"Pak, saya bukan pacarnya Ayana," ucap pemuda bernama Elang untuk kesekian kalinya.
Sekarang ini dia sudah berada di rumah orang tua Ayana. Sepanjang jalan, Elang terus menyakinkan Jodi bahwa dia dan Ayana sama sekali tak memiliki hubungan.
Namun, Jodi yang tengah terselimut oleh amarah, tak mempercayai ucapan Elang dan tetap bersikeras akan menikahkan Ayana dengan Elang.
"Jangan bohong kamu! Kalau kamu bukan pacar Ayana lalu kenapa kamu bantu dia kabur?"
Jodi mendelikkan mata menatap pemuda di hadapannya. Lalu dia menoleh pada penghulu yang duduk di sampingnya dan berkata, "Nikahkan mereka sekarang, Pak!"
"Papa, tunggu!" Ayana berseru. "Dia benar, Pa. Kami memang tidak pacaran."
Jodi mendengus sekaligus menyeringai. "Ayana Putri, jangan mengelak! Bukankah ini yang kamu inginkan?"
"Papa!" Asih, ibu Ayana ikut buka suara.
"Apa?" teriak Jodi sangat kencang dan penuh amarah.
Membuat Ayana dan Elang serempak tersentak kaget. Melihat raut wajah Jodi syarat akan kemarahan, menjadikan nyali Ayana dan Elang menciut.
Sedangkan Jodi terus menatap Ayana dan Elang secara bergantian dengan sorot mengintimidasi.
"Sekarang Papa beri kamu pilihan, Aya. Kamu melanjutkan pernikahanmu dengan Samsul atau menikahi Elang."
Ayana terkesiap dan langsung menegakkan punggung. Sesaat dia gamang akan pilihan yang diberikan oleh Jodi.
Jika boleh memilih, Ayana ingin kabur saja dari rumah agar tidak dikekang oleh ayahnya sendiri.
"Jawab, Aya!" bentak Jodi saat melihat Ayana yang diam saja.
Ayana menoleh ke samping menatap Elang dengan manik mata yang telah menggenang. Rasa marah dan kecewa melebur menjadi satu di dalam nafasnya yang menderu cepat.
Elang pun juga memandang gadis yang raut wajahnya sangat memprihatinkan itu. Melihat perlakuan sang ayah, Elang dapat memastikan bahwa gadis bernama Ayana ini pastilah telah mengalami tekanan yang hebat.
"Nikahi aku, Elang," ucap Ayana bersamaan dengan meluncurnya satu bulir air mata di pipi kanan. "Aku mohon. Aku tidak mau menikah dengan Samsul."
Elang menelan saliva. Dia paling tidak bisa melihat seorang wanita memohon, apalagi sambil menangis.
Sejenak Elang menundukan kepala. Tampak dia sedang berpikir untuk mengambil sebuah keputusan.
Kemudian Elang mengalihkan tatapannya ke Jodi lalu ke penghulu yang telah siap berjabat tangan dengannya.
Lantas Elang pun menyambut uluran tangan sang penghulu.
"Saya siap menikahi Ayana," Elang berkata tegas nan mantap.
Menjadikan Ayana terkesiap menatap Elang dengan sorot mata tak percaya, tapi detik berikutnya dia mengulas senyum.
Meskipun dia tak tahu siapa Elang, tapi pernikahan ini bisa Ayana jadikan jalan untuk terbebas dari kekangan sang Ayah.
Pak penghulu mengucapkan kata sakral dalam pernikahan yang satu detik berikutnya dibalas oleh Elang dengan ucapan lantang.
Ayana menghembuskan nafas berat saat dia dan Elang secara agama dinyatakan sah menjadi sepasang suami istri.
Tak akan ada pesta resepsi. Pernikahan Ayana dan Elang pun hanya disaksikan oleh beberapa orang yang merupakan kerabat dekat saja.
Setelah selesai memanjatkan doa, Jodi bangkit dari duduknya dengan wajah yang masih memendam rasa marah.
"Mulai detik ini kamu harus tinggal dengan suamimu, Aya."
"Papa," pekik Asih. "Apa maksud Papa? Papa mengusir Ayana?"
"Biarkan saja, Ma. Aku ingin lihat apakah suami pilihan Ayana ini bisa menafkahi Ayana atau tidak," Jodi melirik Elang sesaat sambil menyunggingkan seringai.
Sedangkan Elang hanya bisa membalas tatapan Jodi dengan ekspresi datar. Lalu dia berkata dengan nada tegas, "Papa mertua tenang saja. Aku pasti bisa memberi nafkah pada Ayana."
Jodi berdecih. Memandang remeh menantunya. Kemudian dia beralih menatap Ayana.
"Dan untuk kamu, Aya. Ini pelajaran untuk kamu. Sudah betul Papa menikahkan kamu dengan Samsul yang tentu saja hidup kamu akan terjamin tapi kamu malah kabur bersama pria satu ini."
"Oke, Pa. Aku juga sudah tidak tahan hidup dikekang oleh Papa. Mulai hari ini aku akan keluar dari rumah."
Ayana berbalik badan, berlari sekencangnya menuju kamar, lalu mengemasi semua pakaian dan barang-barang pribadinya.
