Rise 3 - Jebakan

Demi Corp, Future City, Sciencetopia, satu tahun kemudian.

2022

Pria itu melangkah menyusuri koridor dengan wajah berseri. Pakaiannya tampak sangat amat rapi, terlihat jelas bahwa dirinya siap untuk menghadapi apapun yang akan terjadi hari ini.

Sepanjang jalan, ia bertemu dengan beberapa rekannya. Beberapa di antara mereka menyapanya sambil tersenyum. Hendry hanya bisa membalas mereka dengan ramah seperti biasanya.

Ia terus melangkah hingga akhirnya tiba di divisinya. Di sana seperti biasanya telah ada dua orang rekan kerjanya yang telah sibuk mempersiapkan berkas guna meeting yang akan mereka hadiri pagi ini sebagai perwakilan dari divisi mereka. Selain mereka, sisanya belum ada yang datang selain dirinya.

"Selamat pagi," sapanya. Membuat atensi mereka beralih padanya.

"Pagi, pak!" sapa Aurora sambil tersenyum padanya.

"Anda terlihat berseri-seri hari ini, apakah karena anda tahu akan dipromosikan?" Mosha menggodanya.

"Apakah terlihat dengan jelas?"

"Tentu saja. Anda terlihat lebih bersinar dari biasanya."

"Haha, terima kasih. Tapi aku benar-benar tidak bisa menyembunyikan kegembiraanku ini, setelah setahun bekerja di sini, akhirnya aku bisa dipromosikan untuk bekerja di kantor pusat. Sungguh sesuatu yang terjadi diluar dugaanku."

"Saya juga tidak menyangka bapak akan dipromosikan secepat ini. Saya salut dan merasa bangga menjadi rekan kerja bapak." Aurora ikut senang. Mosha mengangguk membenarkan kalimat wanita itu.

"Kalau bapak sudah menjadi bagian dari orang-orang penting di kantor pusat, jangan melupakan kami. Saya tidak ingin hubungan kita sampai renggang hanya karena bapak sudah bekerja di kantor pusat," pesan Mosha.

"Jangan lupakan saya juga."

"Aku tidak akan melupakan kalian semua. Karena bagaimanapun, kalian adalah orang yang telah menemaniku hingga berada di titik sekarang ini."

...*...

"Berita apa yang kau bawa?"

"Saya dengar akan ada pegawai baru yang bergabung dengan kantor pusat, dan dia akan ditempatkan di bawah pemerintahan anda, pak."

"Kau sudah cek latar belakangnya?"

"Sudah. Dari informasi yang saya dapat, dia adalah salah satu anak yang berhasil masuk Future University dan mendapat peringkat pertama di angkatannya."

"Apa? Bagaimana dengan latar belakang keluarganya?"

"Keluarganya dulu adalah seorang pengusaha yang cukup sukses di Future City, tapi pada masa revolusi kedua, posisinya dari dunia bisnis terdepak hingga mengharuskannya pindah ke Isotown City, di bagian barat Sciencetopia."

Pria itu mengepalkan tangannya erat. Emosinya langsung bergolak begitu mendengar setiap informasi yang didapatkannya.

"Siapa yang sudah merekomendasikan dia untuk berada dalam pengawasanku."

"Adik anda pak, pak Isaac."

Dia semakin berani mengejekku secara terang-terangan. Bahkan dia merekomendasikan orang-orang rendahan seperti mereka untuk berada di bawah pengawasanku. Dia, mencoba membuat kakek terus terkesan padanya hingga hari pemilihan tiba.

Aku tidak bisa membiarkan ini. Aku tidak akan tinggal diam.

Aku harus merebut posisi yang seharusnya menjadi milikku.

...*...

Tadinya kupikir akan menyenangkan bekerja di kantor pusat. Tapi ternyata benar-benar jauh berbeda dari yang aku bayangkan.

Hendry menghela napas pelan, pria itu duduk di salah satu kursi yang ada. Sedang beristirahat setelah menyelesaikan pekerjaan yang ia dapatkan dari atasannya.

Sejak kedatangannya di kantor pusat, Hendry benar-benar tidak menyangka akan mendapatkan perlakukan seperti ini.

