Sudah dua dusun aku lalui tinggal satu dusun lagi di dekat kaki gunung halimun, namun ku liat dari kejauhan nampak ada suara riuh-riuh kegaduhan, aku sudah sangat khawatir akan keadaan perguruan cakrawala itu, lantas aku gunakan ilmu saifi angin, pemberian dari kyai tunggul pancar hidayat.
"Bismilahirohmanirohim, lahaula walaquata ilabillah"
"Alhamdulilahirobbillalamin"
Berkat ijin Alloh SWT. aku telah sampai di padepokan itu, semua, tampak hancur lebur, oleh serangan mematikan, para pendekar-pendekar, tapak kemuning, yang sudah terkenal kebiadaban nya.
Ki lingga buana nampak nya terkena luka dalam, dia hanya bisa bertahan dalam lingkaran ajian komar geni.
Sedangkan nyi mas cakrawala ku lihat, sedang bertarung ilmu kanuragan dengan pendekar laraswati, dia mempunyai racun bunga, sebagai jurus, pamungkas nya.
"Raden tolong bantu cucuku"
"Ucap ki lingga padaku"
"Sembah sujud guru, ucapku padanya"
Di sana aku, langsung menghalau serangan-serangan, nyi mas larasati.
"Siapa kau berani ikut campur urusanku, ucapnya padaku"
"Maap nyi mas, aku hanya mempertahankan harkat martabat, perguruan silat ku"
"Berdebah kau, orang asing ucapnya'
'Kita bertarung di lembah tengkorak itu"
"Akan ku kirim kau ke neraka jahanam"
Ha..... Ha..... Ha....... Ha....
"Maap nyi mas syurga dan neraka itu bukan urusan kita"
"Itu rahasia sang Maha pencipta, Alif lam, Esa, tunggal"
"Banyak bicara kau, coba kau keluarkan jurus-jurus pamungkas, mu"
"Silahkan, dan aku sudah pasang kuda-kuda ku dengan baik"
"Hati-Hati, raden ucap nyi mas cakrawala"
"Hah.... Raden.. katakan siapa jati diri mu kisanak, ucap nyi mas laras wati"
"Ayo lekaslah kalau kau ingin mengenalku"
Dan benar saja ajian kembang kantil, itu, langsung dia keluarkan, namun tidak bisa menembus, pagar-pagar ghaib ku.
"ilmu kedigdayaanmu, luar biasa kisanak"
"Terima kasih atas sanjungan nya, nyi mas laras wati"
Aku bertarung hanya dengan, membelah raga saja, agar tidak begitu menyakiti dia.
"Kau menggentengkan ku"
"Terimalah ini selendang penabur racun ini"
Dan aku tak membuang-buang waktu lagi, dengan ke angkuhan pendekar wanita ini,
Ajian jala sutra ku, akan ku keluarkan. dan lumpuhlah pendekar laras wati itu, terkapara tidak berdaya dengan luka dalam nya, dia mengeluarkan bercak-bercak darah.
Uwo.. . Uwo... Uwo....
"Dia muntah-muntah, dan meminta maap"
"Ampun kisanak"
"Ilmu digdaya mu sangat luar biasa"
"Lekas kau pergi dan bawa pasukan mu mundur atau akan aku lenyapkan dengan ajian rengkah gunung ku"
Lantas dengan sekejap mata nyi mas laraswati di bawa, oleh empu mandala mekar, di seoarang yang sakti , juga berasal dari kadipaten jaya giri itu merupakan wilayah kerajaan, Wangsa tunggal.
Mungkin Ini sebagai buntut panjang dari pertikaian antara dua kerajaan yang berebut wilayah kekuasaan nya.
"Hai anak muda bukan saatnya kita beradu ilmu kanuragan"
"Ada saatnya kita bertarung"
Suara gaungan itu, menggema, dan, aku tidak hiraukan sama sekali, yang aku pikirkan, keadaan ki lingga buana, dan cucu nya, citrakala.
"Sampurasun ki linggga"
"Rampes raden"
"Gimana keadaan mu sekarang"
"Sudah agak baikan"
"syukurlah"
"Biar aku yang buatkan Ramuan
penawar racun nya, ucap nyi,
mas, citrakala.
Sembari menunggu, citrakala membuat ramuan nya, aku melakukan meditasi untuk mentrasfer energi, tenaga dalam, untuk sedikit membantu ki lingga, lekas pulih kembali.
Setelah selesai mentransfer energi itu, datanglah seorang pemuda gagah, dengan membawa kuda hitam, Aku sendiri tidak mengenali nya.
" Sampurasun ki lingga, ucap dia"
"Rampes"
"Sembah bakti, cucu mu ini"
Dan ternyata dia adalah cucu nya juga, yang bernama Askara Wijaya kusumah. dia habis pulang bersama di gunung gede malabar, selama, 100 hari seratus malam, ia lakukan itu atas perintah ki lingga buana, kakek nya sendiri.