Sementara masih di tengah ruangan, Asih memohon pada Jodi untuk tetap mempertahankan Ayana.
Namun, amarah yang belum hilang di dalam diri Jodi, seolah telah menutup mata dan telinga. Sehingga dia tak menanggapi protes yang dilayangkan oleh Asih.
*
*
*
"Welcome to my house," ucap Elang bernada lesu ketika dia membukakan pintu rumah.
Ayana mengedarkan pandangan ke sekeliling. Memperhatikan setiap sudut ruang tamu yang sangat sederhana.
Sambil termenung, Ayana menjatuhkan diri di sofa. Hari ini dia sangat lelah, ingin rasanya dia langsung tidur untuk merehatkan badan.
Namun, dia masih penasaran akan sosok Elang Angkasa yang kini menjadi suaminya itu.
Ayana pun mendongak memandang Elang yang sedang mengambil dua minuman kaleng dari dalam kulkas mini.
Elang menaruh satu minuman kaleng di meja depan Ayana. Sedangkan satu kaleng lagi, dia buka untuk dirinya sendiri.
"Orang tua kamu mana?" Ayana bertanya seraya kembali mengedarkan pandangan, mencari sosok penghuni lain di rumah.
"Aku sudah tidak punya orang tua," jawab Elang datar yang kini duduk bersandar di kursi seberang Ayana.
"Oh, maaf," sesal Ayana. "Jadi kamu hidup sendirian? Pekerjaan kamu apa? Kamu bukan orang jahat kan?"
Elang hanya tersenyum kecut memandang Ayana. Dia perhatikan penampilan Ayana dari atas hingga ke bawah.
Baju pengantin yang berantakan dengan wajah kusut namun tidak menutupi kecantikan dari seorang Ayana.
Kulit Ayana putih merata dari wajah sampai ke ujung kaki dan bentuk badan Ayana terbilang mungil untuk gadis seusianya.
"Hai, kenapa malah diam? Kamu bukan penjahat kan?" ulang Ayana meninggikan suara agar membuyarkan lamunan Elang.
"Kalau aku penjahat, mana mungkin aku mau menolongmu, Mbak."
Ayana berdecak. "Ya, di dunia ini kan banyak serigala berbulu domba. Oh ya, ngomong-ngomong, jangan panggil aku Mbak! Panggil saja Aya."
"Oke."
"Begini, Elang. Kita itu menikah karena terpaksa iya kan? Jadi aku mau membuat kesepakatan yang harus kita jalani dan tidak boleh dilanggar selama menikah."
Dahi Elang mengerut mendengar perkataan Ayana. Lalu dia pun bertanya, "Kesepakatan apa?"
Ayana merogoh tas ransel yang dia bawa dari rumah untuk mengambil secarik kertas dan juga sebuah pulpen.
Dia menuliskan sesuatu di atas kertas itu sedangkan Elang hanya memandangi dengan dahi yang semakin mengerut bingung.
Selang beberapa menit, Ayana menghela nafas sekaligus menegakkan punggungnya. Lalu dia serahkan selembar kertas yang berisi tulisan tangan Ayana kepala Elang.
"Apa ini?" Elang bertanya sebelum menerima kertas.
"Baca saja. Kalau ada yang kurang sreg katakan padaku."
Elang membaca barisan kata-kata yang menuliskan bahwa selama menikah, Ayana meminta untuk tidur secara terpisah dan tidak boleh ada paksaan jika salah satu tidak ingin melakukan hubungan ranjang.
Elang pun tersenyum tipis saat membaca kalimat pertama. Lalu dia pun melanjutkan.
"Dilarang mencampuri urusan masing-masing dan jika melanggar kesepakatan di atas, maka harus membayar denda."
BUAHAHAHAHA
Wajah Ayana mengernyit dan matanya menyipit melihat Elang yang tertawa terbahak-bahak. Bahkan Elang butuh waktu beberapa menit untuk bisa berhenti tertawa.
"Kenapa? Apanya yang lucu?"
Elang tak menjawab karena dia masih terus tertawa. Membuat Ayana mengerucutkan bibir lalu berdecak sebal.
"Jadi kamu setuju atau tidak?" tanya Ayana dengan tidak sabar.
"Oke, aku setuju," ucap Elang setelah dia dapat mengontrol diri. "Tapi aku juga meminta satu kesepakatan. Aku tulis juga di sini ya?"
Elang menuliskan satu baris kalimat dan Ayana pun memiringkan badan untuk membacanya.
"Dilarang masuk ke kamar pribadi Elang Angkasa!"
Ayana menoleh pada Elang seraya menyipitkan mata curiga. "Kenapa aku dilarang masuk ke kamarmu?"
Elang hanya mengangkat bahu. Sesaat sebelum beranjak pergi, dia berkata, "Ada deh."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Emangnya kamu udah kenal ama Mantu,ngomong kek gitu? Ntar malu sendiri lho..
2025-01-13
0
Qaisaa Nazarudin
Alhamdulillah akhirnya SAH juga,Mending Elang dari Samsul..
2025-01-13
0
Karate Cat 🐈
dih babak lucknut.. 😠
2023-01-30
0