"Xu! Awas kalau kamu kabur lagi kaya kemarin, aku jitak asli."
Ancaman Gia adalah hal pertama yang aku dengar begitu masuk ke studio malam ini. "Ya maaf, 'kan takut pas denger suara ngga ada wujudnya."
"Ish! Malah pake dibahas. Tinggal bilang iya apa susahnya sih?!"
"Iya Gia, iya," ucapku singkat.
Aku berjalan menuju meja siaran dan mengeluarkan sebotol air mineral serta kotak makan berisi nasi dari dalam ransel.
"Belum makan malem?" tanya Remi yang baru saja masuk.
"Udah, cuma masih pengen makan lagi aja," sahutku sembari duduk.
"Puasa mutih? Makan nasi doang gitu?" timpal Gia menghampiri dan duduk di sebelahku.
"Udah pesen sate tuh di depan, bentar lagi dianter paling."
"Eh Xu!" panggil Gia. "Kita dapet banyak iklan buat ditayangin pas jam siaran kita."
"Alhamdulillah, jajan bulan depan aman sentosa," balasku menatapnya.
"Itulah kenapa, kita harus tetap ngejalanin program ini. Banyak yang tertarik sama Kisah Tengah Malam. Yang mau kirim cerita juga banyak banget."
"Ya jalan-lah. Aku mau stop kalau kamu maunya jalan terus ya pasti jalan. Kan situ produsernya." Aku masih menatap Gia dan menyandarkan punggung.
"Itu dia masalahnya. Dari hari pertama, cuma cerita perawat dari rumah sakit aja yang aman. Lainnya bikin pengen kabur tau ngga? Disangka kita semua disini mental gatotkaca kali, ngga takut sama yang gitu-gitu."
"Ya mau gimana lagi, kita 'kan ngga bisa minta pendengar berbagi kisah semau kita. Mereka maunya berbagi kisah horor ya harus gimana selain ngedengerin," timpalku.
"Ya itu dia. Makanya, demi jajan bulan depan aman sentosa, iklan yang masuk banyak, kita harus kuat mental dengerin cerita apapun yang dikasih narasumber."
"Iya-iya oke," jawabku.
"Jangan oke-oke aja kamu! Kemaren kamu yang larinya paling kenceng!"
Aku tertawa, "Ya maaf, 'kan spontan itu mah."
"Pokoknya kita kudu kuat mental, oke?"
Iya, oke-oke," jawabku lagi.
"Good!" ucap Gia menutup pembicaraan.
***
"12,08 FM Radio Rebel Bandung. Assalamualaikum pendengar semua di mana pun berada. Kisah Tengah Malam bersama Inoxu kembali mengudara di malam yang lagi-lagi cukup dingin. Seperti biasa, kami hadir dengan berbagai kisah dari narasumber yang akan kami hubungi setelah satu lagu apik dari Christina Perri dengan Jar of Heart yang direquest oleh seorang 'gadis yang selalu merindukanmu walaupun kamu jauh'. Waduh! Panjang bener ya? Selamat mendengarkan dan pastikan jangan ke mana-mana."
Aku nyengir setelah mematikan mic. Untuk mengurangi ketegangan akibat Kisah Tengah Malam, Gia menambah sesi untuk menerima permintaan lagu dari para pendengar.
Sate pesananku yang telah dibawa Remi masuk ke studio sudah berada di atas meja, siap untuk di santap. Sayangnya, aku harus menunggu hingga siaran berakhir dan lebih memilih menghubungi narasumber kami kali ini. Setelah pengarahan singkat, aku kembali menunggu hingga lagu selesai diputar dan Remi memberi tanda.
"3,2,1!" Remi mengangkat jempolnya tanda aku bisa melanjutkan siaran.
"Yeay, toples hati alias Jar of Heart oleh Christina Perri semakin menambah syahdu malam hari ini. Selamat datang saya ucapkan untuk para pendengar yang baru saja bergabung dalam Kisah Tengah Malam. Selamat menikmati siaran ini selama satu setengah jam ke depan. Usahakan jangan kabur sebelum selesai karena di akhir acara akan ada kuis berhadiah uang tunai untuk dua orang pemenang. Dan di ujung sambungan sudah ada narasumber untuk malam hari ini. Silakan perkenalkan diri."
