Di tengah cuaca yang panas, Bella terus melangkahkan kakinya menuju rumahnya. Bukan rumahnya, lebih tepatnya rumah majikannya.
Bella merasakan kakinya terlalu pegal, dan dia juga merasa sangat haus sekarang.
"Duh, gimana ni, mana tenggorokan aku sudah kering banget lagi," keluh Bella sambil menyeka keringat di keningnya.
Dia pulang agak terlambat hari ini, karena tadi dia harus membantu kak Siti membereskan tempat jualannya.
Saat dia pulang tadi, jam sudah menunjukkan pukul 02:30, dan mungkin sekarang sudah jam tiga lewat.
Mana rumahnya masih jauh lagi. Bella berhenti sejenak di tepi trotoar, dia duduk di bawah pohon yang rindang untuk sejenak melepas lelah.
"Berhenti di sini dulu aja deh, enggak apa-apa kalau nanti pulang diomelin ibu," gumam Bella.
Dia termenung menatap mobil-mobil yang melaju kencang di tengah jalan. "Bagaimana ya rasanya jadi orang kaya?" tanya Bella pada dirinya sendiri. Gadis itu mulai berangan-angan.
Saat sedang enak-enaknya ngehalu, tiba-tiba ada anak kecil yang datang menghampirinya.
"Kak, ngapain duduk melamun di sini?" tanya gadis kecil itu.
"Lagi istirahat sebentar, Dek," jawab Bella dengan lembut.
Gadis kecil itu tersenyum lalu dia kembali bertanya. "Rumah Kakak di mana?"
"Masih jauh dari sini," jawab Bella seadanya. Dia mulai penasaran dengan anak yang sekarang berada di sampingnya, anak itu datang dari arah mana? Dan kenapa dia tiba-tiba ada di sampingnya.
"Ayah sama ibu kamu di mana?" tanya Bella, dia takut kalau anak yang sekarang berada di dekatnya itu adalah makhluk halus.
Hehe... Ada-ada saja pikiran Bella. Mana ada hantu cantik kayak gitu?
"Aku enggak tahu mama sama papa ke mana, tadi mereka katanya pergi sebentar, tapi sampai sekarang belum pulang juga," ungkap gadis kecil itu.
Mendengar cerita anak itu, Bella bingung harus berbuat apa.
"Gimana sih jadi orang tua, anak sendiri nggak bisa dijagain, kalau diculik sama orang jahat gimana?" Bella mengomel dalam hati
"Sisi!"
Terdengar suara seorang lelaki memanggil.
Anak itu segera menoleh melihat ke seberang jalan, ternyata itu ayahnya.
Anak yang dipanggil Sisi itu tersenyum. "Nah, itu papa aku, Kak!" tunjuk Sisi.
Bella segera melihat ke arah yang ditunjuk anak itu.
"Aduh Sisi, kamu bikin papa panik aja, capek papa cari kesana-kemari, eh ternyata kamu malah nongkrong di sini," celetuk sang papa.
Lelaki itu mencubit gemas pipi anaknya seraya tersenyum senang.
Bella juga ikut senang melihat Sisi bisa bertemu lagi dengan orang tuanya.
"Ayo kita pulang!" ajak papanya.
Sebelum pergi Sisi sempat melambaikan tangannya pada Bella. Bella membalasnya, tapi wajahnya mendadak sedih.
Melihat keakraban Sisi dan papanya membuat dia kembali teringat kenangannya bersama pak Mahendra beberapa tahun lalu.
****
"Bella! Dari mana saja kamu? Pasti kamu kelayapan kan, makanya pulang sekolah sudah sore hari begini." Bu Santi kembali memarahi Bella.
"Bella pulang jalan kaki, Bu," jawabnya lemah
"Alasan, biasanya kamu itu pulangnya paling lambat ya jam 03:30."
Bella tak ingin mejelaskan alasan lain kenapa dia telat, yang ada nantinya hanya akan menciptakan drama panjang yang entah kapan habisnya. Jadi gadis itu hanya bisa mendengarkan saja omelan ibunya.
"Sekarang kamu ke dapur, bantuin ibu masak buat nanti malam!" suruh ibunya dengan sikap dingin.
Seumur hidupnya, Bella sama sekali tidak pernah merasakan dipeluk dan disayangi oleh ibunya. Kasih sayang yang tulus hanya dia dapatkan dari pak Mahendra, papanya Kanaya. Tapi sekarang lelaki itu sudah meninggal, Bella selalu merasa sedih setiap kali mengingat kebersamaannya dengan papanya Kanaya.
