“Apa-apaan dengan pembukaan yang jelek seperti ini?”
“Berisik! Apa kamu tahu seberapa susahnya membuat ini, hah?!”
“Kamu itu tidak bisa menghargai sebuah karya, Eza. Apakah kamu makan sesuatu yang aneh sampai-sampai kamu jadi tahu segalanya?”
Yang mengeluh seperti itu adalah Eza, laki-laki berambut cokelat dengan mata yang mati, sedang melihat ke arah layar laptop yang temannya taruh di atas mejanya.
Saat ini kelas sedang berada di keadaan istirahat, jadi suasana kelas tidak terlalu ramai. Para murid ada yang pergi ke kantin dan ada juga yang menetap di kelas seperti Eza dan kedua temannya.
Sama halnya dengan yang teman-teman kelasnya yang menetap di kelas, kelompok Eza sedang mengobrol selama istirahat. Bedanya, jika teman-teman yang lain membicarakan tentang kehidupan nyata, kelompok Eza justru membicarakan tentang hobi dua dimensi mereka.
Tidak memedulikan balasan tajam yang diarahkan kepada dirinya, alih-alih meminta maaf, Eza justru melawan balik komentar negatif temannya.
“Kenapa kalian jadi marah kepadaku? Bukannya kalian yang ingin mendapatkan komentar dariku tadi?”
“Memang benar. Tapi komentarmu itu tidak memuji sama sekali tentang karya luar biasa ini.”
“Dari mana luar biasanya?” Eza merasa sedikit kesusahan dengan tingkah laku temannya itu dan menatapnya dengan lelah.
Sejak awal, ia merencanakan untuk tidur di jam istirahat kedua sampai jam untuk belajar datang. Namun, kedua temannya itu menghampiri Eza dengan gerakan yang mengganggu seperti gerombolan zombi yang mengejar targetnya. Jika sudah seperti itu mau tidak mau Eza harus meladeni mereka, jika tidak, kelakuan mereka akan semakin jadi. Terlebih jika itu menyangkut hobi mereka.
“Dilihat dari manapun ini adalah mahakarya luar biasa! Kamu tahukan kalau protagonis ceweknya itu cewek tercantik di sekolah ini? Sudah pasti kalau dia jadi protagonisnya, ceritanya bakal laris terjual di seluruh Indonesia! Tidak! Bahkan dunia!”
“Ooh! Aku bisa melihat bayangan masa depan itu! Masa depan di mana seluruh orang bisa melihat kisah romantis antara Dewi dan juga setan.”
“Siapa yang kau bilang setan, hah! Aku tahu kalian itu ngejek aku, kan! Iya, kan! Ngaku aja, deh!”
“Tenang dulu my friend. Semua ini bisa diselesaikan dengan kekeluargaan. Seharusnya kamu bersyukur bisa dipasangkan dengan protagonis cewek terbaik sepanjang sejarah manusia.”
Ia merasa menyesal sudah meladeni mereka berdua. Tapi menerima atau menolak hasilnya akan sama saja. Eza yang sudah tidak dapat menahan kekesalannya mencoba mengusir kedua temannya yang bertingkah bodoh.
“Cukup. Aku tidak ingin mendengar lagi. Kalian sudah selesai mendengar komentarku, kan? Biarkan aku tidur sekarang.”
Eza yang awalnya berdempetan di tengah-tengah badan kedua temannya, memutuskan untuk kembali ke mejanya yang tepat berada di belakang, mencoba memasang posisi terbaik untuk dirinya tidur. Namun saat dirinya merenggangkan kedua tangannya karena kaku, di situlah dia juga melakukan kesalahan. Masing-masing tangannya dengan cepat dipegang oleh kedua temannya.
“Tunggu sebentaaaaar! Dengarkan aku dulu temanku. Tidak, Tuan Eza! Jangan tinggalkan komentar negatif terhadap karyaku! Aku mohon kembalilah. Hanya kau satu-satunya yang bisa aku harapkan untuk memperbaiki ini semua.”
“Itu benar, Tuan Eza! Setidaknya, biarkan kecantikan Putri Salju itu terukir di sebuah cerita untuk kita kenang.”
Meski Eza mengetahui kedua temannya itu hanya berpura-pura memasang ekspresi sedih dan ingin menangis, dia tidak dapat menolaknya. Karena sudah jelas, jika dia menolak permintaan kedua temannya dengan keadaan masing-masing tangan dipegang oleh mereka berdua, dirinya akan ditarik dengan paksa demi keegoisan mereka.
Eza yang sudah tidak berkutik membuang napasnya. Dengan berat hati, ia kembali menatap layar laptop milik temannya itu.
“Biar aku katakan lagi. Ini semua sampah, tahu.”
“Kami sudah dengar itu semua. Memangnya tidak ada sesuatu yang lain yang bisa kamu ucapkan selain sampah?”
“Dengar baik-baik, ok? Kalau kalian ingin mencoba membuat karya tentang kecantikan Putri Salju kelas kita, kamu harus membuatnya dengan benar.”
Saat Eza mengatakan itu dengan serius, kedua temannya mengangguk dan entah mengapa menelan ludah, dengan gugup bersiap mendengarkan semua hal yang akan diutarakan oleh Eza.
“Pertama, konflik dan penyelesaiannya berjalan terlalu cepat.”
“Uhuh, silakan untuk dilanjutkan.”
“Terus, kenapa ada nama yang disensor?”
“Kalau itu memang akunya saja yang tidak suka. Nama cowok keren yang menjalani hidup normal harusnya disembunyikan di dalam tanah selamanya.”
