Sesampainya disekolah Vivian segera masuk kedalam kelas. Bel tanda masuk belum berbunyi. Tempat duduk Vivian urutan kedua dari depan baris kedua dari arah pintu. Vivian duduk dengan lesu sambil menempelkan dagunya ke meja. Sesekali melihat ke sekeliling untuk memastikan apa teman-temannya sudah datang. Dengan begitu kegelisahan hatinya akan sedikit terobati dengan melihat canda tawa dari teman sekelasnya.
Tak lama kemudian sedikit demi sedikit teman sekelas Vivian mulai berdatangan. Ruang kelas yang semula sepi sekarang sudah mulai ramai dengan perbincangan ringan serta diselingi dengan gelak tawa.
"Woi Ngelamun aja kerjaannya." Sapa Lutvi teman sebangku Vivian. Vivian hanya tersenyum sambil menggelengkan kepala.
"Kamu kenapa Vi?" Lanjut lutvi penasaran dengan sikap temannya itu.
"Aku nggak apa-apa kok." Jawab Vivian singkat dan menundukkan kepala.
"Hei Vi. Kita ini temen kan?" Tanya Lutvi sambil memegang kedua lengan Vivian.
Vivian sekarang behadapan dengan Lutvi dan memberanikan diri memandang ke arahnya. Perlahan Vivian mengganggukkan kepala.
"Cerita sama aku! Ada apa? Tanya Lutvi.
Vivian menghela nafas panjang melalui hidungnya.
"Jadi gini Lut. Aku kan suka sama cowok. Dia temen aku satu desa. Aku udah lama suka sama dia tapi nggak berani buat ngomong langsung." Kata Vivian dengan nada lesu.
"Terus masalahnya apa?" Tanya Lutvi antusias.
"Aku belum selesai." Sahut Vivian dengan nada kesal.
"Ok lanjutkan." Kata Lutvi sambil melipat kedua lengan bajunya.
"Aku udah bilang sama dia tapi masalahnya aku bilangnya lewat surat dan."
TEEEETTT.
Suara Vivian terhenti karena bel masuk berbunyi.
"Terus-terus?" Kata Lutvi.
"Kamu nggak denger barusan?" Tanya Vivian ragu namun Lutvi dengan sigap menggelengkan kepala.
"Udah masuk jam pelajaran." Lanjut Vivian menatap temannya itu dengan malas.
"Guru juga belum datang kan. Lanjutkan! Aku jadi penasaran." Lanjut Lutvi dengan mata yang berbinar-binar. Vivian hanya bisa menghela nafas melalui mulutnya dengan malas.
Lutvi memiliki alasan tersendiri untuk mendengar curhatan Vivian. Apalagi selama Lutvi mengenalnya baru sekarang Vivian membuka hati untuk seorang cowok.
"Semua diatur oleh kedua sahabatku. Mereka yang merencanakan semuanya. Mulai dari ide mengirim surat untuk menyatakan cinta sampai pada akhirnya surat itu sampai padanya. Tapi sialnya surat itu malah salah alamat." Vivian menempelkan dahinya ke atas meja dan membenturkannya dengan pelan sambil memejamkan mata.
"Wakakakakak." Tawa Lutvi seketika pecah hingga membuat seisi kelas terdiam dan memperhatikannya.
"Sssttt." Dengan gerakan kilat Vivian membungkam mulut Lutvi dengan tangannya. Lutvi masih saja tertawa dari balik tangan Vivian.
Beruntung guru yang mengajar pada pagi itu segera datang. Suasana kelas menjadi hening dan teratur. Semua siswa maupun siswi mengikuti pelajaran dengan baik.
Meski sesekali Lutvi menggoda Vivian disela-sela pelajaran namun hal itu tidak membuat Vivian mudah terpancing dengan kejahilan teman sebangkunya itu. Hingga bel istirahat berbunyi Lutvi masih saja menahan tawa saat melirik ke arah Vivian. Hingga jam istirahat tiba.
"Kamu kenapa sih Lut?" Tanya Randy yang sedari tadi memperhatikan tingkah Lutvi dari kejauhan.
"Nggak apa-apa kok." Jawab Lutvi cuek dan mengabaikan pertanyaan Randy.
Randy hanya bisa menggaruk kepalanya yang tidak gatal dan berlalu keluar kelas.
Lutvi melirik Vivian yang masih tidak bersemangat dan dia langsung merangkul bahu Vivian. Menyeretnya berjalan menuju kantin yang hanya berjarak 30 meter dari kelas mereka. Vivian menuruti kemana langkah kaki temannya itu membawanya.
