Permasalahan Hidup

Suara derap langkah kaki menaiki tangga yang berkelok di rumah megah nan mewah yang terdapat di sebuah kawasan elit. Vivian dengan di bantu asisten rumah tangganya membawa koper milik Alira.

'' Taruh sini aja bi '' ucap Vivian.

'' Baik non '' sahut sang asisten. Vivian tersenyum seraya berucap. '' Makasih ya bi ''

'' Sama-sama non,bibi kebawah dulu '' sang asisten undur diri.

Vivian membuka pintu kamarnya,dan menyeret koper milik Alira. Saat memasuki kamar pemandangan yang di lihatnya membuat Vivian menghela nafas panjang.

Tampak Alira duduk melamun di sofa yang terdapat di dekat jendela. Tatapan matanya menerawang menembus ruang. Sorot matanya tampak sendu. Pilu itu tak mampu tertutupi. Vivian bisa merasakan sakitnya. Ia pun pernah terluka, ia pernah kecewa. Namun tak sedalam luka dan kecewa yang dirasakan sang sahabat.

" Ra " ucap Vivian seraya memegang pundak Alira. Alira terkesiap , kemudian tersenyum hambar menatap sang sahabat.

" Kamu udah balik Vi, gimana ?" tanya Alira, yang bahkan tak mendengar saat Vivian masuk ke kamar.

" Seperti dugaan kamu, Brian di sana , untung bisa aku kelabui dia ". sahut Vivian yang kemudian duduk di samping Alira. Alira tersenyum getir,ia bingung harus bagaimana dengan kandungan yang ia bawa. Mungkin dengan mengatakan keadaan dirinya pada Febrian , lelaki itu akan bertanggung jawab. Tapi itu berarti dia merelakan diri seumur hidup untuk terpenjara dengan rasa sakit.

Pengkhiatan itu pasti akan membayanginya setiap saat. Andai hanya kata orang perselingkuhan yang Febrian lakukan mungkin tak akan sesakit ini. Saat ia melihat sendiri bagaimana lelaki itu begitu menikmati percintaan terlarangnya.

'' Apa rencana kamu setelah ini Ra ? '' tanya Vivian yang melihat Alira kembali melamun. Tampak Alira menggeleng pelan. Matanya melihat langit dari balik jendela yang telah ia geser tirai nya.

'' Aku belum tau mau gimana Vi, mungkin pulang dengan resiko aku bisa mati di tangan bapak ku. Beliau pasti murka aku pulang berbadan dua . Dan menyedihkan nya ternyata orang yang menitipkan benihnya padaku orang brengseek. '' tutur Alira dengan uraian air mata yang tak terasa mengalir di pipinya.

'' Kamu tinggal saja di sini '' ucap Vivian sambil memperhatikan sahabatnya yang sedang menghapus air matanya. Alira menggeleng,tak mungkin selamanya ia menumpang di rumah mewah itu. Selain itu di sini masih satu kota dengan sang mantan.

'' Kenapa ?'' tanya Vivian pada Alira yang tatapan matanya begitu kosong.

'' Aku gak mungkin terus ngerepotin kamu . Dan lagi ini masih satu kota dengan Febrian bisa saja sewaktu-waktu dia bertemu dengan ku.''terang Alira.

Vivian terdiam, benar apa yang di ucapkan Alira. Tapi ia tak mungkin membiarkan sahabatnya susah sendiri melewati masa sulitnya. Ia akan menyesal seumur hidup jika terjadi sesuatu dengan Alira. Cukup lama mereka terdiam sampai Vivian tersenyum dan sepertinya menemukan jalan keluar.

'' Ra,kamu tinggal saja di rumah Papa yang berada di luar kota. Rumah itu rumah peninggalan Kakek namun sekarang tidak ada penghuninya. Hanya di jaga ya g tukang bersih-bersih. '' ujar Vivian. Alira tampak sedikit bersemangat, terlihat tubuhnya yang kini duduk tegak dan menatap serius pada Vivian.

'' Di luar kota Vi ?'' Alira memastikan, anggukan dari kepala Vivian menerbitkan sebuah harapan di hatinya. Sepertinya ini tempat yang tepat untuk melarikan diri. Biarkan dia egois dengan memisahkan anak dengan ayahnya.

Ia tak mampu membayangkan jika harus mengemis pertanggungjawaban pada Febrian. Bisa saja lelaki itu justru merendahkan dirinya. Menolak janin yang sedang tumbuh di hati.

'' Oke kita urus dulu cuti kuliah kamu, setelah itu baru aku urusin kamu pindah.'' ucap Vivian yakin.

'' Orang tuaku gimana Vi ?'' ucap Alira yang pasti kepergian dirinya akan di cari-cari mereka. Namun untuk saat ini ia tak cukup punya nyali untuk berhadapan dengan kedua orang tuanya.

Seandainya ia kembali dengan berbadan dua, bersama Febrian tentu ia tak setakut ini. Ada Febrian yang menjelaskan dan mengambil tanggung jawab tentang dirinya. Tapi untuk menghadapi kemarahan orang tuanya sendiri ia tak bernyali.

'' Nanti biar aku urus. Sekarang yang penting kamu dan janin dalam perut kamu dulu yang kita pikirkan. '' Vivian menatap bola mata Alira. Ia menggenggam tangan sang sahabat.

'' Apapun yang terjadi tolong jangan pernah berpikir untuk menggugurkan kandungan kamu. Kamu jangan merasa sendiri aku bakal selalu ada buat kamu.'' tutur Vivian membuat tangis Alira pecah. Ia menghambur dalam pelukan sang sahabat.

Vivian tak bisa untuk tidak ikut menangis. Dua wanita itu larut dalam tangisan. Vivian yang merasa iba akan luka hati yang dialami sang sahabat. Tak mungkin ia tega membiarkan hidup sahabatnya terlunta-lunta.

Vivian pun rasanya tak mungkin membiarkan Alira pulang ke rumah orang tuanya. Dengn adat ketimuran yang masih melekat pada diri setiap orang,jelas kehamilan Alira adalah aib. Alira harus menjauh di tempat yang tak di ketahui setidaknya sampai ia melahirkan.

'' Makasih ya Vi,udah jadi sahabat terbaik aku " ucap Alira dalam pelukan sang sahabat. Vivian mengangguk saja. Ia sudah tak mampu berkata. Sesak di hatinya mengikat seluruh rongga di dada.

Lama keduanya saling memeluk, memberikan kekuatan satu sama lain . Bagi Alira ini adalah dukungan yang tak mungkin ia lupakan seumur hidup. bahkan seandainya Vivian menginginkannya dirinya menjadi hamba sahaya seumur hidupnya ia akan sangat rela.

''Makan dulu yuk !'' ajak Vivian yang telah mampu menguasai diri. Alira menghapus sisa air matanya. Alira mengangguk mengiyakan ajakan sang sahabat. Keduanya turun dari lantai dua menuju ruang makan.

'' Tolong siapkan makan untuk kita bi '' titih Vivian pada asisten rumah tangganya.

'' Baik non''bibi berlalu menghentikan kegiatannya yang sedang membersihkan perabot rumah tersebut.

Keduanya duduk berdampingan di kursi meja makan.

'' Kok sepi Vi ?'' tanya Alira yang tak mendengar suara dari kedua orang tua Vivian dari semenjak ia datang sejak semalam. Vivian tersenyum getir. '' Ya gini hidup ku Ra, mereka gak pernah ada di rumah. Sebulan sekali bisa ngumpul itu keajaiban '' tutur Vivian dengan nada sendu.

'' Sorry '' lirih Alira. Vivian tersenyum dan menyahut '' don't worry '' Vivian tersenyum .

Dari luar yang melihat kehidupan seorang Vivian sungguh sangat membahagiakan. Hidup berlimpah harta dengan paras luar biasa cantik. Banu ternyata di dalamnya ada hati yang selalu kesepian. Hati yang ingin di perhatikan. Kedua orang tua Vivian adalah pekerja yang sangat totalitas. Sehingga mereka memiliki sebuah perusahaan yang sangat maju.

Namun mereka lupa, meninggalkan seorang anak di rumah. Anak yang butuh kasih sayang mereka,anak yang butuh segala bentuk perhatian. Mereka hanya mencukupi dengan limpahan materi.

Hidup memang tentang bagaimana menilai hidup satu sama lain. Namun yang merasakan tetaplah kembali pada setiap pribadi masing-masing. Setiap orang punya permasalahan hidup masing-masing.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!