Seperti permintaan Helena kepada sang putra, kini Arkana sudah sampai di halaman rumah orang-tuanya. Langsung saja Arkana memasuki pintu rumah yang terbuka lebar itu.
"Assalamu'alaikum," Arkana mengucapkan salam setelah memasukinya rumah kedua orang-tuanya.
"Wa'alaikumsalam," jawab Helena dan suaminya yang memang berada di ruang tamu sambil bercengkrama ringan.
Arkana menyalami tangan ke dua orang-tuanya dengan takzim. Setelahnya barulah Arkana duduk di sofa single yang ada di depan orang-tuanya.
"Kapan kamu akan menikah Arkan? Lihatnya Ibu dan Ayah sudah semakin tua," ujar Helena menatap sang putra yang terlihat santai atas pertanyaan itu.
"Benar apa yang dikatakan ibumu Arkan, kami sudah semakin tua dan bisa kapan saja ajal menjemput kami, Nak. Apalagi umurmu yang sekarang tak lagi muda. Tak inginkah kamu memiliki seorang anak hasil dari benihmu sendiri?" Kini Nino, sang ayah yang angkat bicara.
"Tak adakah kata-kata lain yang akan Ibu dan Ayah tanyakan kepadaku?" bukannya menjawab pertanyaan kedua orang-tuanya, Arkana malah melontarkan pertanyaan lain.
Helena menarik nafasnya dengan kasar. Helena juga heran dengan putranya yang tak juga kunjung mencari pasangan. Apalagi sekarang umur putranya itu sudah berada di kepala 4.
"Tidak ada, Makanya kamu harus cepat memberikan kami seorang menantu dan juga cucu Arkan. Kamu tahu sendiri adik kamu, Helia tidak akan pulang jika tidak bersama suaminya Arkan. Bahkan adik kamu jelas sudah menetap di negara orang." ujar Helena mengiba. Sungguh dirinya menginginkan seroang cucu untuk meramaikan rumahnya.
"Aku sudah punya Tania, Ibu,"
"Tania bukan darah daging kamu Arkan. Dia hanya anak yang kamu angkat 18 tahun lalu, ingat itu!! Apalagi yang kamu tunggu Arkan, bukankah Tania juga tidak melarang kamu untuk memberikannya seorang ibu?" Helena menatap putranya tak percaya. Padahal Tania itu bukan anak kandungnya. Bukan Helena tak sayang sama cucu angkatnya itu, bahkan Helena sangat menyayangi Tania sama seperti cucu kandungnya sendiri.
Arkan menghela nafasnya kasar. "Maaf Ibu, aku mencintainya. Jangan paksa aku untuk menikah dengan wanita lain." cuak Arkan menatap ke-dua orang-tuanya bergantian.
"Apa?!" Suami-istri itu terkejut mendengar ucapan anaknya.
"Kamu jangan mengada-ngada Arkan, ini sungguh tidak lucu!" bentak Helena marah.
"Aku tidak mengada-ngada Ibu, akun sungguh mencintai Tania. Aku tidak menginginkan wanita lain selain Tania,"
"Ingat!!! Tania itu anak kamu, Arkan. Anak yang kamu besarkan seorang diri." Nino menatap putranya tak percaya. Bagaimana bisa putranya itu jatuh cinta sama anaknya sendiri. Anak yang dirinya asuh dan rawat sedari kecil.
"Aku tahu Ayah, tapi aku juga tidak pernah menyangka jika hati ini akan berlabuh kepada anak angkatku endiri. Siapa yang bisa memiliki hatinya berlabuh untuk siapa?" Arkana menatap Helena dan Nino bergantian. Jika saja Arkana bisa memilih, dirinya juga tak menginginkan hal ini terjadi. Dirinya juga tidak ingin jatuh hati kepada putrinya sendiri. Putri yang dia asuh dan sayangi dengan segenap hatinya.
"Hilanglah rasa cinta itu dan carilah wanita yang umurnya tidak teel aku jauh datin kamu, Arkan." ujar Helena lembut.
Arkan menggelengkan kepalanya. "Tidak bisa Bu, berapa kalipun Ibu maupun Ayah menyuruh aku untuk mencari wanita lain, jika di hatiku hanya ada Tania itu tidak akan berhasil. Bahkan sebelum Ibu meminta hal itu sudah lebih dahulu aku lakukan, tapi apa? Hasilnya nihil Bu, aku tetap mencintai Tania, yang ada di pikiranku hanya Tania. Tidak ada yang bisa mengantikan Tania dari dalam hatiku," jawab Arkan lemah.