Tugasnya benar-benar jauh berbeda dari yang ia bayangkan. Begitu tiba, ia langsung diminta untuk membantu para office boy, dan melakukan berbagai pekerjaan yang sama seperti mereka. Setelah melakukan protes berulang kali, mereka bilang itu hanya bagian dari pelatihan awal sebelum masuk ke pekerjaan utamanya.

Sudah lebih dari tiga bulan dirinya di sana, dan masih belum ada titik terang sama sekali kalau mereka akan benar-benar menempatkan Hendry di posisi yang telah dijanjikan.

Aku benar-benar merasa telah di tipu, batinnya sambil meremas botol minuman dalam genggamannya.

"Hendry! Bisakah kau ikut denganku? Pak direktur ingin bertemu denganmu," kata Gerry. Pria yang tak lain adalah sekretaris atasannya.

"Benarkah? Tentu, ayo pergi." Wajah pria itu berubah sumringah. Ia segera berjalan mengikutinya dari arah belakang.

...*...

Sepertinya ini adalah tempat latihan tembak jitu, pikirnya sambil terus melangkah. Tak ada banyak orang yang ditemuinya, bahkan nyaris tidak ada sama sekali selain dirinya dan Gerry yang terus melangkah hingga akhirnya melihat pria yang katanya ingin bertemu dengannya.

"Akhirnya kau datang." George tersenyum melihatnya. Pria itu langsung memintanya untuk mendekat lalu menyodorkan sebuah pistol padanya.

"Apa ini pak?"

"Tugasmu adalah menembak sasaran itu." George menunjuk seorang pria dalam keadaan terikat. Kepalanya ditutupi dengan sebuah kain hitam.

"Tapi…"

"Tidak perlu takut, ini hanya pistol palsu. Jadi dia tidak akan terluka. Anggap saja ini sebagai ujian terakhirmu. Setelah itu kau akan mendapatkan jabatan yang kau inginkan."

"Baiklah, akan saya lakukan," lirihnya dengan ragu.

Hendry mengangkat pistol ditangannya, menodongkan benda itu ke arah target yang harus ditembaknya.

"Cukup tembak tiga sampai lima kali, tidak perlu sampai isi pelurunya habis, mengerti?" George menjelaskan. Hendry hanya mengangguk lalu dengan ragu ia menekan pelatuk pada pistolnya.

Dorr! Dorr! Dorr!

Tiga tembakan beruntun, dan ketiganya tepat mengenai tubuh pria itu. Diluar dugaan, ada bercak merah yang keluar setelah pelurunya mengenai sasaran.

Hendry spontan menghentikan aksinya. Dengan tubuh gemetar, ia menoleh pada George yang berdiri di sana. Menyaksikan apa yang baru saja ia lakukan.

"Oh astaga, ini buruk. Sepertinya aku memberikan pistol yang salah padamu."

"A-apa?" Wajah pria itu seketika berubah pucat pasi. Ia menoleh pada sasaran yang dilihatnya.

Tanpa pikir panjang, Hendry melemparkan pistol ditangannya dan berlari menuju arah pria yang terikat dalam kondisi tubuh bersimbah darah. Pria yang baru saja dibunuhnya.

"T-tidak! Tidak mungkin." Hendry dengan gemetar segera melepaskan penutup kepalanya. Wajahnya kian pucat begitu melihat siapa yang baru saja dibunuhnya.

"P-pak Isaac…"

Brukk!

Tubuhnya jatuh di rerumputan. Kedua mata Hendry seketika berkaca-kaca. Ia benar-benar tidak percaya dengan apa yang telah dilakukannya.

"Isaac!!" Seorang pria mendadak berteriak dari kejauhan.

"Keparat! Apa yang sudah kau lakukan!" Hendry tersentak begitu suara Gerson di dengarnya. Saat menoleh, pria itu sudah tiba dihadapannya dengan wajah murka. Kedatangannya sama sekali tak disadarinya.

"Berani sekali kau melakukan ini pada cucuku! Kau harus mati! Akan ku bunuh kau!" teriaknya sambil menarik paksa pistol di pinggang salah satu anak buahnya.

George dengan cepat menahannya. "Biar aku yang lakukan, kek. Biarkan aku yang membalaskan dendam atas kematian adikku," katanya cepat sambil menarik pistol ditangannya.

George melangkah menghampiri Hendry. Beradu tatap dengan pria itu dalam waktu yang lama.

Apa ini? Kenapa? Apa yang sebenarnya terjadi?

Aku dijebak?

...***...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!