Pertemuan tak terduga

...****************...

Tujuh tahun lalu, Audina pikir, saat mobil sudah terbakar. Ia akan mati. Tapi salah, dia malah diselamatkan oleh seorang pria muda, yang pernah ia tolong. Bernama Noah.

Karena wajahnya saat itu terkena luka bakar yang parah, dia pun diputuskan untuk melakukan operasi plastik.

Dan sekarang beginilah wajahnya. Sangat berbeda, namun, masih dengan nama Audina.

“Adrean, ada apa?!” tanya langsung Audina saat membuka pintu. Tapi Audina malah dikejutkan dengan keberadaan satu wanita dan dua lelaki berbadan besar yang menjaga dikedua sisi.

Dia menatap putranya, yang tetap terlihat tenang. Memang, meski Adrean berusia enam tahun. Namun bocah itu, memiliki sikap seperti orang dewasa.

“Kalian siapa?”

Wanita bersetelan formal maju. “Aku Sisil. Sekretaris dari wanita tua yang pernah kalian bantu kakinya yang tak bisa berjalan sebab gatal-gatal.” Jelas Sisil.

Audina berfikir kembali. Oh, dia baru ingat. Seminggu lalu, ada seorang nenek yang dibantu Adrean. Nenek itu selalu gatal kakinya hingga luka, Adrean yang tahu obat herbalnya apa, segera meracik lalu memberikannya pada nenek, yang belum dikenal namanya siapa.

“Okay. Lalu?” tanya Audina.

“Kami meminta anakmu untuk meracik obat itu lagi, dan membantu pengobatan nyonya Rosi di indonesia. tentang bayaran kami akan beri dengan nominal yang besar.”

“Bagaimana, Ad? Kau mau?” kali ini, Audina bertanya langsung pada sang anak.

“Jika iya. Apa aunty, akan membelikan fasilitas yang memadai untuk ibuku?” tanya anak itu, dengan menatap sisil tajam.

“Of course. Selama kau bisa menyembuhkan nyonya Rosi dalam waktu 3 bulan, kami akan berikan segala hal yang kau inginkan.” Jawab kembali Sisil, mantap.

Terlihat Adrean menimbang-nimbang. Dia bagai seorang bos kecil yang memiliki sifat angkuh tinggi. “Baiklah, tapi aku ingin ada sulat kontrak di antara kedua belah pihak.”

Sisil mengangguk. Lalu keduanya membicarakan kontrak apa saja di antara mereka selama bisnis ini berjalan. Saat serasa Adrean telah bersedia dengan segala perjanjiannya. Mereka pun memutuskan untuk bersiap pergi.

Audina lalu menghampiri sang putra. “Kau yakin?”

“Aku selalu yakin, akan keputusanku.”

Senyum perempuan itu terbit. Dia bersyukur diberikan anak dengan otak dan pola pikir yang jenius. Padahal anak-anak lain yang berumur enam tahun, masih ada yang kurang lancar dalam berbicara dan ada juga yang tak pandai baca.

“Dika. Anakku begitu pintar. Aku tak akan membiarkanmu merebutnya!” batin Audina yang sesegera mungkin memeluk tubuh adrean.

“Mom? Kau sedang sedih?”

Minusnya memiliki anak genius, ya begini. Dia akan tahu apa yang sedang dirasakan dan apa yang terjadi. Tanpa harus bicara dahulu.

...

Di bandara pagi ini begitu riuh akan manusia-manusia.

Seorang pria berpakaian sederhana tapi bermerek, menyeret kopernya sendirian. Dia menarik nafas berkali-kali untuk menahan segala emosi yang sudah dipendam sejak dalam pesawat tadi.

Teleponnya berdering. Ternyata sang partner bisnis.

“Hello! Tuan Dika yang terhormat! Bagaimana honeymoon nya?? Lancar, kah?”

“Jika ingin membicarakan itu. Aku tutup.”

“Eh, pak bos kenapa sih?? Kirani dia..”

Bip

Hancur sudah mood Dika pagi ini. Dia sembari menunggu jemputan langsung mampir dahulu ke kedai kopi. Dan duduk di dekat jendela.

Bertahun-tahun sudah semua terlewat. Namun, dia masih merasa ada di tahun saat Audina dan anaknya mati.

“Aku halap, om jika berjalan bukan hanya pakai kaki, tapi matanya pun dipakai. Untung kopi panas itu tak mengenai tubuh ibuku.” Suara seorang anak ribut dari meja sampingnya, mengalihkan perhatian dika.

Anak itu memang terlihat masih kecil, namun gaya bicaranya layak orang besar saja.

“Ad. Stop, dia gak sengaja,” ujar ibunya.

“Gak. Dia dali awal emang niat buat menumpahkan kopinya ke baju mommy, supaya tangan dia bisa pegang bebas tubuh kau mom.” Dengan lantang anak yang tak lain Adrean berucap.

Dengan berani dia menatap nyalang pria lebih tua darinya tadi. “Basi. Yang kau lencanakan itu, begitu buruk. Pak.”

“Ad. Mom gak pernah kasih tahu kamu buat kurang ajar sama—“

“Ad ke toilet.” Putus Adrean tanpa mau mendengar kalimat sang ibu. Sejujurnya dia kesal pada Audina yang selalu berpikir jika semua manusia baik dan tak punya niat jahat. Padahal jika dilihat, mereka semua sangat..

“Good. Aku suka ke keangkuhanmu.“ tiba-tiba seorang pria datang dan berucap seperti itu.

Dia sama mencuci tangan di samping adrean.

Mereka tak berbicara tapi saling tatap di cermin. “Apa?” akhirnya Adrean sendiri yang bertanya.

“Hahahaha, tidak. Aku hanya mengkhayal memiliki anak sepertimu.” Ucapnya lalu berbalik pergi.

Tapi, entah sebab apa. Pria itu kembali berbalik dan memberikan kartu nama pada Adrean serta sebuah salep.

“Siapa tahu kau butuh, Ad.” Itu kalimat terakhir yang dikatakannya sebelum benar-benar hilang dibalik pintu.

“Dika Almans.” Baca Adrean dari kartu nama, yang seketika memunculkan senyumnya.

...****************...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!