"Menikahlah dengan Tania, jika memang kamu tidak bisa memberikan wanita lain untuk menjadi menantu kami makan nikahilah Tania," pinta Helena berat hati. Jika saja boleh jujur, dirinya tidak rela Arkan menikah dengan Tania lantaran Helena sudah menganggap Tania seperti cucunya sendiri. Tapi apa yang bisa Helena lakukan jika sang putra malah jatuh cinta pada anak angkatnya sendiri.
"Beri aku waktu Ibu, Ayah untuk menceritakan ini kepada Tania, aku tidak mau Tania berfikir lain tentang aku nantinya. Dan juga aku tidak akan bisa memaksa Tania untuk menikah dengan diriku jika Tania mencintai laki-laki lain. Tapi aku minta do'a Ayah dan Ibu untuk itu"
"Kami pasti akan mendo'akan yang terbaik untuk kamu, Arkan. Meski Ayah merasa berat jika kamu menikah dengan Tania, bukan Ayah membencinya tapi Ayah sudah menganggap Tania seperti cucu Ayah sendiri. Tapi jika itu yang membuat kamu memberikan kamu seorang menanti serta cucu nantinya, kami hanya akan bisa menurut saja. Semoga saja jalannya di lancarkan," ujar Nino menatap anaknya.
"Terima kasih Ayah, Ibu," Senyum Arkana terbit dengan lebarnya mendengar ucapan Helena dan Nino. Sungguh Arkana tak menyangka jika ke-dua orang-tuanya memberikan izin dirinya bersama Tania, sang anak angkat.
Nino dan Helena hanya bisa tersenyum melihat anaknya bahagia. lagian percuma saja mereka mencarikan anaknya wanita lain jika hatinya hanya untuk Tania.
Sedangkan ditempat lain, Tania bersama kedua temannya Bella dan Mesi tengah duduk di kantin kampus. Mereka menikmati semangkok bakso dan juga teh es yang sudah terhilang rapi di depan mereka.
"Weekend nanti kita ngumpul sama yang lain yuk Tan?" ajak Mesi.
"Aku tanya dulu sama Papa ya Mes, aku juga nggak bisa mastiin sekarang. Kamu tahu sendirilah bagaimana Papa, aku." jawab Tania tak enak. Sudah sering kedua temannya itu mengajak Tania untuk berkumpul namun, sering kali mendapatkan penolakan dari Arkana. Dengan asalan yang sama, tak ingin dirinya terjerumus kedalam pergaulan bebas. Apalagi disana juga terdapat teman laki-lakinya yang bahkan bisa saja berbuat tak baik kepada dirinya.
"Aku perhatiin Papa kamu itu terlalu ngekang kamu deh Tan, masa iya ngumpul doang nggak dibolehin," ucap Bella.
"Ya mau gimana lagi Bell, lagian aku juga nggak berani lawan Papa. Hanya Papa yang aku miliki Bell, meskipun ada Oma sama Opa tapi yang jaga aku selama ini hanya Papa. Hanya Papa yang mencurahkan seluruh kasih sayangnya sama aku, Bell." jawab Tania sendu. Ingat lagi betapa perjuangan Arkana untuk membahagiakannya. Betapa Arkana begitu menyayanginya sepenuh hati laki-laki itu.
"Iya juga sih Tan, tapi aneh aja gitu masa nggak di bolehin barang sekalipun kamu keluar bareng kita. Lagian kamu juga sudah dewasa Tan, masa-masa di mana kita habisin waktu bersama teman-teman bukan malah berkurung di rumah bak seekor burung,"
"Aku yakin apapun yang di lakukan Papa itu demi kebaikan aku, Bell." Tania menampilkan senyum manisnya. Apapun yang akan di ucapkan kedua temannya itu tak akan membuat Tania terpengaruh. Dan inilah yang diajarkan Arkana kepada dirinya, untuk jangan terlalu membawa perasaan apapun itu omongan orang. Selagi itu bukan untuk kebaikannya.
"Terserah kamu lah Tan, susah memang kalau ngomong sama kamu. Tapi aku berharap kali ini Papa kamu ngizinin kamu untuk kumpul bareng kita,"
"Semoga saja Bell,"
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
Rice Btamban
tetap semangat
2023-01-06
1
NandhiniAnak Babeh
ok hadir lg
2022-12-23
1