Banyak Penggemarnya

Sore harinya, Anisa yang sudah mandi bersiap-siap untuk pergi ke toko baju ibunya di pasar. Dia sedang mengeluarkan sepeda motornya untuk pergi ke sana.

"Yah, gimana dong, sepeda motor Salsa mogok nih." Terdengar Salsa merengek pada sang ayah di luar rumah.

"Sabar, ya, Nak, biar ayah bawa ke bengkel nanti." Pak Ramli terlihat menenangkan putri kesayangannya.

"Tapi aku mau pergi sekarang, Yah. Temen-temen aku udah nungguin di tongkrongan."

Disaat itu, Anisa baru saja selesai mengeluarkan sepeda motornya.

"Eh, Nisa, pinjamkan sepeda motor kamu ke Salsa ya. Dia mau main," ujar Pak Ramli sambil mendekati Nisa.

"Ya udah, Yah. Sa, ini pakai aja," ujar Nisa yang langsung menyerahkan sepeda motornya pada Salsa.

"Ih, nggak mau. Sepeda motor kakak kan jelek karena ayah belinya second. Kalau sepeda motor aku kan baru dan keluaran terbaru," cibir Salsa. Memang, sepeda motor Nisa hanyalah sepeda motor bekas yang dibeli dari tetangga. Itulah hadiah ulang tahun dari ayahnya. Sedangkan Salsa mendapatkan hadiah sepeda motor baru untuk hadiah ulang tahunnya. Memang berbeda, tapi Anisa selalu tahu diri dan bersyukur atas apa yang diberikan padanya. Dia tidak banyak menuntut karena sedari dulu, ayahnya selalu perhitungan dengannya karena dia telah menghabiskan uang ratusan juta untuk biaya operasinya sejak kecil. Itulah yang selalu Pak Ramli katakan pada Anisa setiap dia membelikan apapun pada Salsa.

"Anisa kan tahu dulu Ayah sampe berhutang kemanapun demi operasi Anisa. Jadi Anisa anggap aja apa yang ayah kasih ke Salsa itu hitung-hitung uang yang ayah habiskan untuk Nisa." Begitulah ucapan Pak Ramli pada Anisa.

"Tapi sekarang nggak sempet kalau kamu ke bengkel, Sayang."

"Ya udah, Salsa pakai mobil ayah aja gimana?" tanya Salsa sambil menatap penuh harap.

"Tapi kamu kan belum mahir naik mobil."

"Bisa, Yah. Kan cuma ke tempat tongkrongan aja."

"Ya udah, pakai aja."

"Tapi, Yah, Salsa belum mahir, nanti kalau ada apa-apa gimana?" Anisa pun ikut mengingatkan. Barangkali ayahnya lupa kejadian dua tahun yang lalu. Anisa menabrak rumah orang dan sang ayah harus mengganti rugi untuk biaya kerusakan rumah dan mobil. Namun sang ayah malah menyalahkan kondisi jalan yang tidak rata sehingga membuat Salsa menabrak rumah orang. Padahal, kenyataannya Salsa ingin pamer pada orang-orang dengan mempercepat laju kendaraannya.

"Kakak nyumpahin aku?" Salsa menatap kesal pada Anisa. Memang, jika di depan ayah dan ibunya, dia pasti bersikap sopan pada Anisa.

"Nggak, Sa, aku cuma khawatir sama kamu. Sebaiknya kamu naik sepeda motor aku aja." Anisa kembali menawarkan sepeda motornya pada Salsa.

"Dih, enggaklah. Yah, aku naik mobil, ya." Salsa kembali merengek pada Pak Ramli.

Pak Ramli yang tidak tega dengan rengekan anak kesayangannya itu pun akhirnya menyerahkan kunci mobilnya. Dia terus mengingatkan Salsa untuk berhati-hati dalam berkendara karena dia baru saja menukar mobilnya dengan yang baru.

Setelah Salsa pergi, Anisa pun pamit pada ayahnya. "Yah, Nisa pamit jemput Ibu ke pasar, ya," ucapnya sambil mencium tangan sang ayah.

"Iya, bawanya hati-hati, ya, Nis. Di jalan banyak kendaraan besar. Jangan sampai sepeda motornya rusak."

Perih hati Nisa mendengarnya. Nyatanya ayahnya lebih mementingkan sepeda motornya daripada keselamatan dirinya.

"Iya, Yah, Nisa bakal hati-hati, Kok." Anisa hanya mengangguk saja. Dia pun segera pergi ke pasar untuk menemui ibunya dan membantu menutup toko.

Pakaian yang digunakannya sangat sederhana. Hanya setelah rok panjang, kemeja panjang, dan jilbab segiempat yang menutupi bagian depan tubuhnya.

"Eh, Nisa, mau jemput ibunya, ya," sapa pedagang sepatu yang merupakan teman Bu Dewi. Di pasar itu, banyak yang kenal dengan Nisa. Gadis Solehah yang sangat ramah dan rajin.

"Iya, Bu, mari," balas Nisa sambil tersenyum ramah.

"Nisa!" Terdengar suara seseorang memanggil Anisa dari jauh. Saat Anisa menoleh, ternyata yang memanggil adalah sopir angkutan umum yang biasa ngetem di pasar itu. Namanya adalah Adit.

"Bang Adit, kenapa, Bang?" tanya Anisa dengan ramah.

"Ini Abang mau kasih cokelat buat kamu," ucap Adit sambil menyerahkan seplastik cokelat pada Anisa.

"Apa ini Bang? Nisa nggak minta kok?"

"Nggak apa-apa, ini buat kamu aja biar ada cemilan di rumah."

"Tapi Nisa nggak enak Bang kalo nerima ini."

"Nggak apa-apa, anggap aja sebagai hadiah karena Nisa selalu balas chat Abang."

"Abang ada-ada aja. Masa gara-gara balas chat dikasih cokelat?" Nisa terkekeh melihat kelakuan Adit. Tentu saja dia mengetahui pria berusia dua puluh delapan tahun itu menyukainya. Sudah setahun lebih Adit selalu mendekatinya. Namun, dia hanya menganggapnya sebagai teman saja.

"Ya udah Nisa terima. Tapi jangan sering gini, ya, Bang. Nisa nggak enak."

"Iya, makasih ya, udah mau terima cokelat dari Abang."

"Iya, Bang, makasih sekali lagi. Nisa pergi dulu, ya."

Adit hanya mengangguk melepas kepergian Anisa. Dia menatap dengan mata penuh cinta.

"Ehm, kalo suka lamar dong, jangan taunya chat doang," sindir ibu-ibu pedagang sepatu yang sedari tadi memperhatikan tingkah Adit.

"Hehehe." Adit hanya terkekeh saja mendengar ucapan sang pedagang.

"Nisa itu banyak penggemarnya. Kalau nggak gerak cepat, keburu diambil orang."

Adit pun memutuskan untuk pergi karena si pedagang terus saja menggodanya. Wanita itu memang benar. Anisa memiliki banyak penggemar di pasar ini. Mulai dari pemilik counter hp, pemilik toko emas, sampai pedagang dan juru parkir yang berstatus duda dan lajang.

Terpopuler

Comments

Yunerty Blessa

Yunerty Blessa

moga Adit dan Anisa berjodoh

2024-01-25

0

💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕

💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕

𝓴𝓪𝓼𝓲𝓱𝓪𝓷 𝓐𝓷𝓷𝓲𝓼𝓪 😭😭😭😭😭😭

2023-01-11

0

Baihaqi Sabani

Baihaqi Sabani

satu kt buat nisa....is the best😍😍😍

2022-12-23

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!