Pak Mahendra sangat menyayanginya, dan itulah alasan kenapa Kanaya tidak pernah mau berteman dengan Bella.
Kanaya menganggap Bella adalah orang yang telah menghancurkan kebahagiannya. Dia sangat membenci Bella karena gadis itu sudah masuk dalam kehidupannya dan membuat kasih sayang papanya terbagi.
Sampai sekarang pun, Kanaya masih menaruh rasa benci terhadap dirinya.
****
Bella tampak berdiri mematung di depan pintu kamar ibunya. Dia sedang memikirkan bagaimana caranya supaya ibu memberikannya uang untuk membeli sepatu baru.
Meski ragu-ragu akhirnya Bella tetap masuk juga untuk menemui sang ibu.
"Ngapain lagi kamu ke sini? Sudah malam kenapa belum tidur, besok kan kamu harus bangun pagi-pagi sekali untuk sekolah," ucap bu Santi.
Malam ini wanita itu kembali menghitung uangnya. Membuat Bella penasaran untuk apa ibunya selalu menghitung uang itu.
"Kenapa diam? Ada yang mau kamu sampaikan sama ibu?" tanya bu Santi.
"Bu, sepatu Bella su..."
"Kan sudah ibu bilang dilem aja dulu!" ucap ibunya membentak, tanpa menunggu dirinya selesai ngomong.
Mata Bella membulat mendengar bentakan dari ibunya.
Mendadak saja Bella merasa asing dengan ibunya, dia seperti bukan anak kandung bu Santi.
"Bu, uang Ibu kan juga masih banyak, Bu. Apa salahnya Ibu berikan sedikit untuk Bella," jawab Bella. Dia masih berharap wanita itu memberinya uang.
Bu Santi menatap ke arah Bella dan berkata. "Tunggu sampai ibu gajian!"
Lagi-lagi Bella harus merasa kecewa dengan jawaban ibunya.
"Kalau sekarang memangnya enggak bisa ya? Soalnya sepatu Bella juga sudah bolong."
Bella kemudian keluar dan memperlihatkan tapak sepatunya yang sudah bolong.
"Ini akan membuat kaki Bella kepanasan terkena aspal, Bu," adu Bella.
Bu Santi hanya melihatnya sekilas, dan kemudian menjawab. "Ditambal saja dulu, pakek kain kek di bawahnya biar enggak kepanasan pas lagi jalan," jawab bu Santi acuh tak acuh.
Bella masih berdiri di depan ibunya, berharap ibu berubah pikiran dan memberikannya uang.
"Enggak perlu berdiri lama-lama di sini, sana kembali ke kamarmu! Uang ini mau ibu simpan untuk beli rumah," ucap ibunya seolah tahu apa yang sedang dipikirkan Bella.
Bella hanya bisa membalikkan badannya, dan segera keluar dari kamar ibunya, yang tentunya dengan rasa kecewa.
Jika anak yang lain bisa berbicara akrab dan penuh kasih dengan ibunya, tapi tidak dengan Bella. Jika semua anak bisa bermanja-manja dengan ibunya, tapi dia tidak. Bella benar-benar merasa asing di depan ibunya sendiri.
Sepi....
Itulah yang dia rasakan. Dia hanya memiliki ibu, tapi wanita itu tidak terlihat tulus kepadanya. Bu Santi memperlakukannya seperti orang lain.
Rindu...
Dia memang merindukan sosok ibu yang bisa di ajak bermanja-manja, seorang ibu yang selalu ada di setiap dia butuh.
Bukan seperti sekarang, yang dimana dia seolah diabaikan begitu saja.
"Andai saja pak Mahendra masih ada," lirih Bella.
Bella menatap sedih selembar foto yang sekarang berada di tangannya.
Dalam foto itu ada seorang lelaki dan anak gadis kecil. Lelaki itu adalah pak Mahendra, papanya Kanaya, dan gadis kecil itu adalah Bella.
Beningan kristal itu jatuh membasahi pipinya, setelah sekian lama ditahan akhirnya jatuh juga.
Bella sudah lama tidak menangis, terakhir kali dia menangis adalah ketika pak Mahendra meninggal, dan itu sudah berlalu selama 4 tahun.
"Hiks...!"
Dia membenamkan wajahnya di bantal, dan menangis sejadi-jadinya.
"Tuhan! Kenapa ibu begitu tak pedulinya kepadaku? Apa salah aku?"
🌹🌹 ❤️🌹🌹
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments