daripada saat dirinya menunggu kedatangan Endri beberapa saat yang lalu.
"Mas?" Merasa sudah tidak sabar, akhirnya Niana memutuskan untuk mengambil suara. Ia bermaksud untuk memberikan sedikit desakan pada Endri. "Kamu tidak apa-apa, 'kan?"
Endri menatap Niana, menelan saliva, lalu tersenyum kecut. "A-aku mm, be-begini, Niana ...."
"Kenapa, Mas?"
Endri menghirup udara sebanyak-banyaknya, lalu mengembuskannya kembali melalui mulutnya. Ayolah! Ia harus mengatakan yang sebenarnya! Keputusan bulat harus ia ambil yaitu membuat pengakuan agar bisa segera tersampaikan.
"Niana," ucap Endri yang mulai berhasil dalam menguasai dirinya dari kegugupan yang menyerangnya sejak awal. "Maafkan aku ...."
"Maaf?" Dahi Niana berkerut samar. "Maaf untuk apa, Mas? Kamu tidak melakukan kesalahan padaku, selain tidak mengabariku kalau akan pulang terlambat. Bahkan panggilan dan pesan yang aku lakukan untuk menghubungimu sama sekali tidak kamu respons. Dan aku rasa, aku sanggup untuk memaafkanmu selama kamu bisa pulang dengan sela-"
"Niana, aku ... aku melakukan kesalahan besar padamu. Selama ... se-selama enam bulan terakhir, a-aku menjalin hubungan dengan wanita lain, Niana." Endri menggigit bibirnya sekuat tenaga sampai terlihat darah yang mulai keluar dari luka bekas gigitannya itu.
"Aku dan Lesy saling mencintai. Kami bahkan akan mendapatkan seorang buah hati. Lesy mengandung anak pertamaku. Ma-maafkan aku, Niana. A-aku tidak bisa meninggalkannya, Niana, aku berencana menikahinya." Begitu cepat, Endri mengucapkan kalimat lanjutan. Bak laju kereta saat suaranya keluar dari rongga tenggorokan.
Niana masih bergeming, termenung, dan bingung. Sampai sekian detik kemudian, kedua telinganya mulai terasa panas. Sesak pun langsung melanda dadanya tanpa sungkan-sungkan. Namun ia mencoba untuk menguasai dirinya, setidaknya sampai ia tahu bahwa suaminya hanya bercanda.
Selingkuh dengan wanita bernama Lesy dan akan memiliki anak? Oh, tidak! Hal itu sangat tidak masuk akal.
"Hah ... hahaha! Kalau bercanda jangan terlalu mengerikan, Mas Endri!" ucap Niana. Ia masih berharap besar bahwa pengakuan suaminya hanyalah sebatas kelakar. "Ulang tahunku masih la-"
"Aku serius, Niana. Aku pulang terlambat karena harus menemani Lesy yang sedang drop setelah tahu bahwa dirinya hamil, dan hamil dari benihku yang telah menjadi suamimu."
"Mas ...?" Napas Niana mulai tak beraturan. Sesak yang melanda semakin menyiksa, membuatnya sulit untuk menghirup udara. Bahkan pening mendadak muncul menghujam kepalanya sampai berdenyut-denyut.
"U-ulang tahunku masih lama, Mas. Ja-jadi, kamu tidak perlu mengerjaiku sampai seperti ini haha. A-ayolah! Ka-katakan saja, katakan saja kalau kamu hanya bercanda, Mas!" lanjut Niana sembari mencengkeram kuat bagian jantungnya. Bibirnya sampai gemetar ketika mengatakan harapan terakhir yang mungkin masih bisa memberikan kesempatan.
Namun, Endri justru terdiam dengan wajah penuh penyesalan. Ia bahkan bingung harus bersikap bagaimana. Menyentuh Niana yang sedang terluka, apakah pantas untuk ia lakukan? Bahkan mungkin saja wanita itu akan segera melayangkan gugatan cerai padanya.
Endri menggigit bibirnya yang sudah berdarah. Beberapa detik kemudian ia lantas berkata, "Niana, jika kamu ingin bercerai-"
"Stop!" potong Niana. "Jangan katakan apa pun lagi. Diamlah! Beri aku waktu untuk mencerna semua ini, Mas!" Air mata meluruh menodai pipi kanan Niana.
Dengan membawa luka yang begitu cepat dalam menghujam dirinya, Niana bangkit dari posisi duduknya. Ia berjalan tertatih-tatih dan meninggalkan Endri sendiri di ruang tamu yang bernuansa keemasan itu. Kemudian, ia menaiki anak tangga satu per satu dengan jemari yang mencengkeram salah satu pembatas untuk menjaga keseimbangan dirinya. Niana menuju kamarnya dan mengunci diri sembari menangis sesenggukan.
