bab 5

Hari weekend hampir tiba, sebelum weekend mereka menghabiskan pelajaran sabtu ini agar saat masuk nanti lebih mudah belajar di kemudian hari. Wekeend selama tujuh hari, adalah di mana memang ditunggu-tunggu para mahasiswa/siswi.

Di akhir kelas Ruqayyah dan Ratih menyempatkan mampir makan siang di kantin. Sehabis sholat ashar perut mereka lapar lagi. Dua gadis berjilbab lebar nan panjang itu berjalan sambil bercanda melewati koridor kampus.

"Tumben kamu pakai kurung Melayu hari ini, Qayyah. Mirip wawak Malaysia." Ratih tertawa lepas. Karena menurutnya sangat lucu melihat gaya Ruqayyah yang mengenakan pakaian ciri khas Melayu tersebut.

"Biarin, yang penting gue nyaman memakainya. Dari pada Lo pakai jilbab besar tapi pakai celana ketat begitu."

"Yee... Gue kan belum mampu kayak elo. Syar'i di luar tapi seksi di dalam. Jiahahaha...," ledek Ratih.

Saat mengatakan kalimat itu sekelompok geng band Aryan melewati keduanya. Aryan mendengar ucapan Ratih dengan jelas sekali. Seketika ia menghentikan langkahnya sebentar tanpa menoleh ke asal suara. Mereka saling membelakangi di koridor menuju kantin.

"Aryan, Lo kenapa berhenti? Katanya mau makan," tegur Anas curiga.

"Ssst." Aryan meletakkan jari telunjuk di mulut seksinya. Ia menguping pembicaraan Qayyah dan Ratih yang berada di sebelah mereka. Kedua gadis itupun tak menyadari keberadaan sang idola karena sanking asyiknya ngobrol. Aryan seperti mengenali suara perempuan tersebut. Suara perempuan yang pernah tabrakan sama dia waktu itu. Dia selalu mencari gadis itu hingga sekarang.

"Qayyah, mau makan apa?"

"Gue pengen makan lontong pecel dengan sambal merah."

"Lho bukannya tadi pagi udah ya,"

"Ssst... Jangan berisik deh, pagi tadi beda ini beda." Karena tadi pagi ia tak dapat bagian, hanya untuk Aryan.

Ruqayyah berkata dengan pelan takut ada yang dengar. Sebab pagi tadi ia memesan lontong untuk sarapan Aryan seperti biasa tanpa sepengetahuan Ratih.

"Aryan." Anas menggoyang lengan Aryan, karena sejak tadi ia masih betah berdiri mematung.

"Anas, gue mau lontong pecel yang biasa kamu beli setiap pagi," pinta Aryan kemudian. Entah apa yang ia pikirkan tiba-tiba ia menginginkan lontong itu sore ini.

"Mana ada sore-sore begini, ngawur kamu ah," sindir Tino yang berada di samping Anas.

"Pokoknya gue mau makan itu." Aryan makin penasaran dengan obrolan gadis jilbab ungu muda yang tak jauh dari ia berdiri. Apa benar masih ada lontong jam sekarang?

"Ok ok, gue coba tanya." Lebih baik mengalah daripada beradu mulut dengan Aryan, karena bisa mengundang banyak penggemar yang melihat.

Anas berbalik masuk kantin tempat biasa ia mengambil pesanan lontong Aryan. Sementara Aryan dan yang lainnya duduk di bangku kosong sedikit jauh dari keramaian namun masih dalam area ruangan kantin. Dari jauh Aryan memperhatikan ulah si Anas.

Tring... Sebuah pesan masuk dalam ponsel Ruqayyah. Ia sedang menunggu mbok Darsih meracik lontong pesanannya.

"Gila," rutuk Ruqayyah kesal begitu membaca pesan yang masuk. Ternyata dari Anas sahabat Aryan dan juga teman Ruqayyah.

Yang benar saja si Anas nih, kan tadi pagi udah di kasih, masak masih mau lagi sih. Lagian ini kan sore, mana ada yang jual lontong pecel. Ini nih khusus punyaku, udah seminggu aku ngalah sama Aryan. Masa sore ini aku harus ngalah lagi sih.

Sungut Ruqayyah dalam hati.

"Neng Qayyah, ini pesenannya sudah selesai. Besok kalau mau pesen awal-awal ya, karena ibu banyak pelanggan dan selalu habis terus. Untung ini masih ada sisa sedikit jadi siang tadi ibu masak lagi." Bersyukur simbok baik hati.

"Iya Bu. Ma kasih ya."

Ruqayyah membawa nampan berisi lontong pecel sambal merah tersebut ke meja yang di tempati Ratih.

Tring... Ponselnya bunyi lagi.

" Pasti si Anas lagi nih, duh... Ngapain juga dia nunggu di sana..." lirih Ruqayyah saat melihat Aryan berada di ujung sana tepat depan matanya. Ia cepat menundukkan pandangan dan duduk di kursi depan Ratih. Segera ia mengeluarkan ponsel dari saku baju dan membuka pesan yang berbunyi sejak tadi.

#Qayyah, tolonglah aku nggak tau mau mesan lontong itu di mana. Tiba-tiba si Aryan minta sore begini.# bunyi pesan Anas.