"Malam Teh Inoxu, saya Alex."
"Selamat malam Kang Alex. Silakan, mau berbagi kisah apa nih?" tanyaku.
"Saya mau cerita pengalaman waktu minggu kemarin pergi ke rumah nenek saya, Teh."
"Mangga, silakan Kang Alex," aku mempersilakan. Gia berjalan pelan menghampiri mejaku dan membuka sate yang kubeli dengan perlahan.
"Minta dikit, laper," ucapnya berbisik.
Aku mengangguk dan fokus pada Kang Alex yang akan mulai bercerita.
"Mama saya pulang ke rumah nenek saya sekitar dua minggu yang lalu. Nenek saya jatuh sakit, itu kenapa mama saya pulang untuk merawat beliau. Beberapa hari yang lalu, saya diminta mama untuk menjemputnya karena keadaan nenek yang sudah jauh lebih baik. Rumah nenek saya terletak di perbatasan Jawa Barat dan Jawa Tengah. Kalau dari Bandung menempuh waktu sekitar tiga jam perjalanan.
Karena saya baru bisa pergi menjemput mama setelah pulang kerja, akhirnya saya sampai di rumah nenek sekitar jam sembilan malam. Mama saya menawarkan untuk membeli sesuatu sebagai makan malam, tapi saya nolak karena udah cape banget kalau harus keluar lagi. Seingat saya, banyak tukang jualan yang sering lewat di depan rumah nenek dan memilih menunggu sampai ada yang lewat.
Sampai jam sebelas malam, ngga ada tukang jualan satu pun yang lewat, sedangkan saya udah ngerasa laper banget. Jadinya mau ngga mau, saya harus keluar buat nyari makan malam. Nah, pas banget saya mau pakai jaket, kedengeran suara tukang sate lewat. Ya udah kan ya, saya mutusin buat beli sate aja."
"Wah, makan sate! Sama, saya juga barusan beli sate. Walau pun sekarang udah hampir ngga bersisa," ucapku melirik sinis Gia yang merespon dengan senyuman lebar.
"Hehehe." Suara Kang Alex yang terkekeh membuat perasaanku was-was.
"Terus jadi beli satenya?" tanyaku untuk mengalihkan rasa tidak nyaman di hati.
"Jadi Teh. Pas banget itu tukang sate baru keluar, jadi stok satenya masih banyak. Habis beli sate, saya masuk dan langsung kunci pintu. Sate saya taruh di meja makan, dan saya pergi sebentar ke kamar mandi. Waktu keluar kamar mandi, ada mama saya juga yang bangun dan bermaksud ke kamar mandi. Beliau nanya, tadi saya ngobrol sama siapa. Saya jawab, saya barusan beli sate dan sempet ngobrol sebentar sama yang jualnya.
Saya ke dapur buat ngambil nasi, pas balik ke ruang makan, udah ada mama saya duduk di sana. Kayanya sih mau nemenin saya makan. Tapi muka mama saya tuh agak aneh gitu, Teh."
"Aneh gimana?" tanyaku cepat.
"Kaya yang heran gitu. Terus beliau nanya lagi, saya beli sate dari penjual yang berciri-ciri gimana. Karena ngerasa ngga ada yang aneh, ya saya bilang aja kalau saya beli sate dari bapak-bapak penjual yang badannya agak sedikit gemuk terus pake topi. Di saat itu juga mama saya langsung kaget dan istigfar, Teh."
"Loh, kenapa?"
"Kata beliau, ciri-ciri tukang sate itu sama persis sama tukang sate yang baru aja meninggal karena ketabrak kereta ngga jauh dari rumah nenek saya. Saya kaget, tapi masih berusaha tenang, Teh. Saya bilang ke mama saya, mungkin itu kebetulan aja. Dan pas saat mama saya nunjukin sate di atas piring, seketika saya sadar kalau cerita mama saya itu beneran."
"Kenapa satenya?"
"Hangus teh, hangus banget pokoknya. Penampakannya acak-acakan, ada ulet-ulet kecilnya gitu," jawab Kang Alex.
Aku meoleh pada Gia yang berhenti dari gerakannya menarik tusuk sate yang ada di mulut. Wajah produserku itu seolah menahan rasa mual yang teramat sangat. Beberapa detik kemudian, ia melepas headphone kasar dan berlari ke luar studio.
"Jadi yang jual sate itu setan gitu?" tanyaku lagi. Aku tersentak saat Remi menepuk dahinya keras dan seketika sadar jika aku sudah salah bertanya.
"Bisa jadi Teh. Entah setan, entah jin, entah arwahnya mamang penjual sate," jawab Kang Alex ringan. "Tapi ceritanya ngga selesai begitu aja. Malam itu saya jadinya ngga makan malam. Satenya dibuang oleh mama saya ke tempat sampah di dapur. Abis itu, mama saya kembali tidur ke kamar. Pas saya udah ngantuk, saya juga masuk ke dalam kamar. Tapi anehnya kamar saya itu bau sate. Nyengat banget baunya. Campuran daging gosong yang kesiram bumbu gitu. Pekat banget sampe saya sesak nafas. Saya bangun lagi dan bermaksud tidur di luar. Tapi lagi-lagi, pas saya udah setengah tidur, kaya ada orang mondar-mandir di dekat saya. Gitu aja terus sampai subuh."
"Mamang satenya gentayangan ya?"
"Iya kayanya teh. Pas paginya, saya cerita ke mama dan nenek. Ternyata kata mereka, banyak tetangga yang udah didatengin satu persatu. Mamang satenya selalu mengetuk pintu rumah warga dan minta tolong dicariin bagian tubuhnya yang tercecer waktu ketabrak kereta."
"Astagfirullah!" ucapku. Hawa dingin mulai menjalar dari telapak kakiku.
"Iya teh, saya juga kaget pas denger cerita mama dan nenek."
"Neneknya tinggal sendiri, Kang?"
"Sama tante saya. Kebetulan pas sakit, tante saya lagi ada keperluan keluar kota. Jadinya untuk sementara, mama saya yang ke sana buat jagain."
"Oke. Serem juga ya Kang Alex, ceritanya. Ada lanjutannya lagi?" tanyaku setelah melihat ke arah Remi yang mengingatkan tentang durasi.
"Udah teh, segitu aja pengalaman saya minggu kemarin."
"Oke kalau gitu. Kang Alex, terima kasih banyak untuk ceritanya. Sehat-sehat terus ya," ucapku pada akhirnya.
"Siap teh, sama-sama," balas Kang Alex sebelum menutup sambungan.
"Yak pendengar! Satu kisah horor dari Kang Alex menambah daftar cerita horor yang terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari. Seperti yang kita tau, ada makhluk lain yang hidup berdampingan bersama kita, para manusia. Kalau mau bicara takut, ya pasti siapa juga bakal takut ya? Apalagi kisah kaya gini itu banyak terjadi di masyarakat. Ya sudah, saya juga lama-lama jadi takut sendiri. Setelah ini ada kuis yang bisa pendengar jawab dan berhadiah total ratusan ribu rupiah untuk dua orang pemenang. Satu lagu dari Padi Mahadewi akan menjadi penutup Kisah Tengah Malam kali ini. Inoxu dan seluruh tim pamit, sampai ketemu lagi di hari senin jam sebelas malam. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh."
"Waalaikumusalam ...."
Aku terhenyak mendengar jawaban salam tepat dari arah belakangku. Setelah mematikan mic, aku melepas headphone kasar, meraih ponsel serta tasku dan berlari ke arah pintu meninggalkan Remi seorang diri dengan tatapan heran.
"Ada yang jawab salam aku barusan! Padahal di belakang aku itu tembok," seruku saat tiba di depan pintu.
Bruak!
Seperti yang sudah ku duga. Remi membanting headphonenya, sebelum ikut berlari ke luar ruangan mengikuti jejakku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
Yurnita Yurnita
serem Thor
2023-02-15
1
Chauli Maulidiah
wkwkwkw.. lucu sih liat tingkahnya para penyiar ini. pasti deg2an gak karu2an..
2022-12-28
3
nath_e
😅🙈suka ada tuh kejadian gt emang...ada yg jawab orgnya nda ada
2022-12-16
7