"Ada apa lagi kamu datang ke sini?"
"Bu, sepatu Bella sudah koyak. Boleh enggak beri Bella sedikit uang untuk membeli sepatu sekolah baru?" pinta Bella hati-hati. Dia sangat takut kalau ibunya marah.
"Makanya kalau dikasih uang jajan itu disisihkan sedikit dong buat ditabung. Nah, kalau lagi kepepet kayak gini, kamu punya uang sendiri buat beli, enggak harus selalu minta sama ibu," omel bu Santi.
"Bu, uang jajan Bella kan cuma 5000 ibu kasih. Kadang buat beli makanan di kantin aja enggak cukup, gimana bisa Bella sisihkan buat ditabung?" Bella menjawab pelan.
"Jawab aja, jawab aja tahunya kalau orang tua ngomong. Mulut kamu itu bisa nggak sih diem aja," ucap bu Santi sambil mendorong kasar tubuh Bella dengan tangan kanannya.
"Lalu Bella mau pakek apa besok ke sekolah?" tanya Bella, dia mencoba menahan tangisnya. Berpura-pura baik saja dengan ucapan kasar ibunya. Ingin sekali Bella menjerit dan menangis sekencang-kencangnya, agar dadanya pun tidak terasa sesak lagi.
Bu Santi segera bangun dari duduknya, melangkah ke depan lemari dan mengambil lem, kemudian diberikannya kepada Bella.
"Ambil ini, dilem aja dulu sepatunya. Kita bukan orang kaya Bella. Seharusnya kamu sadar diri jangan terlalu banyak gengsi," ucap bu santi sambil memberikan lem itu pada Bella.
"Kalau ini sih Bella juga punya bu di kamar," ujar Bella untuk yang terakhir kalinya, setelah itu dia langsung pergi dengan hati sedih.
****
Jam baru menunjukkan pukul 06:00, tapi Bella sudah terlihat rapi dengan seragam sekolahnya.
"Bu, Bella pergi dulu ya! Maaf enggak bisa bantuin ibu masak," ucap Bella sambil mencium tangan ibunya.
Wanita itu hanya mengangguk, tangannya kemudian merogoh saku bajunya dan mengeluarkan selembar uang lima ribuan untuk Bella.
Bella menerimanya dengan senang, meski uang itu tidak cukup untuk jajannya di sekolah nanti.
Itu sebabnya Bella selalu berangkat jam 06:00 pagi ke sekolah. Sebab Bella tidak mungkin naik angkot, sudah tentu uangnya tidak cukup.
Bella keluar dari rumah mewah keluarga Mahendra, matahari bahkan belum menampakkan sinarnya. Rembulan juga masih terlihat di atas langit yang masih diselimuti awan hitam.
Udara terasa begitu sejuk, Bella mulai merasa tubuhnya dingin diterpa angin yang berhembus perlahan pagi itu. Jalanan masih sangat sepi, dia seolah berjalan dalam mimpi.
Kalau teman-temannya belum tentu ada yang bangun jam segini. sedangkan dia sudah harus berangkat ke sekolah hanya karena tidak punya cukup uang untuk naik angkot.
Kanaya juga sama, gadis itu masih ngeringkel di balik selimutnya. Kalau dia sih suka-suka hati mau pergi terlambat atau enggak. Yang pasti tetap tidak akan dikasih hukuman sama guru-guru di sekolah. Kerena, keluarganya itu punya pengaruh yang cukup kuat di sekolah.
****
"Eh anak babu, sendirian aja lo. Mana uang jajan lo?" tanya dikta, cowok paling nakal di kelas mereka.
Bella tidak menanggapi ejekan cowok itu. Dia masih dengan santai duduk di kursinya sambil membaca buku sejarah.
"Yach, malah pura-pura tuli ni anak." Enzi menarik kasar buku yang berada di tangan Bella.
Bella menatap tajam ke arah Enzi dan Dikta. Dengan dua cowok itu Bella tidak terlalu takut, tapi kalau sudah berhadapan dengan Andini dan kawan-kawannya, barulah Bella tidak akan berani membalas.
"Kalian mau apa?" Bella bertanya
"Akhirnya ngejawab juga, gue kira pendengaran lo udah enggak berfungsi lagi," ujar Dikta sinis.
Dari arah luar Andin dan dua temannya masuk. Melihat kedatangan Andin, Dikta cepat-cepat kembali ke bangkunya diikuti oleh Enzi dari belakang.
Di kelas mereka tidak ada yang boleh mengganggu Bella selain Andin sendiri, itu adalah peraturan yang Andin buat. Hanya karena Andini anak kepsek, semua orang tidak ada yang berani menyinggungnya.
"Bella, tolong kerjakan tugas Biologi gue!" suruh Andin seraya meletakkan buku pelajaran Biologinya di atas meja Bella.
Bella menatap bingung tiga orang di depannya. "Kan ini tugas kamu, kenapa harus aku yang mengerjakannya?" Bella memberanikan diri untuk menjawab.
"Lo mau membantah? Lo masih mau sekolah di sini kan?" tanya Andini, dia dengan kasar menarik rambut Bella, membuat Bella tertengadah.
"Eh babu, dengar ya! Lo itu enggak boleh membantah apa pun yang disuruh sama Andin," ucap meta.
"Udah kerjain! Gue lagi males ribut hari ini," pungkas Andin, gadis itu kemudian mengajak kedua temannya untuk pergi ke kantin.
Bella mengambil buku Andini dengan perasaan sedih dan marah. Semua berbaur menjadi satu, dia tidak punya hak untuk melawan hanya karena dia anak seorang pembantu.
Saat dirinya dibully di depan keramaian pun, tidak ada yang tergerak untuk menolong. Mereka hanya menonton dan tertawa. Terkadang Bella menganggap hidup itu terlalu berat untuk dijalaninya, dia ingin mati saja.
Bella tidak mau berlarut-larut dalam kesedihan, dia hanya bisa berdoa semoga Tuhan memberikan seseorang yang bisa melindunginya dari teman-temannya yang jahat itu.
****
Bel tanda jam istirahat berbunyi, semua siswa-siswi berhamburan keluar. Mereka sudah pasti pergi ke kantin.
Bella masih duduk di bangkunya, sebenarnya dia sangat lapar, tapi kalau uang itu digunakan untuk membeli makanan, maka Bella harus kembali pulang dengan berjalan kaki.
Lalu apa yang harus dilakukannya sekarang?
Setelah berpikir cukup lama, akhirnya Bella memutuskan untuk ke kantin. Dia bisa membayarnya dengan membantu kak Siti mencuci piring-piring kotor, menurutnya itu adalah ide yang bagus.
🌹🌹
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments