Kenyataan

Rasa sesak yang menekan dada membuat air mata itu tumpah. Alira tak bisa membohongi hati ,bahwa ia baik-baik saja. Ia terluka, kecewa dan patah. Ia bahkan tak tahu harus bagaimana. Dalam perutnya tumbuh janin benih dari lelaki yang kini telah mengkhianati dirinya.

Ia tak mungkin meminta belas kasihan atas kehamilannya. Biarkan ini menjadi kesalahan di masa lalu. Anggap saja ini hukuman atas buaian dosa yang dinikmati. Di jalanan malam yang kian sepi. Alira menghentikan laju motornya di depan ruko-ruko yang telah tutup.

Di atas stang motor,ia tergugu pilu. Rasanya terlalu sakit,saat rasa percaya yang di milikinya di khianati dengan sia-sia. Dunianya runtuh seketika, menyisakan puing hati yang terluka. Hidup seakan tak lagi memiliki arti, namun ia tak mungkin berhenti di sini.

Alira menghela nafas panjang, menengadah menahan air mata yang terus saja tumpah.

" Ya Tuhan, inikah balasan atas dosa yang ku lakukan ?'' rintihannya terdengar pilu.

Dengan hati yang remuk,Alira menyalakan kembali mesin motornya. Melaju menyusuri jalan yang kian sepi. Bukan ke arah kost, gadis itu melaju. Malam ini ia butuh teman. Ia butuh sandaran untuk menopang raganya yang terasa letih.

Satu-satunya sahabat terdekat yang di miliki gadis bernama lengkap Alira Cahya Kamila adalah Vivian . Gadis cantik berdarah campuran Jawa Belanda. Gadis cantik berwajah bule,namun hatinya baik bak malaikat. Dia yang berasal dari keluarga kaya,tetap mau bersahabat baik dengan Alira yang notabene hanya anak orang biasa.

Laju motor Alira akhirnya sampai di depan rumah dengan bangunan megah yang tampak besar. Inilah hunian yang di tempati Vivian. Turun dari motor dengan tak bersemangat. Kakinya teras lemas.

Di tekan bel rumah,dan tak lama wanita berumur sekitar 40 tahunan membuka pintu utama.

" Malam bi " sapa Alira ramah.

" Malam non Alira " sahut asisten rumah tangga yang tampak celingukan. Mungkin merasa heran malam-malam teman majikannya itu berkunjung.

" Maaf bi, Vivian nya ada ?" tanya Alira.

" Ada non tapi sepertinya sudah tidur " jawab wanita itu seakan tak mengijinkan tamunya masuk. Alira tak kehilangan akal,ia mengambil ponsel dalam tas selempang yang di pakainya.

Ia menelepon Vivian,di dering pertama telpon langsung di angkat.

" Hallo sist, what's up ?" tanya Vivian setelah telpon tersambung.

" Belum tidur Vi ?'' tanya Alira yang masih berdiri di teras rumah itu.

" Belum,lagi maraton nonton dracin gue " sahut Vivian sembari terkekeh.

" Aku masuk ya ?" tambah Alira yang membuat Vivian tersentak kaget.

" Hah ?, maksudnya ?. Lo di depan rumah gue?" cecar Vivian yang langsung bangkit dari tempat tidur.

" Iya gue di depan pintu." sahut Alira,dan tuuut sambungan telepon terputus. Suara serap langkah terdengar menuruni tangga.

" Lho udah ada bibi, Kenapa gak di suruh masuk di Bi ?" tanya Vivian sedikit kesal.

" Maaf non. Ibu melarang tamu di atas jam 9 " ucap bibi. Vivian menghela nafas .

" Masuk Lir, sorry ya ketahan di luar " ujar Vivian yang malam itu tampil natural dengan kaos oblong dengan hot pant seksi yang memperlihatkan kaki jenjangnya yang mulus tanpa cacat.

" Sorry Vi, jadi ganggu malem-malem " ucap Alira yang kini melangkah di samping Vivian menaiki tangga hendak menuju kamarnya di lantai dua.

" Santai kayak sama siapa aja lo ." ucap Vivian yang kini telah berada di depan kamarnya. Vivian masuk diikuti Alira di belakangnya. Sudah sering Alira masuk kamar luas dengan segala perabot mahal itu.

Sampai di dalam kamar Alira duduk di sofa . Termenung dengan kepala tertunduk. Vivian tampak mengernyit, melihat Alira yang tampak berantakan. Vivian mendekati Alira dan mengusap pelan bahu sahabatnya.

Belum ada satu pun kata terucap dari bibir Vivian, Alira sudah menangis lagi. Vivian merengkuh tubuh Alira di bawanya dalam dekapan. Alira semakin terisak dalam pelukan sang sahabat. Vivian masih diam,ia tampak membelai lembut rambut Alira. Menunggu gadis itu tenang dalam peluknya.

Cukup lama ,Alira menangis dalam dekapan Vivian. Setelah mampu menenangkan diri. Ia melepaskan pelukan. Menghapus sisa air matanya. Mencoba menata hati yang terasa remuk .

" Ada apa ?" tanya Vivian pelan seraya menyingkirkan rambut Alira yang menutupi wajah cantik itu.

" Febrian Vi, dia selingkuh " ucap Alira tercekat. Berusaha menahan tangis yang hendak kembali tumpah. Vivian tampak kaget dengan ucapan Alira. Bagaimana tidak ?, selama ini yang ia tahu , betapa lelaki itu begitu memuja wanitanya.

" Siapa yang bilang ke kamu ?, sudah kamu selidiki ?" tanya Vivian mencoba menenangkan hati Alira. Alira terlihat menggelengkan kepalanya.

" Aku lihat sendiri Vi, dia lagi tidur sama wanita lain ". tutur Alira yang sukses membuat Vivian ternganga.

" Gila, kurang ajar banget dia. Kurang lo apa Lir ?,lo cantik ,baik masih aja dia selingkuhin lo . Gak ngotak banget tuh cowok " sumpah serapah keluar dari bibir gadis cantik itu . Vivian memegang bahu sang sahabat, membuat mereka duduk saling berhadapan.

" Lo dengerin gue,lo itu gak layak di sakiti. Gue yakin dia pasti bakal nyesel udah khianati lo. Lo harus lupain dia, banyak cowok baik yang layak buat lo Lir " ucap Vivian memberikan semangat pada sang sahabat. Namun Alira hanya bisa tertunduk dan menggelengkan kepala.

" Andai bisa semudah itu Vi ". sambung Alira dengan air mata yang kembali membasahi pipi Alira.

" Oke,emang gak mudah untuk langsung move on tapi lo pasti bisa " lanjut Vivian. Alira kembali tergugu. Membuat Vivian kembali merengkuh tubuh sahabatnya.

" Aku hamil Vi " ungkap Alira lirih, Vivian memastikan pendengarannya. Ia menarik diri melepas pelukan.

" Maksudnya ?"

" Aku hamil anak Febrian " sahut Alira dengan tersengal. Dadanya terasa sesak,ini memang aib dirinya. Namun ia butuh teman bercerita. Ia ingin mengutarakan segala kesah yang menggelayut di dadanya.

" Brian tahu ?" Alira menggeleng pelan. Vivian menghela nafas.

" Dia harus bertanggung jawab Lir, kamu harus kasih tau dia " tutur Vivian.

" Bagaimana dengan aku Vi ?, bagaimana bisa aku hidup dengan lelaki yang sudah mengkhianti aku " Alira tak mungkin rasanya bisa menerima satu hal tersebut. Rasa sakit di hatinya membuat gadis itu yakin akan membesarkan anak nya seorang diri.

" Terus nanti anak kamu gimana ? " tanya Vivian.

Alira menggeleng,ia sendiri tak tahu harus bagaimana ?. Namun meminta tanggung jawab pada Febrian sungguh saat ini bukan opsi yang tepat. Bagaimana mungkin ia harus melalui hari-harinya, melihat orang yang di cintai namun juga orang yang sangat ia benci.

Vivian mengerti , apa yang terjadi pada sahabatnya tentu membuat luka yang tak mudah untuk di sembuhkan. Tapi memikirkan sang sahabat hamil dan melalui sendirian. Rasanya ia tak akan sanggup.

Terpopuler

Comments

Daulat Pasaribu

Daulat Pasaribu

baru awal baca aja Uda buat ku nangis thor

2024-10-06

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!