Awan hitam pekat perlahan menutupi langit di sertai gemuruh angin yang cukup kencang. Seorang wanita muda berusia 20 tahunan tampak duduk di kursi sebuah halte menunggu bus yang akan Ia tumpangi datang. Netra coklat berair milik Salsa menatap ke atas langit. Sepertinya sebentar lagi akan turun hujan deras.
"Semoga saja bus cepat datang, aku tidak ingin terjebak di sini," monolog Salsa. Ia menatap sekitar yang tampak sepi sesekali terlihat beberapa mobil dan pengendara motor berlalu lalang.
Dan benar saja tiba-tiba hujan turun sangat derasnya. Ada sedikit ketakutan mencuat dalam benak wanita muda itu. Apalagi jam menunjukkan pukul 05: 00 sore tapi keadaan sekarang sudah mulai menggelap. Dalam keadaan seperti itu tangan Salsa terulur mengusap perut datarnya. Tidak pernah menyangka janin yang masih berbentuk gumpalan darah tumbuh di rahimnya. Andai Ia tak mengutamakan rasa penasarannya malam itu tidak mungkin kejadian itu terjadi.
"Kenapa masih di sini?"
Suara berat nan serak seorang pria sukses membuat lamunan Salsa buyar. Wanita muda itu tampak kaget ketika mendongak dan mendapati Rafka sudah berdiri di hadapannya dengan memegang sebuah payung.
Salsa meneguk ludahnya kasar." Ba...bapak kenapa ada di sini?"
"Seharusnya saya yang bertanya kenapa kau masih di sini, hari sudah sangat sore dan kau duduk melamun di sini?"
"Saya menunggu bus datang, Pak." Salsa menundukkan kepalanya setelah mengatakan itu. Melihat mata Rafka membuat ingatan malam itu terbayang-bayang dalam kepalanya.
Rafka manggut-manggut. Pria itu menghela napas berat." Untuk pernikahan kita, mungkin besok."
Salsa kembali mendongakkan kepalanya dan kali ini raut wajahnya terlihat terkejut." Secepat itu?"
"Kenapa? Apa kau keberatan? Kita hanya menikah siri dan itu tidak terlalu memakan banyak waktu. Dan saya mohon agar kau merahasiakan ini semua, saya tidak ingin semua orang tahu termasuk karyawan di perusahaan saya," ucap Rafka menatap datar Salsa namun pandangan matanya menyiratkan sebuah makna yang sulit di artikan.
"Ba...baik Pak." Ada rasa sakit menyentil di hati Salsa mendengar penuturan pria tersebut.
Ah, Ia lupa bila hanya wanita biasa dan wajar Rafka tidak mau semua orang tahu tentang status mereka berdua nantinya. Dan mereka menikah karna terpaksa.
"Cepat masuk mobil, biar saya antar," titah Rafka namun lebih terdengar seperti memerintah. Salsa bangkit dari tempat duduknya, sorot matanya menatap Rafka yang lebih dulu masuk ke dalam mobil dengan membawa payung untuk melindungi dirinya dari guyuran hujan.
Salsa berjalan dengan langkah ragu.
"Cepat! Jangan buang-buang waktu saya!" Suara keras Rafka membuat Salsa tersentak. Ia segera masuk ke dalam mobil sedan hitam itu.
"Jangan kebanyakan melamun." Salsa hanya diam mendengarnya.
Suara keras Rafka yang sepertinya tersirat kemarahan membuat Ia ketakutan. Bukan apa-apa sewaktu kecil hingga dewasa ayah selalu memarahi dan melampiaskan amarahnya pada dirinya sedangkan Ia tidak melakukan kesalahan apapun.
Rafka mulai menjalankan mobilnya, tidak ada percakapan diantara keduanya. Sementara Salsa diam dengan rasa canggung yang melanda dalam dirinya. Bagaimana bisa dua orang asing bisa menjalani sebuah pernikahan tanpa cinta. Andai bukan karna kandungan dalam rahimnya saat ini tidak mungkin Ia minta pertanggungjawaban pria yang kini ada di sampingnya.
"Ini rumah mu?" Mobil hitam yang Rafka kendaraai berhenti di depan gang kecil, dan mobilnya tidak mungkin bisa masuk ke dalam.
