Zea masih duduk teronggok, mengingat kejadian yang sudah terjadi satu tahun lalu. Mengingat masa-masa dia terlontang lantung di kota Lamberth, London-Ingris.
Dia baru saja kehilangan pekerjaan pada saat itu. Kontrak kerjanya berakhir di momen yang tidak tepat, bahkan mereka tidak berniat memperpanjang kontrak yang hanya satu tahun itu.
Ingatannya terpaut pada saat ia duduk di taman kota dengan secangkir kopi yang bahkan sudah dingin. Tangannya mengengan ponsel yang berdering beberapa kali. Namun dia sangat engan menjawab.
Sampai pada akhirnya, Zea menjawab panggilan itu.
"Kenapa kau tidak segera menjawab panggilan?"
Suara serak seorang pria terdengar cukup nyaring. Sampai-sampai, dia perlu menjauhkan sedikit ponselnya agar gendang telinganya tidak rusak.
"Aku sedang menenangkan diri," jawab Zea.
"Menenangkan diri apa? Mereka sudah menunggu di depan rumah dengan tongkat kasti!" teriaknya dari balik telepon.
"Kontrakku baru saja berakhir. Aku menganggur sekarang! Apa kau tidak bisa membayarnya dulu?" Zea pun meninggikan nada bicaranya.
"Kau bercanda? Aku seorang pria yang akan menikah. Aku sendiri butuh uang banyak!"
Zea menggigit bibir bawahnya. Lalu dengan acuh tak acuh mematikan ponselnya dan mengumpat dalam hati.
Ya, itu ingatan yang sangat lama. Sekitar satu tahun yang lalu. Saat dimana dia benar-benar tidak tahu harus berbuat apa. Bahkan ia sempat berpikir untuk menjual tubuhnya demi bisa melunasi hutang peninggalan orang tuanya.
Namun belum sempat Zea melakukan tindakan nekat itu. Beberapa pereman mendatangi rumahnya untuk menagih hutang. Beruntung Zea berhasil kabur, tetapi sayangnya dia tertangkap di jalan.
Ketika seorang pria bertubuh kekar ingin membawanya secara paksa, dua orang pria berjas hitam menghentikan tindakan para penagih hutang.
Dari sanalah, Zea berkenalan dengan seorang pria, yang pada akhirnya menawari kontrak pernikahan.
"Hanya satu tahun, tidak ada sentuhan fisik atau tinggal bersama," tegas pria berumur 25 tahun yang sedang duduk santai di sofa.
Benar, setelah dua pria itu menghalau para penagih hutang. Mereka membawa Zea pergi ke sebuah kafe yang tak jauh dari lokasi.
"Hutang 500 ribu poundsterling itu, aku akan membayarnya. Aku juga akan memberimu 31 ribu setiap bulannya."
Tawaran yang begitu menggiurkan itu tak langsung diterima Zea. Gadis itu terdiam beberapa saat, memikirkan matang-matang tawaran dari pria yang tak dikenalnya itu.
Sampai akhirnya, seseorang datang membawa sebuah berkas berisi tentang perjanjian pernikahan kontrak mereka.
Zea tidak punya pilihan lain selain setuju. Lagi pula, tidak ada yang peduli dengan hutang orang tuanya selain dia sendiri. Kakak laki-lakinya pun tidak bisa di andalkan dalam hal ini.
"Baik, aku setuju. Tapi, aku tidak ingin ada ikatan apapun dengan orang tua atau keluarga." Zea menatap wajah pria muda yang usianya lebih tua satu tahun darinya.
"Anda … tidak masalah dengan itu bukan?" tanyanya lagi.
Pria bernama Julian Walter itu hanya tersenyum menaikkan satu sudut bibirnya. "Oke, itu tidak masalah!"
Seperti itulah, bagaimana pernikahan mereka bisa terjadi. Sertifikat nikah mereka bahkan sudah jadi sehari setelah perjanjian kontrak di tanda tangani.
Pernikahan tanpa pesta, tanpa adanya kehadiran orang tua. Bahkan, keduanya mendatangi catatan sipil dengan terpisah.
Pernikahan mereka hanya sebuah surat. Hanya berupa perjanjian tertulis tanpa adanya ikatan cinta. Semua demi keuntungan yang di dapat dari masing-masing pihak.
Ya, semua berjalan sedemikian sempurna selama 10 bulan terakhir. Namun, justru menjadi rumit di dua bulan menjelang perceraian.
"Aah! Kenapa aku begitu sial?! Padahal selama ini tidak ada masalah apapun!"
Zea mengacak acak rambutnya. Kesal dengan beberapa hal yang sudah terjadi. Namun, mulai dari mana? Dari pertemuab dengan Julian atau ayahnya, Darius?
Namun dari semua itu, dia justru memikirkan hubungan antara ayah dan anak. Hubungan yang menurutnya tidak baik-baik saja.
Bagaimana bisa?
Dia mengetahui hubunganku dengan Julian, tapi malah bermalam denganku. Dia bahkan tidak ingin memberitahu Julian.
Ditengah pemikirannya tentang tindakan Darion, Zea teringat akan sebuah kartu yang sempat ditaruh pria itu. Zea buru-buru bangkit dari duduknya, untuk bisa melihat kartu nama yang ada di atas ranjang.
"Hubungi aku saja jika kau membutuhkan sesuatu. Bahkan jika itu menyangkut hutang atau kebutuhanmu!”
Begitulah kata-kata Darion yang dia ingat saat ia memegang kartu nama berwarna hitam milik mertuanya.
Benarkah aku bisa menghubunginya?
Ah gila gila! Sudahlah, lupakan itu! Anggap saja pria kemarin malam itu orang lain!
...☆TBC☆...
Sudah tab love?
Buruan ditekan, biar bisa dapet pemberitahuan bab baru loh. Jangan lupa Likenya juga 💕💕
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
Tina febria
darion x authornya salah ketik mungkin
2023-12-06
2
ʝ⃟⃝5ℓ 𝐋α 𝐒єησяιтα 🇵🇸🇮🇩
Darius itu saha nya?
2023-04-25
0
Pipin Wahyuni
berarti MP nya sama mertuanya dong thor 😁
2023-04-05
1