Tania terbangun kala merasakan ada yang berat pada perutnya. Dengan perlahan mata indah Tania terbuka dengan perlahan untuk menyesuaikan dengan cahaya yang terdapat di dalam ruangan itu.
"Papa," Tania mengoyangkan tubuh Arkana yang masih terlelap dengan pulsanya.
"Emmm," hanya gumaman yang terdengar di indra pendengar Tania tanpa ada reaksi apapun dari Arkana.
"Papa bangun, sudah pagi!" Lagi-lagi Tania berusaha membangunkan ayahnya yang bahkan tidak terusik sama sekali. Tangan kekar Arkan yang di lepas Tania kini kembali melingkar indah pada perutnya. Bahkan kini terasa lebih erat dari sebelumnya karena, Arkan begitu erat memeluk pinggang ramping Tania.
"Pa, berat!!" Menggunakan tangan kanannya Tania mencubit pinggang Arkan sedikit keras.
"Sttrr, kenapa cubit Papa sih Tan? Jadi sakit pinggang Papa kan?" keluh Arkana yang langsung terbangun kala merasakan sakit pada pinggangnya.
"Habisnya Papa di bangunin malah nggak bangun. Belum lagi tanggan Papa yang kembali memeluk erat pinggang aku, mana berat lagi," ungkapnya jujur mebuat Arkana tersentak malu. Bahkan selama ini jika dia tidur di satu ranjang dengan anaknya itu tidak pernah dirinya yang terbangun telat seperti ini. Bahkan bisa di hilang dia akan terbangun lebih dulu dari Tania. Agar putrinya itu tidak tahu jika sepanjang malam dirinya memeluk tubuh sang putri.
"Benarkah Papa meluk kamu, Tania?" ulang Arkana untuk menghilangkan rasa malunya. Bahkan jika di lihat dengan jelas wajah Arkana tampak memerah bahkan terasa panas.
Tania menganggukkan kepadanya. "Iya bener Pa," jawab Tania.
"Maafkan Papa ya," pintanya dengan raut menyesal.
"Tidak apa-apa kok Pa, lagian aku yakin Papa juga nggak sengaja meluk aku. Apalagi waktu kecil dulu Papa sering meluk aku saat tidur dan mungkin sampai sekarang membuat Papa terbiasa akan hal itu," Tania menampilkan senyum manisnya menatap Arkana.
Arkana membalas senyum putrinya. Senyum yang membuat jantungnya berdetak dengan kencang. "Ya sudah gih mandi hari ini ke kampus kan?"
Tania mengangguk. "Iya Pa. Ya sudah aku mandi dulu ya Pa, Papa jangan lupa siap-siap juga kan Papa mau ke kantor," Arkana hanya mengangguk menanggapi ucapan sang putri.
Tania keluar dari kamar Arkana menuju kamarnya. Arkana melihat kepergian sang putri dari kamarnya dengan pandangan sendu. Salahkan dirinya jatuh cinta kepada putrinya sendiri? Salahkan dirinya menempatkan rasa ini untuk Tania? Tapi apakah bisa putrinya itu juga akan jatuh cinta kepada dirinya suatu hari nanti? Bisakah semua angan itu terwujud?
Arkana menarik nafasnya dalam. Beranjak dari ranjang menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya.
*****
"Belajar yang rajin biar nanti jadi orang sukses ya Tania. Jangan pernah kecewain Papa," Kini mobil yang di kendarai Arkana sudah sampai di gerbang kampus gadis itu.
"Iya Pa, aku janji tidak akan pernah ngecewain Papa. Aku janji juga akan berlajar dengan sungguh-sungguh agar menjadi anak kebanggaan Papa," jawab Tania dengan senyum mengembang. Bagaimana bisa Tania membuat sang papa kecewa hanya karena dirinya. Papaanya adalah raja di dalam hidupnya. Seseorang yang memberikannya cinta dan kasih sayang yang tulus untuk dirinya. Tak akan ada lagi seorang ayah seperti Arkana jika Tania ingin mencarinya bahkan sampai ke pelosok dunia sekalipun.
"Bagus, ingat semua pesan yang sering Papa katakan sama kamu, Nak," Arkana mengusap kepala putrinya dengan lembut.
"Iya Pa, aku tidak akan pernah lupa." Tania meraih tangan Arkana untuk di ciumnya dengan takzim. Hal yang sudah biasa mereka lakukan kala Tania pergi kuliah atau saat Arkana berangkat ke kantor.
"Nanti Papa jemput saat pulang, dan jangan lupa kabari Papa dulu ya Tania? Ingat jangan pergi kelayapan jika tak ada izin dari Papa," ujar Arkana setelah mendaratkan ciuman pada dahi sang putri.
"Iya Pa," Setelah itu Tania langsung turun dari dalam mobil Arkana menuju perkarangan kampus.
Arkana melihat sang putri hingga hilang dari penglihatannya. Barulah setelah itu Arakan melakukan mobil menuju kantor tempat dirinya bekerja.
("Assalamu'alaikum Bu, ada apa?") saat ini Arkana tengah duduk di kursi kebesarannya sambil melihat-lihat berkas kerja sama dengan perusahaan lain. Dengan benda pipih yang dia apitkan di antara telinga serta bahunya.
("Nanti sepulang kerja kamu bisa mampir ke rumah kan Nak? Ibu mau ngomong sesuatu hal yang penting sama kamu,") ujar Helena, ibu Arkana di sebrang sana.
("Apa tidak bisa besok saja Bu? Hari ini pekerjaan aku terlalu banyak, dan lagian nanti aku juga mau jemput Tania ke kampus,") jawab Arkana jujur.
("Tidak bisa Arkan, Ibu mau kamu nanti datang ke rumah. Kamu juga bisa bawa Tania ke sini atau kamu suruh saja supir menjemputnya ke kampus.")
Arkana menghela nafasnya kasar. Jujur saja Arkana malas untuk datang ke rumah orang-tuanya, jika bukan untuk membahas hal yang sama yaitu pernikahan. Tak akan ada asalan kenapa sang ibu memaksa dirinya ke sana jika bukan untuk hal itu.
("Kamu dengar ucapan Ibu 'kan Arkan?") Terdengar lagi suara di sebrang sana yang cukup tegas.
("Baik Bu, nanti aku ke sana,") jawab Arkan. Setelahnya mengakhiri panggilan antara dirinya dan sang ibu.
Arkan mencari kontak sang putri pada aplikasi hijau yang kini tengah dia buka. \[Tania, hari ini Papa tidak bisa menjemput kamu ke kampus. Papa akan ke rumah Nenek sepulang kerja nanti dan kamu akan di jemput supir kantor\] Arkan mengirimkan pesan untuk sang putri yang hanya centang satu. Artinya sang putri tidak memegang HP. Berkemungkinan putrinya itu tengah ada kelas.
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
Rice Btamban
lanjut
2023-01-06
1
Ra Ja
kok cuman smpai bab 2 thor
2022-12-10
1