“Kalau tidak salah, bukannya itu diambil dari cerita tentang senior kita di kelas dua? Kalau tidak salah namanya *** yang jadi kapten di tim baseball, bukan? Dia itu pikirannya gila, ya? Jelas-jelas olahraga yang seperti itu tidak populer di sini. Aku yakin, dia kalau sudah lulus paling mentok jadi karyawan minimarket.”
“Kalian ini tidak bisa menghargai senior kalian sendiri apa? Sebegitu bencinya kah kalian sampai-sampai tidak ingin menyebutkan namanya?! Tunjukkan setidaknya adab kalian walau itu kejadian nyata yang memalukan! Lagian, kayaknya aku pernah baca ini di suatu tempat. Apa kalian itu Cuma copy paste karya orang?”
“Itu pasti cuma perasaan kamu aja. Kita itu orang baik-baik yang mengerti hak cipta dan patuh sama yang namanya undang-undang. Mana mungkin kita main ambil karya orang begitu saja. Yah, Kalau kepepet pastinya kita pakai teknik ATM.”
“Iya, itu pasti cuma perasaan kamu aja. Kita mana mungkin copy paste yang terkenal karyanya di sini. Kalau kepepet, kita pasti lihat yang ramai di luar tapi yang baca sedikit di sini.”
“Hati kalian itu sebenarnya terbuat dari apa sampai-sampai dengan santai ngomong kayak gitu.”
Eza yang mendengar pengakuan melanggar hukum itu hanya bisa berharap dua temannya itu dimasukkan ke dalam sel, dan segera menjauh supaya tidak terkena getah dari dua makhluk berdosa di dekatnya.
“Terus, kenapa aku yang jadi protagonisnya?”
“Kalau orang lain aku tidak sudi. Kalau protagonisnya aku sendiri, kayaknya hal itu tidak baik untuk jantungku. Makanya aku pilih kamu.”
“Ooh! Aku mengerti itu! Rasanya kalau kita yang jadi protagonisnya, kita bakal jadi target dari kultus tersembunyi yang dibuat sama penggemar fanatiknya Putri Salju. Kalau kamu kita jadi tenang, setidaknya kamu yang bakalan mati.”
“Alasan macam apa itu!? Jadi aku ini dijadikan tumbal oleh kalian! Tunggu, itu semua enggak ada di dunia nyata. Kalian terlalu parno kebanyakan nonton anime. Nah, sekarang lanjut mengenai Iroha.”
Aura serius langsung dirasakan oleh dua temannya. Tapi entah mengapa, aura serius yang dipancarkan Eza bukan hanya berlaku kepada dua temannya, tetapi juga menyebar ke seluruh ruangan kelas.
Itu adalah kekuatan kata Putri Salju. Saat kau menyebutkan namanya, secara mengejutkan, seluruh indra pendengaran manusia akan meningkat tajam. Tak terkecuali jika yang mengatakannya adalah sekelompok otaku yang tidak mencolok. Terlebih, yang mengatakannya adalah Eza, orang yang sering berinteraksi dengan sang Putri Salju dan juga orang yang duduk di sebelahnya. Tentunya, semua hal itu akan menarik banyak perhatian.
“Iroha adalah gadis yang sempurna. Dia cantik, pintar, dan juga dia mempunyai tubuh yang cukup atletik, jadi aku yakin dia juga pintar dalam berolahraga. Lalu kalian menyederhanakan semua sifat itu dengan ‘gadis cantik di dalam dongeng’ dan juga ‘idol’.”
Kedua temannya, termasuk orang-orang yang di dalam kelas mengangguk dan mengatakan, “oooh, itu benar sekali,” di dalam hati mereka, setuju dengan ucapan Eza dan kembali menyimak perkataannya.
“Tapi bukannya semua itu terlalu berlebihan? Maksudku, dia itu orangnya super duper kasar, tidak sabaran, jutek, mudah marah, temperamental—“
Di saat Eza mengatakan semua sifat Yuuki secara serius, teman-temannya di dalam kelas yang awalnya ikut mendengarkan perkataan Eza, mulai ketakutan, berhenti menyimak, dan berusaha agar tidak terlibat, saat suhu di dalam kelas tiba-tiba berubah menjadi dingin dan tubuh mereka mengirim sinyal bahaya kehidupan ketika sebuah monster masuk ke dalam kelas.
Eza sendiri yang tidak merasakan adanya bahaya mendekati dirinya secara perlahan, masih mengoceh ketika dua temannya diam-diam sudah hilang dari sisinya, meninggalkannya sendiri bersama sang monster.
“—juga keras kepala. Terlebih, apa yang kalian maksud dengan kalimat terakhir itu? Tsundere? Dia? Jangan buat aku tertawa. Dia itu sama sekali tidak punya sifat yang seperti itu. Apa kalian mengerti wahai teman ....”
Ketika Eza berusaha menyelesaikan kalimatnya sambil melihat dua temannya agar keduanya mengerti, di situlah detik-detik riwayat hidupnya akan berakhir. Alih-alih melihat dua anak laki-laki seumuran, Eza justru melihat sosok perempuan berambut perak menyilangkan kedua tangannya dengan senyuman ... Yang harusnya manis.
“Guhh ....”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
D᭕𝖛𝖎𖥡²¹࿐N⃟ʲᵃᵃ࿐
padahal bagus... kenapa masih sepi. pasti karena blm banyak yang tau judul ini
2023-01-03
1