"Kenapa, Mbak?" tanya Stevi Saat melihatku terbengong sambil terus menatap ponselku.
"Eh, enggak, kok." Aku langsung cepat-cepat menyembunyikan ponselku ke dalam tas. Benarkah ini? Yang akan dijodohkan denganku adalah Kak Bryan? Dia adalah kakak kelasku saat masih SMA. Orang yang aku puja-puja selama bersekolah di sana. Aku masih mengenal jelas wajah tampannya itu. Dia juga adalah siswa yang paling pintar dan juga aktif dalam berbagai macam ekstrakurikuler. Sedangkan aku dulunya hanyalah seorang kutu buku yang bahkan tidak terlihat olehnya.
Stevi terlihat sedang asyik menebar pesona pada beberapa pria di belakang ku. Aku pun diam-diam meraih ponselku dan mengetikkan pesan kepada Mama.
[Ma, gimana kalau ketemuannya di restoran setia aja. Di sana aku dengar makanannya sangat enak dan pelayanannya ramah.]
Begitulah isi pesan yang aku kirimkan ke Mama. Berharap dia setuju dengan usulku agar kami merubah tempat pertemuan itu. Bukan tanpa alasan, aku melakukannya agar terhindar dari Stevi. Aku hanya takut Kak Bryan akan tergoda olehnya dan membatalkan perjodohan ini.
[Ya udah, nanti malam kita ke sana aja, biar Mama infoin sama temen Papa.]
Hatiku lega karena mama menyetujui keinginanku. Aku pun berusaha memutar otak bagaimana caranya agar Stevi tidak ikut. Berbagai pikiran jahat mulai mengarungi isi kepalaku. Hingga terciptalah sebuah ide jahil agar Stevi tidak ikut bersama kami.
"Stev, kita pulang, yuk, sebentar lagi sore. Mbak kan harus siap-siap untuk pertemuan nanti malam," ajakku tiba-tiba. Membuat senyuman di wajah Stevi seketika menghilang karena itu artinya dia akan berhenti tebar pesona pada orang-orang yang ada di sekitar restoran ini.
Dengan berat hati, dia pun mengikutiku pulang sampai ke rumah. Aku melihat Mama dan Papa yang belum pulang ke rumah. Bagus, ini artinya aku bisa menipu Stevi.
"Stev, kamu mandi dulu gih, Mbak juga mau mandi. Nanti kalau mama dan papa pulang, kita bisa langsung pergi."
Tanpa menaruh curiga, Stevi pun pergi ke kamarnya. Setelah dia masuk ke kamar mandi, aku pun menyelinap ke dalam kamarnya dan mengambil ponselnya. Aku langsung membongkar ponselnya dan menggeser posisi kartu sim agar tidak terbaca di dalam ponselnya. Dengan begitu, mama tidak akan bisa mengirimnya pesan dan dia tidak akan sadar jika kartu simnya tidak berfungsi.
Setelah itu, aku pun segera keluar dan bersiap-siap untuk pergi. Aku sengaja pergi duluan agar bisa langsung menjemput Papa dan Mama menuju ke lokasi tempat pertemuan itu.
"Lho, Han, Stevi mana?" tanya mama ketika tak melihat keberadaan Stevi bersamaku.
"Nggak tau tuh, Ma, kayaknya dia ketiduran deh karena kecapean," sahutku asal.
"Hah, masa sih?" Mama pun langsung menelepon Stevi namun ponselnya tidak aktif. Tepat seperti dugaanku, Mama tidak akan bisa menghubunginya.
Aku pun segera mengajak mama dan papa untuk pergi ke toko jam untuk menghindari Stevi. Alasanku mengajak mereka ke sana adalah untuk membelikan hadiah kepada Kak Bryan. Karena aku tahu bahwa sejak dulu dia sangat menyukai jam tangan.
Meski Mama dan Papa heran melihatku membelikannya jam, namun mereka tidak keberatan karena aku mengatakan bahwa aku mengenal Kak Bryan. Dan jam tangan ini akan ku jadikan sebagai hadiah pertemuan kami.
Kami pun segera meluncur ke lokasi setelah aku memilih jam tangan yang sesuai dengan selera Kak Bryan.
Sesampainya di restoran Setia, kami pun langsung duduk sambil menunggu mereka karena waktu yang telah disepakati hanya beberapa menit lagi. Jantungku berdebar kencang karena akan bertemu dengan pujaan hatiku yang dulu bahkan tak bisa aku sentuh.
Namun sekarang, dia akan menjadi calon suamiku jika perjodohan ini berhasil dilakukan. Andai saja sejak dulu mereka menjodohkan ku dengan Kak Bryan, pasti aku tidak akan berlama-lama untuk menikah. Karena aku tahu bahwa Kak Bryan adalah orang yang baik. Sejak dulu dia terkenal rendah hati dan tidak pandang bulu. Dia pasti akan menerima aku menjadi calon istrinya.
