Di siang harinya Adit, Niko, beserta Edwin sudah sampai di rumah Bagas, sementara Rian terlihat belum datang.
“Mana Rian?” tanya Bagas.
“Katane Rian tadi mengantar istrinya periksa dulu, Mas Bagas,” sahut Adit dengan bahasa Jawa yang sedikit medok.
“Aduh, ini sudah jam berapa! Kalau lama menunggu Rian kita bisa malam sampai sana!” sahut Bagas yang kesal.
“Coba Bang telepon Rian? Posisi sudah di mana!” Edwin yang memberi sara.
Bagas mulai mengambil teleponnya di kantong sakunya lalu menelepon Rian.
“Hallo, kamu di mana Rian?” tanya Bagas.
“Iya Bang, ini sudah di rumah mau berangkat, tadi saya mengantar istri terlebih dahulu,” Rian yang menjelaskan.
“Aduh Rian, ini sudah jam satu kita masih belum berangkat bisa malam kita sampai sana,” ujar Bagas yang kesal.
“Iya Bang Bagas, saya minta maaf tidak bilang-bilang sama Abang. Ini saya mau berangkat,” sahut Rian.
“Ya sudah di tunggu!” ucap Bagas sembari mematikan telepon genggamnya.
Raut wajah Bagas terlihat tampak kesal dengan kelakuan Rian.
“Rian ini benar-benar, katanya mau kerja malah gak tepat waktu kaya gini,” celetuk Bagas meredam emosinya.
“Wes Mas, sing sabar tunggu saja dulu gak apik marah-marah,” ucap Adit mencoba menenangkan Bagas.
Satu jam kemudian Rian pun telah tiba.
“Maaf ya semua aku telat,” ucap Rian.
“Ayo semua masuk mobil, masukkan semua barang-barang yang ingin kita bawa,” perintah Rian.
Mereka semua pun melaksanakan perintah Rian. Mereka memasukkan semua barang bawaan mereka serta barang-barang yang ingin di gunakan di sana.
Setelah semua telah beres mereka berlima pun pergi menuju desa Kemomong.
Di tengah perjalanan mereka berlima pun berbincang-bincang.
“Bagaimana anakmu sehat Rian,” tanya Bagas yang peduli.
“Alhamdulillah Bang sehat,” sahut Rian.
“Kamu sebentar lagi akan jadi bapak Rian, selamat ya,” sahut Adit.
“Iya Dit, anak pertama jadi yang di nanti-nanti,” ucap Rian.
“Oya, Mas Bagas ini kita sebenarnya mau ke desa mana to?” ucap Adit.
“Desa terpencil Dit, tapi menurut cerita desa itu mempunyai tanah yang subur,” ujar Bagas.
“Desa terpencil itu desa apo to Mas namanya?” tanya kembali Adit.
“Desa Kemomong,” sahut Bagas sembari mengemudikan mobilnya.
“Kayanya aku pernah dengar arti Kemomong itu tapi aku lupa, sebentar tak inget-inget dulu,” sahut Adit yang polos.
“Alah kamu nih Dit. Kita di sana mau kerja Dit bukan mau cari tahu arti nama Desanya,” pungkas Edwin sembari tersenyum.
“Yo gak gitu Win, soalnya aku pernah dengar tapi lupa,” sahut Adit.
“Kamu itu harus banyak minum jamu pengingat otak biar gak lupa Dit!” celetuk Niko.
“Eh emang ada Niko jamu pengingat otak,” sahut Adit yang lugu.
“Ada nanti aku yang bikinin,” ujar Niko sembari tertawa lepas.
“Adit-adit polos banget kamu, untung kamu ini pintar dalam pekerjaan kalau gak, tamat kamu di kerjain orang terus,” celetuk Bagas.
Enam jam telah berlalu awan jingga mulai berbias kelabu langit yang terang tergeserkan oleh malam, waktu pun sudah menunjukkan pukul delapan malam.
Mereka semua telah memasuki sebuah desa. Bagas yang sedang mengemudikan mobilnya tengah melihat sebuah pohon besar di batang pohon besar itu terdapat papan yang di paku bertulisan desa Kemomong.
“Kita sudah memasuki desa Kemomong, kata Anwar temanku masuk ke dalam proyek itu membutuhkan waktu 30,” menit ujar Bagas yang memberi tahukan mereka semua.
“Gelap sekali jalan desa ini, tidak ada lampu jalan hanya lampu yang ada di rumah warga saja,” ucap Niko.
Mereka semua mulai memasuki desa Kemomong.
Terlihat di setiap rumah warga terdapat beberapa sesajen yang mereka letakan di teras rumah mereka masing-masing.