Setelah dari kantin Vivian dan Lutvi duduk dibawah pohon beringin yang berada tepat didepan kelas mereka. Lutvi menyenggol bahu Vivian sambil menggigit roti rasa kacang yang telah dibelinya saat dikantin. Sedangkan Vivian meminum sebotol es teh menggunakan sedotan.
"Kenapa bisa salah alamat sih Vi? Parah-parah." Kata Lutvi sambil menggelengkan kepala beberapa kali. Seakan tak percaya kalau temannya itu begitu polos tentang laki-laki.
"Aku juga nggak tahu Lut. Aku sekarang bingung." Sahut Vivian lesu.
"Nama cowok yang kamu suka itu siapa Vi?" Tanya Lutvi.
"Namanya Nurdin. Dia 2 tahun lebih tua dari aku. Sebenarnya aku udah lama suka sama dia tapi nggak berani buat ngomong langsung. Lutvi kamu bantuin aku mikir dong! Gimana solusinya?" Rengek Vivian sambil memegang tangan Lutvi yang sedikit kekar.
Lutvi ikut ekstrakulikuler Volly sejak kelas 7. Wajar saja kalau tangannya sedikit kekar. Lutvi termasuk pemain yang sangat jago bermain olahraga tersebut. Kalau dia sudah memegang kendali para musuh tidak akan bisa menerima smash dari tangannya yang ahli.
"Kamu berada ditangan yang tepat Vi." Sahut Lutvi sambil menepuk bahu Vivian.
"Oh iya, cowok yang kamu suka sama yang salah alamat gantengan mana?" Tanya Lutvi dengan nada menggoda.
"Ya jauh Lut. Kemana-mana masih gantengan Nurdin." Kata Vivian dengan nada sewot.
"Ok aku bantuin. Menurut aku Nanti kamu harus ketemuan sama Orang yang salah alamat itu. Kamu harus jelasin semuanya. Jangan sampai dia berharap lebih sama kamu. Karena kan yang kamu suka bukan dia. Ini cuma kesalah pahaman aja." Kata Lutvi.
"Tapi kalau dia sakit hati gimana Lut? Aku jadi nggak enak sendiri sama dia. Kemarin aja setelah insiden itu sikap dia berubah drastis. Bahkan dia lebih perhatian dari biasanya." Sahut Vivian.
"Ya mau gimana lagi kamu kan nggak suka sama dia Vi. Emang kamu mau sama dia?" Tanya Lutvi mempertegas.
"Ya enggak lah aku cuma anggap dia temen doang." Jawab Vivian sedikit ngegas.
"Maka dari itu. Kamu harus bersikap tegas dan memantapkan hati mulai sekarang. Jangan sampai kamu menyesal nantinya. Karena ini masalah hati Vi." Kata Lutvi.
"Nah Setelah kamu ngomong baik-baik sama dia baru kamu ketemu sama cowok yang kamu suka itu. Siapa tadi namanya?" Tanya Lutvi sok pelupa sebenarnya dia hanya ingin menggoda Vivian.
"Nurdin." Sahut Vivian.
"Kamu ketemu sama Nurdin dan kamu ungkapin perasaanmu sama dia. Bilang kalau kamu suka sama dia. Nggak masalah juga kalau cewek yang bilang duluan. Aku bilangin ya Vi zaman sekarang itu kalau kita kalah cepat pasti disamber orang. Apalagi kalau dia itu cakep pasti banyak yang suka." Lanjut Lutvi berapi-api.
Vivian menghela nafas dalam.
"Oke. Aku ikutin saran kamu." Kata Vivian mantap.
"Gitu dong itu baru temanku. Masuk yuk!" Ajak Lutvi sambil merangkul bahu Vivian. Mereka berjalan bersamaan menuju kelas.
Tidak heran jika Lutvi menyarankan hal seperti itu pada Vivian. Meski umur mereka sepantaran tapi tidak dengan pengalaman berpacaran. Lutvi bisa dibilang sudah makan manis asam cinta. Dia sudah beberapa kali berpacaran.
Vivian sekarang merasa lebih lega setelah curhat pada temannya. Dan itu terlihat dibibirnya yang mungil terdapat seuntai senyum yang mengembang.
Vivian memantapkan hati untuk menghadapi segala kemungkinan mengenai keputusannya untuk menjelaskan semua yang terjadi. Bagaimanapun Vivian tidak ingin dengan adanya kejadian kemarin membuat orang lain sakit hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Danang Hernanda
next
2021-01-21
2
Danank Arl
lanjut
2020-12-22
2
Azzami Hernanda
sahabat memang yang terbaik.. next Thor..
2020-12-11
3