Seminggu telah berlalu Anwar mencoba menghubungi teman yang satu profesi dengan dirinya.
“Hallo Bagas, posisi di mana?”
“Ya Bang Anwar, aku ada di rumah nih ada apa Bang?”
“Gimana proyekmu membangun perusahaan karet?”
“Alhamdulillah Bang lancar, sudah selesai bulan kemarin. Ada apa Bang?” Bagas mengulangi pertanyaannya kembali di telepon.
“Begini, aku ada proyek besar buat kamu Bagas uangnya tergolong cukup besar kalau kamu mampu menyelesaikan proyek itu,” jelaskan Anwar di telepon.
“Eh, ngomong-ngomong proyek apa Bang Anwar?”
“Membangun pabrik sawit di desa Kemomong?”
“Wih, lumayan itu cuannya, kalau gol!” sahut Bagas yang antusias.
“Iya Bagas. Begini kemarin proyek itu sempat aku kerjakan tapi karena banyak pekerjaku yang mengeluh karena desanya termasuk ke pedalaman jauh dengan kota soalnya mereka terbiasa mengerjakan proyek pinggir kota, lagi aku juga mengalami cedera juga tidak bisa bekerja untuk sementara waktu,” sahut Anwar yang berbohong.
“Cedera apa Bang?”
“Bisa namanya kerja proyek aku kurang hati-hati.”
“Bagaimana Bagas kamu berminat atau tidak?” sambung Anwar kembali.
“Ya minatlah Bang lumayan itu kalau sukses,” ujar Bagas.
“Kalau minat besok kamu beserta tim mu bisa langsung bekerja, aku akan memberi tahukan pak Rehan kamu yang akan menggantikan posisiku.”
“Oke Bang, makasih buat kerjaannya. Aku mau menghubungi timku terlebih dahulu Bang,” sahut Bagas yang mematikan teleponnya.
Bagas menelepon teman-teman untuk datang ke rumahnya membicarakan proyek yang akan di kerjakan mereka.
Beberapa jam kemudian Adit, Rian, Niko, dan juga Edwin merupakan operator alat berat.
Sedangkan Bagas sendiri adalah pemborong sekaligus kepala pimpinan mereka.
Mereka berlima sedang duduk santai di depan teras rumah Bagas.
“Ada apa Bang Bagas? Kita semua du suruh kumpul ada proyek besar kayanya nih,” tanya Rian.
“Ia nih tadi ada teman yang nawarin kerjaan kalau kita bisa menyelesaikan proyek itu lumayan besar uang yang kita akan dapat,” Bagas yang menjelaskan.
“Proyek apa Bang?” tanya Niko.
“Pabrik sawit,” ujar Bagas.
“Wih gila pabrik, mantap itu duitnya besar,” celetuk Adit.
“Kapan Bang kerjanya?” tanya Edwin.
“Rencananya besok kita sudah mulai kerja?” sahut Bagas.
“Di mana Bang Bagas? Terus ini proyek kenapa tidak di kerjaan sama teman Abang?” tanya Rian.
“Dia bilang timnya pada mengeluh, dan teman aku sendiri juga sedang cedera,” Bagas yang menjelaskan.
“Yo wes, Bang sikat aja proyek itu,” sahut Adit.
“Iya Bang Gas, Aku juga lagi perlu uang banyak nih buat biaya lahiran istriku,” ucap Rian.
“Eh, ngomong-ngomong istrimu udah berapa bulan Rian?” tanya Bagas.
“Udah memasuki usia kandungan lima bulan Bang,” ujar Riyan.
“Kalau begitu ini rezeki anakmu Rian,” celetuk Bagas.
Saat mereka tengah asyik mengobrol pembantu Bagas membawakan mereka berlima kopi.
“Ini minumannya tuan,” sahut wanita yang berusia paruh Baya.
“Terima kasih Bi,” sahut mereka serentak.
“Bi Yani, punya anak gadis tidak di kampung kalau ada bisa dong kenalin ke kita,” ucap salah satu dari mereka.
“Ada tapi masih muda baru masuk TK,” sahutnya tertawa.
“Yahhh! Saya nyari calon istri Bi bukan calon anak,” sahutnya tertawa.
“Ya bisa aja dari calon anak merambat ke calon istri,” sahut Bagas.
Mereka pun bersantai sambil menikmati minuman yang di berikan bi Yani sampai di penghujung waktu mereka berpamitan dengan Bagas.
“Bang Gas kami pulang dulu ya sambil siapin peralatan,” ucapnya.
“Ya sudah kalian hati-hati di jalan,” sahut Bagas.
“Oke Bang Gas, besok kita mulai tempur kembali.”
Mereka berjalan menuju pintu lalu menaiki motornya masing-masing untuk menuju rumah mereka.
bersambung dulu ya maafnya cuma dikit karena lagi sibuk.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
Putri Minwa
Widih,ceritanya ngeri ya
2022-12-30
0
Nm@
Lanjut
2022-12-28
0