"Bukan. Rumah saya ada di dalam gang itu. Terima kasih sudah mengantarkan saya," ucap Salsa. Wanita itu segera turun dari mobil. Ia tidak ingin berlama-lama di sana dan beruntung hujan deras sudah mereda hanya rintik-rintik saja.
Rafka masih diam. Mobilnya belum bergerak sama sekali. Sorot tajamnya memperhatikan Salsa yang masuk ke dalam gang yang jalanannya tampak becek dengan pencahayaan yang minim. Apa warga yang tinggal di dekat sini tidak berinisiatif memberikan pencahayaan lampu di gang ini, pikir Rafka.
••••
"Mas, kamu dari mana saja? Aku sudah lama menunggu," ucap Azkiya yang menyambut kedatangan suaminya.
Wanita berusia 28 tahunan itu mengambil tas yang Rafka tenteng dan meletakkannya di atas sofa.
"Ada banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan. Maaf membuat mu menunggu lama," ucap Rafka memberikan kecupan singkat di kening Azkiya.
"Ooh, aku kira Mas pergi ke rumah mama. Aku juga ingin membicarakan sesuatu dengan Mas."
Satu alis Rafka tertarik mendengarnya di tambah melihat wajah serius sang istri.
"Iya, tapi aku mandi dulu." Azkiya tersenyum dan mengangguk.
"Kalau begitu aku menyiapkan makanan untuk Mas dulu. Aku juga memasak cukup banyak."
Azkiya beranjak meninggalkan suaminya menuju dapur untuk memanasi makanan yang Ia buat. Sementara Rafka menghela napas berat. Pria itu menjatuhkan tubuhnya dengan kasar ke sofa. Ia memijit kepalanya yang terasa pusing memikirkan situasi yang Ia jalani sekarang.
Lama duduk di sofa, Rafka bangkit dari sofa dan berjalan menuju ke kamar untuk segera membersihkan badan dan mendinginkan kepalanya.
Sementara di dapur Azkiya sibuk memanasi makanan di microwave. Makanan yang Ia masak sendiri dan di bantu oleh bibi Narti. Ia memang tidak terlalu pandai memasak. Bibi Narti dan pekerja lainnya sudah terlelap dalam tidurnya, wajar karna jam menunjukkan pukul 11: 00 malam. Dan tidak seperti biasanya Rafka pulang larut malam seperti ini. Biasanya Rafka akan menelpon dirinya bila pulang terlambat.
"Sudah selesai. Sekarang tinggal memanggil Mas Rafka," monolog Azkiya. Ia meninggalkan ruang makan dan berjalan menuju ke kamar.
Azkiya tersenyum lebar melihat suaminya baru saja keluar dari kamar mandi dengan handuk yang melilit di pinggangnya. Rambut basah yang terlihat acak-acakan membuat pria itu terlihat semakin tampan baginya.
"Mas, aku sudah menyiapkan makanan untuk kamu."
"Iya. Tapi kamu sudah makan?" tanya Rafka seraya membuka lemarinya pakaian dan menoleh ke arah sang istri.
"Sudah Mas. Ooh iya, aku juga ingin bicara sesuatu dengan Mas." Wajah Azkiya tampak ragu-ragu mengucapkan itu." Ta...tadi mama menelpon ku..."
"Menelpon kenapa?" tanya Rafka yang sudah mengenakan kaos hitam polos.
"Tentang kehamilan. Sudah tiga tahun kita menikah tapi belum di karunia anak, Mas. A...aku merasa tidak enak dengan mama karna tidak bisa memberikan dia cucu. Sedangkan kamu anak satu-satunya. Aku takut, aku mandul___"
"Sstt...jangan bicara seperti itu, Sayang. Kemarin sudah cek ke dokter dan rahim kamu baik-baik saja. Mungkin belum saatnya kita mempunyai anak. Kamu jangan sedih karna masalah ini. Mama juga pasti paham." Rafka mendekap tubuh mungil Azkiya yang tidak bisa menahan isak tangisnya.
Azkiya melepaskan pelukan Rafka dan menatap Rafka dengan pelupuk mata yang membanjir.
"Bagaimana bila Mama meminta Mas menikah lagi?"
________________
Hei girl! Terima kasih sudah mampir.
Jangan lupa tinggalkan jejak dengan memberikan like dan komen. Terima kasih.
See you di part selanjutnya:)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
manda_
lanjut thor
2023-01-09
0
Maulana ya_Rohman
🤔🤔🤔🤔
2022-12-28
0