Kesabarannya dalam menunggu kedatangan sang suami harus dibayar dengan kenyataan yang pahit. Endri yang selalu ia kasihi mendadak menjadi suami laknat sekaligus pengkhianat. Apa lagi yang bisa Niana lakukan selain menangis dan meratapi nasib? Pengakuan yang dikatakan dalam beberapa detik oleh Endri sukses meruntuhkan dunia indah yang selalu Niana impikan selama ini.
Lantas, haruskah Niana melayangkan gugatan cerai agar terlepas dari pria pengkhianat itu? Namun, bukankah perceraian hanya akan membuat Endri semakin kegirangan, karena dengan begitu Endri bisa lebih leluasa untuk melanjutkan hubungan bersama wanita bernama Lesy sekaligus calon anak mereka? Tidak! Niana tidak akan membiarkan mereka hidup bahagia, sementara dirinya akan terkungkung luka sendirian dalam waktu yang lebih lama. Niana harus membuat rencana!
"Mana mungkin aku biarkan mereka bahagia, sementara aku sangat terluka ...."
***
Endri memilih tidur di ruang tamu dan menyingkir dari niana. Meski begitu masih ada segenap penyesalan yang ia rasakan, tetapi ia pun harus jujur jika ada kelegaan yang menyusup ke dalam hatinya saat ini. Seolah-olah ia baru saja keluar dari kubangan lumpur yang membuatnya sulit menghirup udara. Kini, perselingkuhannya dengan Lesy, selaku salah satu staf di kantornya tak lagi menjadi rahasia. Apalagi wanita itu akan memberikan anak untuknya, meskipun pastinya akan ada banyak kendala ke depannya. Seperti misalnya dihina oleh kedua orang tua Niana. Namun apa boleh buat, ini jalan yang sudah ia pilih, memilih Lesy daripada Niana yang sudah tak lagi ia cintai terlalu dalam.
Entah sejak kapan pastinya, rasa cinta Endri pada Niana mulai memudar. Namun, wanita yang telah menemaninya membangun bahtera rumah tangga selama dua tahun itu tak terlihat menarik lagi di matanya. Mungkin waktu yang sangat minim untuk bertemu menjadi salah satu alasan. Atau mungkin karena Niana yang sudah jarang menjaga penampilan. Meskipun tetap cantik tanpa banyak pernak-pernik, di mata Endri, istrinya itu tetap terlihat kurang modern. Apalagi ketika mengajak Niana keluar sebentar, mungkin banyak orang yang akan menganggap Endri begitu pelit pada Niana, sampai Niana tidak mampu membeli baju-baju yang mahal.
Padahal sebelum perusahaan Endri mengalami masalah, Endri kerap memberikan jatah bulanan yang lebih dari cukup. Sayangnya, Niana justru memilih menabung uang pemberiannya atau menyisihkan beberapa lembar untuk diberikan pada Nur. Niana malah mengambil jalan hidup yang cenderung kaku, monoton, serta sangat berhemat.
"Ah ... Niana, maafkan aku. Meski begitu, masih ada rasa sayang di hatiku untukmu. Tapi jika dipinta untuk memilih, aku sudah memantapkan diri untuk akan memilih Lesy, dia bahkan akan memberikan keturunan untukku. Aku sangat menyesal karena harus melukaimu, tapi, aku lega setelah selama ini hanya memendam semuanya. Dia lebih mampu memberikan warna-warna baru di hidupku," ucap Endri dan lantas menelan saliva. "Aku akan menerima segala cemoohan dari keluargamu, bahkan dirimu yang mungkin akan memutuskan untuk bercerai dariku. Kamu pun tak perlu lagi bersusah-payah membantuku yang sedang kesulitan ini. Aku pasti bisa mengatasi semuanya, Niana, tanpamu. Aku benar-benar minta maaf ...."
Keputusan Endri sudah bulat. Setelah merasa bimbang selama nyaris satu bulan, kini dirinya harus mengambil keputusan. Pengakuan yang sudah susah-payah ia katakan pada Niana adalah jalan awal baginya untuk menuju kebahagiaan bersama Lesy serta calon anaknya dengan wanita itu.
Tanpa Endri sadari, mungkin saja Niana sedang mengatur sebuah rencana.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
uty
swmoga ceritanya ga ada balas2 dendam yaa
jd lebih baik aja Niana nya dalam segala hal
2022-12-16
1