"Selamat malam, Jeng. Aduh maaf, lama menunggu, ya."
Suara seorang wanita pun terdengar dan menghampiri mamaku serta menjabat dan saling mencium pipi seperti kebanyakan wanita pada umumnya ketika bertemu.
"Wah, Jeng Arista semakin cantik saja," ucap Mama. Oh, jadi namanya Arista?
"Jeng Ana juga cantik. Sudah lama nggak ketemu, ya."
"Iya, silakan duduk, Jeng," ucap Mama mempersilahkan Tante Arista untuk duduk.
"Lho, papanya Bryan kemana, Jeng?" tanya Papa sambil celingukan ke sana kemari mencari rekan bisnisnya.
"Mas Heri minta maaf karena dia terkena macet dan akan datang terlambat. Kalau Bryan sedang memarkirkan mobil ke tempat lain karena parkiran di depan penuh," terang Tante Arista.
"Oh, jadi ini yang namanya Hanin? Wah cantik sekali," puji Tante Arista ketika bertatapan mata denganku. Ah, rasanya aku ingin melayang dipuji seperti itu oleh calon mertuaku. Aku hanya mengulas senyuman tipis sambil mengucapkan terima kasih padanya.
Jantungku masih berdegup kencang karena akan segera bertemu dengan Kak Bryan. Aku bahkan tak bisa bernafas dengan baik karena perasaan yang tak karuan ini.
Hingga suara langkah kaki yang datang mendekat dan juga seruan Tante Arista memanggil nama Kak Bryan membuat hatiku semakin berdegup kencang.
Aduh, bagaimana ini? Aku serasa ingin pingsan saja. Aku sangat gugup bertemu dengan cinta pertamaku itu.
"Selamat malam, Om, Tante," ucap Kak Bryan dengan suara super seksinya. Kesan pertama ketika aku melihatnya adalah sebuah kekaguman yang tak terhingga.
Dia terlihat semakin tampan dan berkharisma. Memakai jas yang rapi, berkulit putih, dan masih memiliki tatapan mata yang cukup mematikan.
"Hai, salam kenal," sapa Kak Bryan dengan tatapan indah itu.
Aku terdiam beberapa saat untuk menikmati keindahan yang ada di depanku saat ini. Hingga saat Mama menyikut, barulah aku sadar dan langsung membalas sapaan Kak Bryan.
"Hai, Kak, salam kenal."
"Eh, Jeng, katanya Hanin udah kenal, lho sama Bryan. Mereka dulu satu SMA," ujar Mama yang langsung membuat Tante Arista tersenyum lebar.
"Beneran, Han?" tanyanya masih tak percaya.
Sedangkan Kak Bryan menatapku semakin detail, mungkin dia ingin mengingat wajahku yang tentu saja tidak akan bisa diingatnya.
"Iya, Tante. Dulu, Kak Bryan itu senior aku. Mungkin Kak Bryan nggak kenal sama aku karena dulu aku jarang bergaul, hehe. Mungkin kalo Kakak inget poster aku yang menang lomba desain, hehe."
Kak Bryan mencoba mengingatnya lagi. "Oh iya, aku inget. Kamu kan yang menang desain baju untuk pentas seni Cinderella itu, kan? Maaf, ya, soalnya dulu kamu beda banget."
Ah, rupanya Kak Bryan memang tidak mengingatku karena penampilanku yang dulu sangat cupu.
"Wah, kalau sudah kenal, berarti kalian mau kan dijodohkan? Gimana, Sayang?" tanya Tante Arista pada Kak Bryan.
Kak Bryan masih melihat ku dengan lekat. Hingga senyuman pun terpancar dari wajah.
"Ma, aku ma.."
"Permisi, maaf, aku terlambat."
Suara itu? Aku pun untuk melihat siapa yang baru saja datang dan menghentikan ucapan Kak Bryan. Tentu saja, itu adalah suara Stevi.
Dan apa yang aku takutkan terjadi. Kak Bryan menatapnya tanpa henti. Bahkan senyuman pun terpancar dari wajahnya seakan terkagum-kagum dengan makhluk di depannya ini.
Ah, harusnya aku tak bermimpi terlalu tinggi. Mana mungkin aku bisa mendapatkan hati Kak Bryan sementara Stevi masih ada dan akan terus menghalangi jodohku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments
Khikmatul Jannah
yah,,,,kenapa Stevi bisa datang?? ean kenapa bisa tau tempatnya🤨
2022-12-17
1
канف
klo hanin gagal terus, ya udah stevi aja yg nikah duluan, siapa tau klo stevi udah nikah mah ga aneh2 lg
2022-12-16
1
Kim
kasihan banget ya si Hanin,,,,
kalo aku jadi Hanin akan lebih memilih pergi mencari suasana baru yg jauh dari keluarga,mungkin dia bisa menemukan laki" yg bisa menghargai diri nya
2022-12-16
0