Di sana kita saling menyapa dan berkenalan satu sama, lain dan, aku seperti sudah lama mengenal nya karena umur kita yang sebaya.
Ki lingga menyuruh kami, untuk saling menjaga satu sama lain, Askara adalah kakak kandung nya, nyi mas citrakala, dengan rasa hormat aku memanggilnya,
Kang mas Askara. walaupun dia tidak mau, di sebut itu.
Mungkin dia, bisa di bilang menjadi kakak perguruan ku.
Kami sekarang, bahu-membahu, membereskan, bangunan padepokan ini, yang hancur berantakan, akibat serangan perguruan silat tapak kemuning,
"Wahai rayi raden wira, gimana ini bisa terjadi, ucap kang mas Askara"
"Aku sendiri tidak begitu tahu dan paham Rakak Askara"
"Ini ulah laraswati, Rakak, ucap ,
Nyi mas citrakala.
" Ini perbuatan yang tidak di benarkan sama sekali"
"Dan aku wajib, membuat nya jera dan tidak membuat ke angkara murkaan lagi"
Dia mengucapkan banyak Terima kasih atas, kehadiran aku, menjaga harkat martabat padepokan cakrawala ini, dan dia juga terkesima dan memuji budi pekerti ku, namun itu semua tidak membuat aku menjadi angkuh dan sombong.
"Rayu raden wira memang seorang Ksatria luhung"
"Tidak rakak, Aku tidak ada bandingan nya bila di banding rakak"
"Tak usah, merendahkan diri,
Rayu raden, wira"
"Itu memang benar adanya, ucapku, padanya"
"Dan kalau kua mau kita akan
menjadi saudara"
"Mau kah kau ku angkat,
menjadi adik angkat ku"
"Tentu saja rakak Askara, aku,
sangat gembira Mendengar,
nya"
Aku sendiri terenyuh sekali, atas sikap baik nya padaku, walaupun, kita baru saja bertatap muka, namun dia sudah menarik simPATI dan tentu saja menerima kehadiran ku di sini, ki lingga pun sangat senang, atas ke akraban kami berdua.
Dan secara mengejutkan ki lingga, memberikan kami sebuah hadiah senjata pusaka, yang dia simpan di dalam sebuah peti.
Sebuah golok, kembar, dan itu di berikan satu persatu pada kami berdua.
"Ambilah pusaka ini, dan rawatlah pusaka ini"
"Terimakasih ki lingga"
Pusaka ini energi nya sangat kuat, ia dapatkan dari seorang panday senjata tajam berasal dari, kadipaten lebak gede. dan tentu saja dia bukan orang sembarangan, nama nya empu jingga kancana, dia sendiri sudah lama wafat, semenjak lengser nya, kakek ku dari tahta kerajaan nirwana.
Sejarah yang sangat mahal, dan pembelajaran hidup aku temui di luar istana, dan mungkin kalau aku berkutat di dalam istana itu tidak akan mendapatkan, semua ini.
Walaupun tidak ada kemewahan yang ku dapat, tapi sang Maha pencipta menggantikan nya dengan hal lain, itulah bentuk rasa syukur yang di balas nyata.
"Sekarang kalian adalah saudara sepeguruan, ucap ki lingga"
"Dan menjadi lebih dari saudara kandung"
"Kalian harus bisa aku andalkan"
"Mungkin aku sudah tidak lama lagi hidup, ucap ki lingga"
Suasana baru tercipta, citrakala tak henti-henti nya menangis mendengar ucapan, ki lingga buana, yang sudah berkeinginan meninggalkan alam Fana ini.
"Aku tidak akan rela, kalau Aku meninggalkan ku"
"Sudahlah cu, kehidupan itu tidak ada yang kekal abadi"
"Kita akan menghadapi apa yang di sebut kematian"
" Kau harus tegar sebagai seorang pendekar sakti"
"Semoga saja aki di beri kesehatan dan umur yang panjang"
"Kita manusia hanya berencana, dan Tuhan lah yang menentukan nya"
Ini sesuatu ilmu kehidupan bagiku, agar paham makna dan arti, dari ucapan ki lingga, suatu wejangan yang paling berharga, sekuat apapun, sesakti apapun , kita hanya sebuah butirab debu, yang tidak berdaya.
Tahta, mahkota, kedudukan, akan sirna, tidak ada yang kekal, dalam kehidupan ini. namun ada yang kekal yaitu kebaikan yang kita perbuat atas diri orang lain. itu saja yang bisa aku simpulkan. dari perbincangan ki lingga dan kami bertiga. sebagai para pendekar penumpas kebatilan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
auliasiamatir
serasa nonton drama kolosal, dan banuak nasihat mya juga
semangat kak author
2023-01-25
0
🥑⃟Serina
semangatt upp thor
2022-12-25
0
linda sagita
semua hanya bersifat sementara
2022-12-20
0