Mata Ruqayyah mencari sosok Anas di antara pengunjung kantin. Oh ternyata dia tak jauh di warung mbok Darsih.

"Ruqayyah, kamu nyari siapa?" Tanya gadis berwajah bulat depan Ruqayyah. Ratih ikut clingak clinguk mengikuti mata Ruqayyah.

"Emm, kayaknya aku udah nggak selera lagi deh makan lontong. Aku ganti menu dulu ya." Ruqayyah bangkit lagi sambil membawa nampan paket lontongnya. Demi sang idola, Ruqayyah rela ganti menu. Walau sebenarnya kecewa karena dia juga suka sama lontong tersebut.

"E eh, kalau nggak mau biar aku habisin aja deh sini," cegah Ratih seraya berdiri menahan lengan Ruqayyah. Ruqayyah terlihat gusar dan memutar matanya mencari alasan.

"Nggak usah, kita ganti menu saja."

Ruqayyah cepat membawa nampan lalu beranjak menuju warung mbok Darsih.

"Mbok, tolong simpankan, sebentar lagi ada yang mau ambil," ujarnya pada mbok Darsih pemilik warung lontong sambil berbisik.

Ruqayyah mengirim pesan pada Anas lalu pura-pura sibuk membalas pesan sambil bersandar di samping kasir. Mbok darsih pun paham maksud Ruqayyah, beliau juga sering begitu.

#Anas, ambil di mbok darsih! Itu adalah pesananku.#

"Bu, saya mau ambil nampan yang di balikin Qayyah tadi."

"Oh den Anas, iya tadi Qayyah udah bilang. Ini nampannya." Mbok Darsih sudah paham dengan dua orang ini, cuma Ruqayyah dan Anas penggemar berat lontongnya sampai-sampai mereka rela tukaran menu.

"Terima kasih mbok," ujar Anas senang. Ia melewati Qayyah pelan-pelan sambil berkata tanpa melirik sedikit pun.

"Terima kasih banyak Qayyah. You'r is the best." Sambil mengancungkan jempol.

"Hmm. Cepat kembali ke mejamu, dia sedang memperhatikanmu dari sana," balas Qayyah sedikit kecewa, namun juga senang. Apapun akan ia lakukan untuk Aryan tanpa sepengetahuan Aryan.

Anas tak membalas lagi segera ia menuju meja di mana Aryan duduk dengan yang lainnya. Ruqayyah memilih pesan mi ayam. Adegan itu tak luput dari pantauan Aryan. Aryan jadi curiga dengan anas, ada hubungan apa dia dengan Gadis berjilbab lebar tersebut.

Semoga saja dia tidak memperhatikan nampan yang aku bawa tadi. Udah seminggu aku pengen lontong itu, selalu saja habis. Sepertinya aku harus belajar sama mbok Darsih bagaimana cara membuat lontongnya yang enak. Kalau aku pintar buat kan nggak perlu ngantri terus dan selalu nggak kebagian. Lebih lebih, Aryan juga suka lontong itu jadi bisa sekalian buat dia. Pikir Ruqayyah asal.

"Qayyah, kamu melamun lagi," tegur Ratih.

"Ah, nggak kok ayo makan." Ia mengaduk mangkok mi ayamnya.

"Gue udah kenyang nungguin Lo yang nggak beres hari ini. Tingkah Lo aneh sejak tadi," sahut Ratih lagi.

"Gue kurang enak badan."

*

"Anas, ini lontong yang biasa kamu bawa setiap aku sarapan di sini?" tanya Aryan ingin kepastian.

"Iya dong, ini lontong edisi terbatas lho. Cuma Lo aja yang bisa makan lontong ini tanpa mengantri."

"Gimana mau ngantri, sebelum dia masuk ruangan istirahatnya, sudah ada yang memesankan," sindir Tino.

"Siapa gadis yang pakai kurung Melayu itu?" tanya Aryan tiba-tiba sambil memonyongkan bibirnya ke arah Ruqayyah di sana.

"Elo jangan cari penyakit Aryan, kalau mau gadis buat kencanmu akhir weekend ini biar aku cari yang seksi dari dia," ujar Gilang pula.

"Gue cuma nanya doang kok malah sewot sih." Sambil mengemplok lontong kesukaannya.

"Aryan, sepertinya Lo harus cari asisten deh. Kasian Anas Lo kerjain tiap hari," ujar Tino, ia sibuk memain gatget di tangannya.

"Dia lagi gue hukum, seenaknya aja ngatain gue idola ibuk-ibuk."

"Kayak anak kecil Lo," ledek Gilang.

Spontan yang lain mentertawakannya. Namun Aryan tak mempedulikan ledekan tersebut. Ia terus menikmati lontong pecelnya hingga habis. Tiga teman Aryan itu selalu membuat Aryan kesal, karena itu ia sudah terbiasa. Ketiga teman Aryan juga tak kalah tampan dengannya. Dan status mereka pun bukan sembarang orang.

Seperti Tino ia memiliki keahlian bermain gitar bas, meski ia jarang senyum namun wajahnya tetap terlihat Kren dengan gingsul di kiri.

Anas pula berkulit putih dengan potongan rambutnya yang cepak. Ia biasanya memegang kendali gitar melody.

Gilang si pria bertubuh gempal dengan keahliannya memainkan dram.

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!