“Loh kok seram sekali desa ini banyak sajen yang di letakan di teras setiap rumah,” celetuk Adit.
“Kenapa, kamu takut Dit!” sahut Rian yang tersenyum.
“Takut gak sih, cuma merinding saja,” sahut Adit yang melihat dari balik kaca pintu mobil.
“Ini malam apa to, Mas Bagas?” tanya Adit.
“Malam jumat Dit,” seru Bagas.
Mendengar ucapan Bagas Adit pun terdiam di dalam mobil, ia hanya bisa berdoa di dalam hati.
Aura mistik telah terlihat ketika mereka semua memasuki desa Kemomong.
30 menit telah berlalu Bagas beserta 5 timnya dan 10 pekerja lain telah sampai di mes. Mereka semua membawa barang-barang mereka masuk ke dalam Mes.
Perjalanan yang memakan waktu cukup lama membuat para pekerja kelelahan mereka ada yang beristirahat, ada pulang yang bersantai sambil minum kopi.
Tidak terasa malam mulai semakin larut, suara-suara hewan malam mulai terdengar. Suhu di sekitar mulai menurun hingga menusuk tulang.
Kabut tipis mulai menyelimuti dataran tinggi itu membuat suasana mistis sangat kental terasa.
Bagas, Rian, Niko, Edwin tengah berbaring santai sambil berbincang sambil menunggu rasa kantuk di mata mereka masing-masing.
Sementara Adit sedang sibuk mempersiapkan alat tempur untuk tidurnya. Adit mengambil benda di dalam tasnya, benda itu berupa bambu berwarna kuning dengan panjang 30 senti meter di letakan di bawah bantal tempat tidur Adit.
Rian yang berada di sebelah Adit pun menanyakan hal aneh yang di lakukan oleh Adit.
“Itu apa sih, Dit?” tanya Rian yang penasaran.
“Oh ini to, ini namanya bambu kuning penangkal makhluk halus,” sahut Adit yang memegang benda itu.
“Dit ... Dit, hari gini masih percaya gituan,” ucap Rian yang menertawakan Adit.
“Di kampungku, benda ini sangat mujarab mengusir makhluk halus. Apa lagi kita sekarang lagi ada di hutan,” pungkas Adit melihat di sekelilingnya.
“Ya sudah, terserah kamu aja Dit, asal kamu bahagia.”
Tidak lama suasana menjadi hening, mereka semua sudah masuk ke dalam alam bawah sadar masing-masing hingga Adit membuka matanya.
Ia bangun dengan mata yang masih mengantuk.
“Rian! Rian!” ucapnya menggoyangkan tubuh Rian.
“Apa sih Dit, ngatuk! Tidur kenapa sih!” ucap Rian.
“Aku arep nguyuh (buang air kecil). Temenin ayo!” Adit menarik tangan Rian.
“Ahhh ... Ganggu mimpi indahku aja kamu Dit! Ayo cepetan!” ucap Rian.
Mereka berdua pun berjalan menuju toilet yang dibuat seadanya dengan senter sebagai penerangannya.
“Kamu tunggu aku jangan kemana-mana!” ucap Adit.
“Iya cepetan jangan lama!” sahut Rian.
Adit pun masuk ke dalam toilet sedangkan Rian menunggu di luar, karena masih dalam keadaan setengah sadar Rian tanpa sadar balik arah dan berjalan menuju mes dan kembali tidur.
Sedangkan Adit yang keluar toilet pun terkejut karena Rian sudah tidak berada di sana.
“Aaahh ... Kurang asem si Rian aku malah ditinggalin!” ucapnya sambil menghentakkan kaki.
Tiba-tiba terdengar suara desiran daun dari belakangnya padahal saat itu tidak ada angin yang berembus spontan Adit berbalik dan menyoroti pohon yang ada di belakang dengan senternya.
Mata Adit terbuka lebar tak kala melihat bayangan putih di atas pohon, semakin lama bayangan itu semakin jelas seperti kepulan asap yang membentuk sesuatu sosok yang familiar.
Terlihat sosok tinggi berdiri di dahan pohon terbungkus kain putih yang tampak kusam dengan ujung kain di kepalanya yang terikat, terdapat noda tanah di beberapa bagian.
Tangan Adit gemetar saat melihat sosok dengan wajah yang mengerikan serta tidak memiliki kelopak mata sehingga matanya hampir keluar itu. Sosok itu berdiri dengan terus memandangi Adit. Adit pun perlahan mundur dan berlari menuju mes.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
kozumi-chan
aduh kok seram banget mungkin aja bak kuntilanak ya
2023-01-21
0
Putri Minwa
lanjut ya thor
2022-12-30
0
Nm@
Kabuuuurrrrr
2022-12-28
0